mimbaruntan.com, Untan – Banjir yang melanda sebagian wilayah Kabupaten Bengkayang sejak Selasa (2/2) lalu membuat beberapa mahasiswa tidak dapat mengikuti perkuliahan yang dilakukan secara daring akibat pemadaman listrik dan hilangnya jaringan internet.
Reporter mimbaruntan.com mencoba menghubungi beberapa mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan) di Kabupaten Bengkayang melalui pesan Whatsapp. Pesan tersebut dikirim pada Senin (8/2) dan rampung dibalas pada Rabu (10/2) karena jaringan internet di lokasi bencana yang sering hilang dan tidak ada arus listrik.
Melcinda Mita Pratima, mahasiswa Fakultas Pertanian (Faperta) asal Desa Lesabela, Kecamatan Ledo menceritakan bahwa banjir yang menggenangi kediamannya sejak Senin, (2/2) dan memuncak pada Jum’at, (5/2) diakibatkan intensitas hujan yang sangat tinggi. Ia mengungkapkan juga bahwa banjir kali ini merupakan banjir terparah hingga mencapai 4 meter.
Baca juga: Banjir Melanda, Mahasiswa Tak Bisa Kuliah
“Hari Kamis, (4/2) pukul 02.00 WIB saya bangun karena air udah naik sampai ke kaki kulkas, akhirnya kami (sekeluarga) menaikan barang-barang ke atas. Tapi pukul 05.00 WIB air dengan deras udah naik sampai ke tangga loteng. Ini banjir terparah yang pernah ada di Bengkayang, banyak rumah yang udah rata dengan air dan ambruk diterjang arus,” ungkapnya.
Melcinda pun menjelaskan bahwa dampak dari banjir tersebut membuatnya tidak bisa mengikuti perkuliahan seperti biasa dikarenakan pemadaman listrik dan jaringan internet yang hilang. Dengan inisiatif, saat itu ia menumpang perahu tetangganya untuk pergi ke tempat pengungsian.
“Saya udah ketinggalan perkuliahan yang menggunakan Google Meet karena Laptop dan Hp udah lowbatt. Jadi saya pergi ke tempat pengungsian menggunakan perahu tetangga untuk ngecas. Sampai di sana, akhirnya saya mengabari Dosen terkait kondisi di sini itu bagaimana, Alhamdulillah Dosen memaklumi,” jelasnya.
Siska, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (FMIPA) yang mengatakan bahwa beberapa tugas dan laporan yang Ia tulis tidak bisa diselamatkan karena terendam oleh banjir.
“Banjir itu kan datang tiba-tiba deras ya, karena panik saya bantu keluarga untuk mengamankan barang-barang elektronik dulu. Ternyata air nih cepat naik, beberapa laporan saya ikut teredam ndak bisa diselamatkan. Itu saya bingung ngatasinya gimana, akhirnya mau ndak mau harus nulis ulang di pengungsian,” tuturnya
Baca juga: Penanggulangan Bencana Banjir di Masa Pandemi oleh KSR PMI Unit Untan
Nasib serupa dialami oleh Nisa, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Ia menceritakan bahwa minggu pertama perkuliahan dalam kondisi banjir membuatnya tidak bisa mengakses Siakad Mahasiswa untuk menginput mata kuliah di semester genap. Padamnya listrik dan jaringan internet yang hilang pun membuatnya pergi ke tempat pengungsian untuk menghubungi mahasiswa lainnya.
“Awal Februari ini kan memang musim-musimnya nginput makul, karena hilang jaringan jadinya banyak ndak kebagian kelas karena udah pada penuh. Akhirnya pergi ke tempat pengungsian, lumayan jauh bekayuh pakai sampan sambil bawa Laptop dan Hp ni. Ada rasa sawan cuma mau gimana lagi,” kisahnya.
Sesampainya di tempat pengungsian dan mendapatkan jaringan internet, Mahasiswi ini langsung menghubungi temannya untuk dimintai pertolongan terkait pengimputan mata kuliah disemester genap.
“Saat mendapatkan jaringan, saya langsung menghubungi teman-teman untuk dimintai bantuan ke Akademik (untuk membuka kelas). Daring seperti ini, yang sangat diperlukan itu komunikasi biar mereka juga tau kondisi saya seperti apa di sini,” tutupnya.
Penulis: Monica Ediesca
Editor: Mita Anggraini