Kasus narkoba memang tak ada habisnya. Selama empat pekan di bulan April saja, pemberitaan terkait narkoba selalu menghiasi portal-portal online di Kalimantan Barat. Ini hanya ruang lingkup Kalbar yang terbatas. Untuk skala nasional, tentu jumlahnya lauh lebih besar. Upaya preventif sudah banyak dilakukan. BNN Go To Shcool untuk mengampanyekan gerakan anti narkoba, spanduk-spanduk seruan Say No To Drugs pun banyak menghiasi tepi-tepi jalan. Namun, mengapa terus terjadi?
Pemakai dan pengedar semakin “kreatif” melancarkan aksinya. Di Ketapang, ada yang menyembunyikan barang haram ini dalam boneka Hello Kitty. Ada pula yang melancarkan aksinya dengan memanfaatkan kesibukan aparat dalam rangka pencegahan Covid-19. Bahkan ada seorang ratu narkoba yang sudah enam bulan menjadi buronan nyatanya sering melancarkan aksinya di laut Natuna.
Program kuratif pun sudah dilakukan. Seperti rehabilitasi pecandu narkoba, pemberian sanksi kepada pemakai dan pengedar narkoba. Bahkan hukuman mati sudah beberapa kali dilakukan di Indonesia untuk gembong narkoba kelas kakap. Shock Terapy ala pemerintah untuk gembong narkoba memang pernah dilakukan. Alih-alih jera, bisnis narkoba justru semakin “menggila”. Ini bukti bahwa sistem saat ini belum memiliki perangkat yang dapat menuntaskan kasus narkoba hingga ke akarnya.
Kriminalitas yang terjadi berulang-ulang seperti kasus narkoba ini menuntut keseriusan dalam penyelesaiannya. Artinya, solusi preventif maupun kuratif yang selama ini masih kurang solutif dalam menuntaskan kasus narkoba di Indonesia. Oleh karena itu, perlu optimalisasi keseriusan dalam memutus rantai kasus narkoba.
Maraknya kasus narkoba tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme dan demokrasi saat ini. Kebebasan yang diagung-agungkan dalam demokrasi, menjadi angin segar bagi oknum-oknum yang memanfaatkan kerusakan generasi yang bermental hedonis, untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari para pecandu narkoba. Karena bisnis barang haram ini menjadi sesuatu yang “menjanjikan”. Lahan basah bagi oknum-oknum yang mentalnya halal haram hantam.
Benang kusut penuntasan narkoba harus diurai dengan suatu sistem yang komprehensif. Apakah sistem itu? Agama Islam, misalnya.
Sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, Islam memandang segala sesuatu yang merusak akal harus diberantas. Sebab akal merupakan potensi kehidupan yang Allah berikan kepada manusia, tidak kepada makhluk yang lain. Akal diberikan potensi mampu memilih, sehingga manusia yang akalnya telah sempurna dikenai beban hukum oleh Allah. Kerusakan akal dapat menjerumuskan manusia kepada larangan Allah yang lain. Maka Islam menuntaskannya dengan penerapan aturan bernegara secara komprehensif, yang akan menuntaskan masalah narkoba dari sektor hulu hingga hilir, dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Penulis : Fanti Setiawati (Mahasiswa FMIPA Untan)
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi mimbaruntan.com.