“Sesungguhnya bahasa itu adalah khasanah penyimpan warisan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh oleh generasi sebelum kita”.
Inilah yang menjadi sebuah dasar dalam pelestarian bahasa di Indonesia, terutama bahasa Ibu. Bahasa ibu merupakan bahasa yang digunakan oleh anak sebagai media komunikasi pertamanya, dimana termasuk didalamnya bahasa darah dan dialek-dialeknya.
Suharyanto, selaku Kepala Balai Bahasa Kalimantan Barat menjelaskan bahwa dalam konteks globalisasi dimana arus informasi, tranportasi, dan komunikasi semakin memudahkan untuk mempertemukan orang dari belahan dunia, bahasa ibu merupakan salah satu bentuk identitas diri yang melekat pada diri seorang penutur.
“Di era digital ini bahasa daerah memainkan peranan yang sangat penting untuk menunjukkan identitas kita sebagai seorang pribadi dan kelompok, yang dalam hal ini adalah kelompok etnis dimana kita lahir dan dibesarkan,” ujarnya saat diwawancarai via telepon 21/2 lalu.
Baca juga: Eufemisme Jurnalistik: Penghalus Bahasa atau Perusak Makna?
Pudarnya Tuturan Bahasa Daerah pada Kawula Muda
Salah satu sumber yang digunakan dalam proses pengembangan bahasa Indonesia berasal dari bahasa daerah. Oleh karena itu perlindungan terhadap “kelangkaan” bahasa daerah di Indonesia yang terjadi sekarang semakin ditingkatkan.
Balai Bahasa Kalimantan Barat yang merupakan sebuah lembaga menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Kalimantan Barat sendiri membuat kamus bahasa daerah di Kalimantan Barat dengan melakukan pengumpulan pasokan bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat Kalimantan Barat dan melakukan penelitian terhadap bahasa daerah tersebut.
“Upaya yang sudah kami lakukan, antara lain melakukan penelitian terkait aspek unsur bahasa, dan juga setelah penelitian itu tuntas, kami juga melakukan penyusunan kamus bahasa daerah di Kalimantan Barat ini,” ujar Suharyanto.
Namun upaya tersebut dianggap masih belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Kurangnya kepedulian anak muda terhadap bahasa daerah menjadi sebuah kendala untuk melestarikan bahasa daerah tersebut. Suharyanto memaparkan bahwa anak muda masa sekarang cenderung menyukai kesenian modern, baik itu tontonan, musik, maupun karya sastra, yang dimana beberapa jenis kesenian tersebut berbasis bahasa.
“Mereka cenderung meninggalkan kesenian-kesenian tradisi. Oleh karena itu kami berharap agar kalangan anak muda memiliki kecintaan dan kepedulian terhadap hasil-hasil sastra yang ada di Kalimantan Barat,” ujarnya.
Melihat dari kurangnya kepedulian terhadap bahasa daerah, Balai Bahasa Kalimantan Barat juga melakukan penelitian terhadap beberapa karya sastra lama di Kalimantan Barat dan juga melakukan revitalisasi sastra lisan. Hal ini merupakan sebagai upaya untuk melestarikan sastra di Kalimantan Barat.
“Kami juga melakukan penelitian cerita-cerita daerah, naskah-naskah lama, dan fosil yang ada di Kalimantan Barat. Selain melakukan upaya penelitian, kami juga melakukan upaya yang sifatnya pelestarian sastra. Kami juga berupaya untuk melakukan penerjemahan cerita rakyat yang ada di Kalimantan Barat kedalam Bahasa Indonesia.”
Baca juga: Bahasa Gado-Gado
Rike Rahayu Sonjaya, Duta Bahasa Provinsi Kalimantan Barat 2021 menilai eksistensi bahasa ibu atau bahasa daerah mulai goyah karena penuturnya yang semakin sedikit. Ini disebabkan oleh penuturnya yang gengsi untuk menggunakan bahasa daerah. Faktor lain seperti migrasi dan perkawinan silang juga memperparah eksistensi bahasa daerah saat ini.
“Bahasa ibu atau bahasa daerah semakin lama penuturnya itu semakin sedikit, ini dipengaruhi oleh sikap bahasa. Sikap bahasa ini ketika orang berpikir bahasa daerah sudah gengsi untuk digunakan, kemudian ketika orang migrasi mereka tidak menuturkan lagi bahasa daerah mereka,” ucapnya saat diwawancarai melalui pesan suara Whatsapp.
Sebagai duta bahasa terpilih, Rike menyampaikan upanya untuk turut serta dalam pelestarian bahasa derah, yakni dengan melakukan kampanye ke penutur-penutur muda untuk kemudian merevitalisasi bahasa daerah.
“Untuk duta bahasa yang bisa kita lakukan adalah kampanye. Kampanye ini tujuannya untuk menggarap para penutur muda karena mereka yang paling diharapkan untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan harapannya untuk kondisi bahasa daerah sekarang ini. Ia harap, bahasa daerah bisa tetap eksis hingga ratusan tahun ke depan.
“Harapan saya untuk eksistensi bahasa daerah pasti tetap eksis ya (tetap ada) hingga 100 tahun lagi, hingga 200 tahun lagi. Hanya ya kembali lagi ke penuturnya, karena survei yang dilakukan balai bahasa setiap tahunnya pasti ada saja bahasa daerah yang hilang atau tergerus oleh zaman,” tutupnya.
Penulis: Fahrul & Syifa
Editor: Daniel