mimbaruntan.com, Untan – Sejumlah organisasi kemasyarakatan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Mahasiswa Kalimantan Barat (APMKB) mengadakan aksi Doa Bersama di Taman Digulis, Jum’at malam (2/11). Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap Tuti Tursilawati, Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Majalengka, Jawa Barat yang dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi pada Senin, 29 Oktober 2018 lalu. Selain itu, APMKB juga mengecam pelaksanaan eksekusi mati yang dilaksanakan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.
Tuti Tursilawati diketahui telah bekerja sejak September tahun 2009 sebagai perawat lansia di sebuah keluarga di Kota Ta’if, Mekkah. Ia didakwa membunuh ayah majikannya dan divonis mati oleh Pengadilan Arab Saudi pada 2011 silam. Kasus eksekusi mati Tuti Tursilawati menambah jumlah catatan panjang buruh migran yang menjadi korban ketidakadilan di luar negeri.
Kusnanto koordiantor aksi doa bersama mengatakan pemerintah harus lebih serius menangani kasus hukuman mati Buruh Imigran Indonesia (BMI) yang bekerja di luar negeri. Menurutnya kasus Tuti Tursilawati ini menjadi bukti gagalnya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja di tanah air, selain itu juga menyoroti lemahnya diplomasi dari pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada buruh migran di negara penempatan.
“Kemarin ada ibu Zaenab yang dieksekusi hukuman mati, dan hari ini ada ibu Tuti yang kembali di eksekusi tanpa adanya notifikasi dari pemerintah Arab Saudi, dan kami berharap tidak ada lagi Buruh Migran Indonesia yang di hukum mati,” ujarnya ditemui setelah aksi Doa Bersama berakhir (2/11).
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Erna Modesta saat hadir aksi doa bersama tersebut. Menurutnya apa yang terjadi terhadap Tuti Tursilawati bukanlah tanpa sebab. Berawal dari kasus pelecehan seksual yang dialami Tuti, ia yang mencoba melindungi diri justru mengalami ketidakadilan di negeri Arab Saudi.
Perempuan yang bekerja di bidang advokasi dan riset ini mengecam tindakan yang terjadi pada Tuti, ia menilai adanya eksekusi hukuman mati ini akibat lemahnya aturan pemerintah dalam melindungi hak perempuan. “Mengapa terjadi pembunuhan (eksekusi mati) terhadap Tuti, ini karena sistem pemerintah ataupun peraturan yang lemah untuk melindungi hak-hak perempuan, Tuti hanya salah satu contoh, mungkin masih banyak lagi kasus kasus seperti tuti yang menimpa perempuan,” lugasnya.
Erna berharap pemerintah lebih serius menyikapi kasus hukuman mati yang menimpa Buruh Migran Indonesia terutama perempuan. Selain itu pemerintah juga harus membuat aturan yang tegas untuk melindungi buruh migran indonesia yang sedang bekerja di luar negeri, “saya sebagai perempuan berharap agar pemerintah dapat melindungi hak-hak perempuan,” pungkasnya.
Penulis : Umi Tartilawati
Editor : Fikri RF