mimbaruntan.com, Untan – Tepat matahari berada diatas kepala, langkah kami akhirnya sampai pada tempat tujuan. Kami disambut papan kayu yang bertuliskan “Selamat datang di Pasar Purnama”, juga tak lupa gapura berukuran sedang yang mencuri perhatian.
Penuh senyum hangat Hendi salah seorang penggerak hadirnya Pasar Purnama tersebut menyapa kami satu persatu. Lelaki dengan ciri khas kacamata pada dahinya itu membuat kami tak sungkan untuk turut memeriahkan perayaan panen jual beli hasil pertanian buah karya kolaborasi petani setempat bersama Lantur Ekosistem.
Sesampainya disana kami langsung disuguhkan oleh hijaunya sayuran hidroponik serta beberapa stand hingga mini bar yang juga sedang dinikmati pengunjung lain. Bahkan teman-teman tuli dari komunitas West Borneo Deaf Community pun hadir atas undangan langsung dari Lantur Ekosistem.
Melirik sedikit ke arah mereka yang sedang asyik kunjungan kebun, kami diminta untuk ikut bergabung. Heidi Gusmayadi seorang petani sekitar yang merupakan bagian dari Pontianak Hydroponic Center atau sering dikenal SK Farm berperan menjadi pemandu kunjungan kebun kali ini.
Baca Juga: Gali Potensi Gambut dengan Digitalisasi Agribisnis
Bermula dari sayuran hidroponik yang tampak segar hingga kami diajak berkeliling mengenal berbagai bumbu dapur yang ditanam disana. Ia menjelaskan dengan baik dari segi perawatan, kuantitas hasil panen hingga kesulitan dalam menjaga beberapa garapannya tersebut membuat kami takjub.
Heidi yang juga pemilik perkebunan tersebut berbagi pengalaman dan proses perjalanannya dari awal terjun ke dunia pertanian hingga mampu membuat festival perayaan hasil panen seperti saat ini. Diawali dengan ketertarikannya dengan dunia pertanian usai tamat SMA, Heidi sudah menekuni berbagai pengolahan tanaman pertanian. Bahkan modal awal yang digunakan sebesar Rp. 700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah) yang awalnya ia garap di lahan rumahnya.
Kesulitan ketersediaan pupuk menjadi kendala yang diyakini menghambat proses perkembangan tanamannya. Hal ini terbukti dengan pasokan pupuk yang didapat Heidi harus diambil dari Bogor karena produksi pupuk di Kalimantan Barat cukup sulit ditemukan. Seiring dengan perkembangan waktu, Heidi mampu membuka perkebunan di Pontianak dengan sebutan Hidroponik Centre tempat dilaksanakannya festival perayaan hasil panen saat ini.
Hingga kini, perkebunan Heidi sudah berhasil mengolah sebanyak kurang lebih dua puluh jenis tanaman yang terdiri dari jenis sayuran, herbal, hingga buah. Sebagian besar tanaman yang ditanam merupakan tanaman hidroponik. Beberapa diantaranya seperti tanaman buah, murbei, dan selada,
“disini sudah ada kurang lebih 20 jenis yang saya tanam, semuanya kami rawat sendiri kami juga perjual belikan dan ada juga yang kami jadikan olahan seperti minuman,” jelasnya.
Perkembangan kebun Heidi juga semakin pesat, hal ini ditunjukkan dengan beberapa anggota yang ikut mendedikasikan diri di perkebunan SK Farm. Heidi juga memaparkan bahwa produksi pupuk di perkebunannya dilakukan secara mandiri dengan menghasilkan delapan jenis pupuk yang diformulasikan dan diinovasikan sesuai kebutuhan tanaman.
Secara keseluruhan perkebunan ini dimonitoring oleh tiga orang yaitu Heidi sendiri memonitoring secara umum, monitor bagian khusus tanaman herbal, dan bagian khusus tanaman rakit apung.
Baca Juga: Sekitar Pendidikan, Lingkungan Positif untuk Belajar dan Bertumbuh
Banyak masyarakat yang merasa tertarik berkat hadirnya pengenalan tanaman hidroponik dari festival hasil tani ini. Tak henti-henti pengunjung yang ingin memetik langsung sayuran yang ingin mereka beli. Kini tanaman hidroponik mengambil alih atensinya yang sempat surut belakangan ini. Pontianak berhasil memiliki perkebunan hidroponik yang baik dan berkualitas.
Melihat antusiasme teman-teman tuli dalam kegiatan festival Pasar Purnama, menjadi motivasi tersendiri bagi Heidi terkait hasil perkebunan mereka walaupun ada beberapa kendala dari segi komunikasi karena harus melibatkan pihak kedua (Penerjemah/Juru Bahasa Isyarat) untuk menjembatani penjelasannya agar mudah dipahami.
Besar harapan Heidi menjadikan festival ini sebagai batu loncatan bagi kebun Pontianak Hidroponik Centre atau SK Farm menjadi kebun produksi dan edukasi serta masyarakat sekitar dapat sering-sering mengunjungi kebunnya.
Hendy yang juga penggerak hadirnya Pasar Purnama, menyampaikan tujuan utama mereka mengundang langsung teman-teman tuli yang sedari tadi sangat penuh semangat belajar penanaman hidroponik ialah sebagai tahap awal menjalin hubungan dan mengenalkan kepada mereka tentang perkebunan sebagai bahan edukasi dan membangun relasi bersama para pengunjung yang hadir,
“pasti edukasi lah tentang kebun dan hidroponik, lalu membuat mereka merasa nyaman berinteraksi dengan pengunjung lain,kami tidak mau ada perbedaan mereka bukanlah memiliki kekurangan melainkan kelebihan,” tegasnya.
Figo selaku Ketua West Borneo Deaf Community menyampaikan isyarat ketertarikannya dalam mengunjungi Pasar Purnama ini. Setelah melihat rincian kegiatannya, ternyata menarik untuk anak-anak komunitas tuli Kalimantan Barat. Sehingga mengajak teman-temannya berkunjung dan mengenal lebih jauh tentang hidroponik.
Tidak hanya itu, Figo juga berpikir bisa mengenalkan bahasa isyarat kepada masyarakat setempat yang masih tabu mengenai hal itu. Belajar secara langsung dengan melihat visualisasi bentuk tanaman yang berada di kebun SK Farm lebih menyenangkan dan lebih jelas dalam memahaminya karena turun praktik secara langsung.
Figo ingin sekali agar kegiatan serupa ataupun kegiatan kemasyarakatan lainnya dengan menjadikan komunitas tuli sebagai sasaran dan target pengunjung lebih berkembang dan digencarkan lagi. Hal ini memberikan peluang dan kesempatan bagi teman-teman tuli untuk terus belajar tentang banyak hal, serta membaur dengan masyarakat setempat.
Penulis: Ica dan Mita
Editor: Hilda