mimbaruntan.com,Untan- Kebijakan pencampuran bahan bakar solar dengan energi nabati atau biodiesel sebesar 20 persen mulai diterapkan. Namun setidaknya, kewajiban pencampuran solar murni dengan biodiesel, dengan komposisi masing-masing 20 persen dan 80 persen mulai ada sejak 2016, meski belum tegas dan optimal.
Baru pada 1 September, mandatori dikeluarkan guna memperluas, mempertegas dan memperketat pelaksanaan kebijakan ini. Tak tangung-tanggung, denda cukup besar bagi badan usaha yang degil, baik itu pengguna maupun penyalur sebesar 6000/liter.
Secara makro, kebijakan penggunaan Bahan bakar Nabati (BBN) akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak mentah yang diakibatkan oleh defisit bahan bakar. Diketahui ini adalah dampak yang diakibatkan oleh meningkatnya konsumsi bahan bakar berbanding terbalik dengan produksi bahan mentah dalam negeri.
Baca Juga: Belajar Damai Dari Masjid – Pura
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa kebijakan ini akan menghemat devisa negara sebesar 15,8 triliun. Hal ini diharapkan juga akan menguatkan nilai tukar rupiah yang stagnan saat ini di posisi 14.800-14.900.
Ini penting untuk ketahanan energi mengingat produksi minyak mentah dalam negeri terus menurun. Pemanfaatan BBN dari Crude Palm Oil (CPO) adalah alternatif. Kalau bicara secara makro, penerapan B20 memiliki banyak keuntungan, bagaimana kalau kita berbicara dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu konsumen?
Tak Ramah Mesin dan Tak Menguntungkan
Sebelum B20 benar-benar diterapkan, pastinya pengampu kebijakan telah melakukan serangkaian ujicoba bagaimana dampak pencampuran solar murni dan minyak nabati ini terhadap kendaraan. Dari serangkaian ujicoba, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan B20 ini tidak memberikan dampak yang buruk bagi kendaraan.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengatakan spesifikasi kendaraan truk yang ada di Indonesia didesain untuk pemakaian B5-B10. Dampak langsung yang akan diterima kendaraan karena pemakaian B20 adalah fuel filter yang akan cepat mengalami kerusakan. Normalnya saat penggunan solar murni, fuel filter akan diganti setiap 10.000 km. Kendaraan yang konsumsi B20 harus mengganti fuel filter-nya setiap 7.000 km.
Untuk permasalahan pendeknya umur fuel filter kendaraan yang memakai B20, para pengusaha truk menawarkan berbagai solusi. Pertama, adanya penambahan alat dalam kendaraan seperti Water Separator yang bisa memisahkan air dari bahan bakar.
Kedua, menggunakan fuel filter ganda pada kendaraan, seperti yang dilakukan oleh truk merk Mitsubishi Fuso. Agen Pemegang Merk (APM) di Indonesia PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors ( KTB), melalui menggunakan filter ganda.
Masalah fuel filter tidak sebatas umurnya yang menjadi pendek. Tetapi masalah blocking pada fuel filter juga harus diperhatikan. Blocking atau penyumbatan ini juga berbahaya karena bisa menyebabkan matinya kendaraan karena tidak mengalirnya suplai bahan bakar. Ini berbahaya jika blocking terjadi saat kendaraan sedang di posisi jalan menanjak.
Studi komparasi terhadap solar murni dan B20 mendapatkan kesimpulan bahwa penggunaan B20 oleh konsumen tidak menguntungkan. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan dengan harga yang sama antara solar murni dan B20, kerugian akan lebih banyak didapatkan pengguna B20, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Agen Pemegang Merk (APM) truk yang ada di Indonesia sepertinya sepakat bahwa truk-truk yang benar-benar siap meminum B20 adalah produksi 2016 ke atas. Jadi wajar saja kalau para pengusaha ini meminta insentif kepada pemerintah untuk menambal kerugian. Insentif yang diminta pun beragam, mulai peremajaan kendaraan sampai suku cadang.
Baca Juga: Ketika Wakil Rakyat Mengajarkan Tentang Gotong Royong
Harapan
Pemerintah berbicara keuntungan penerapan B20 dalam bentuk penghematan devisa negara. Kita tidak bisa memungkiri akan banyak keuntungan lain lagi nantinya. Salah satunya kita tidak sepenuhnya tergantung lagi pada ekspor untuk pemasaran CPO (Crude Palm Oil) karena sudah terserap di dalam negeri untuk campuran solar murni. Dengan adanya dua pasar untuk CPO (dalam negeri dan luar negeri), pemerintah maupun pengusaha dapat memilih untuk menyalurkan CPO ke pasar yang lebih menguntungkan.
Beberapa keuntungan yang didapatkan harusnya bisa menjadi kontribusi untuk menutupi kerugian yang dialami oleh pemakai akibat biaya perawatan kendaraan yang meningkat. Bentuknya bisa seperti meningkatkan subsidi untuk solar jenis B20. Inilah insentif yang langsung ke tangan konsumen, terutama pemilik-pemilik truk.
Dengan menurunnya harga solar B20, akan seimbang dengan onderdil kendaraan yang akan lebih cepat rusak atau bentuk timbal balik dari alat-alat kendaraan yang perlu untuk ditambah untuk menyesuaikan dengan spesifikasi mesin kendaraan.
Penulis: Aris Munandar