mimbaruntan.com, Untan – Suasana Berlian Cafe tidak seperti biasanya, tampak dari kejauhan para mahasiswa dari berbagai fakultas di Untan mulai berdatangan memadati lahan parkiran. Mereka menggunakan pakaian yang identik dengan fakultas masing-masing. Mulai dari mahasiswa Fakultas Hukum (FH), mahasiswa Fakultas Pertanian (Faperta), mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), mahasiswa Fakultas Kehutanan (Fahut), dan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Mereka semua tergabung dalam wadah organisasi Badan Eksklusif Mahasiswa (BEM) mulai dari tingkat Universitas maupun Fakultas di lingkungan Untan.
Dari kejauhan terlihat Backdrop yang dihidupkan disiapkan melalui tampilan sinar Infokus yang bertuliskan Ngopi (Ngobrolin Pertanian Indonesia) bersama BEM Se-Untan. Tampak jelas menghadirkan pembicara diantaranya M. Merza Berliandy, SH, CHt selaku tokoh muda Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalbar, Muhammad Fahmi, SE, MM, Ak, CA selaku ketua asosiasi konsultan UMKM Kalbar sekaligus Pengamat Ekonomi Untan, dan Juniardi sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar. Penyampaian materi pun disampaikan dengan berbagai sisi yang menyoroti Komoditi lada wilayah perbatasan Kalbar.
Dilansir dari pontianakpost.co.id dengan judul “harga lada turun” yang terbit Juni 2017 lalu, harga komoditi lada hanya sebesar Rp 50.000 per kilonya dari yang awalnya bisa mencapai Rp 100.000 perkilo. Dalam Nawacipta Presiden Republik Indonesia poin no 3 yang berbunyi “Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan” yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpers) No. 179 Tahun 2014 yang merupakan amanat pasal 123 ayat 4 PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Dalam kata sambutannya, Sigit Gigih Prasetyo selaku Presiden Mahasiswa (Presma) Faperta Untan telah mempersiapkan jauh-jauh hari kegiatan Ngopi 2018. Ia bersama rekan-rekannya telah melakukan studi kasus di Desa Semangit Kecamatan Entikong, Sanggau dua bulan yang lalu. Dari hasil riset tersebut dibawa dalam Ngopi bersama Stakeholder terkait dalam membangun pertanian.
“Sebenarnya program kita ini berangkat dari studi permasalahan yang kawan-kawan yang mengadakan kegiatan pelatihan di perbatasan ternyata banyak sekali problem yang ditemukan,” ungkapnya.
Selama tiga hari hadir masyarakat perbatasan kecamatan Entikong menanggap BEM seperti anggota DPRD yang menampung keluhan mereka. Berbagai keluhan terus masuk dari masyarakat mulai dari permasalahan harga komoditi lada hingga penyakit yang sulit dicegah.
“Kami anggota DPRD masyarakat menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi. Hari kedua kami lanjut membuat kuesioner terkait permasalahan lada,” tambahnya.
Sisi lain, Fiki selaku Menteri Luar Negeri BEM Faperta mengatakan bahwa pembangunan pertanian wilayah perbatasan harus didukung oleh Stakeholder terkait agar dari berbagai segi dapat berjalan searah.
“Untuk penghasil pertanian kita melihat bukan hanya terpaku pada pertanian sendiri tetapi dari segi ekonomi segi sosial dan lainnya,” pungkasnya.
Penulis: Suryansah
Editor: Adi