mimbaruntan.com, Untan – Kasih sayang serta kesabaran seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya tak bisa diukur dengan mengunakan alat apapun. Seperti lirik pada sebuah lagu;
“Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.”
Orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Bersyukurlah kita yang masih memiliki orang tua lengkap. Banyak orang diluar sana yang mungkin kurang beruntung seperti kita. Manfaatkan waktu kita bersama orang tua sebaik-baiknya dimana tak jarang kita sebagai anak kadang tak mengindahkan ucapan atau nasehat dan mungkin juga lebih sering membantah, tanpa pernah memikirkan perasaaannya. Walau memang semakin kita besar, kita memiliki jalan pikiran sendiri. Terutama saat -saat melewati masa remaja yang labil dan sulit untuk mengontrol emosi.
Seperti yang diceritakan pada film yang berjudul “Bento Harassement” yang merupakan film drama Jepang yang rilis pada 28 juni 2019. Film yang disutradarai oleh Renpei Tsukamoto ini menceritakan tentang seorang Ibu tunggal yang sedang berusaha selalu memantau anaknya yang dalam masa-masa memberontak atau labil dan mengabaikannya.
Baca juga: Pengantar Tidur Panjang, Kepergian Ayah
Film ini dimulai dengan diperlihatkannya seorang Ibu sedang menggandeng kedua anak perempuannya berjalan bersama sambil berbincang-bincang. Sang ibu bernama Kaori yang diperankan oleh Ryoko Shinohara, anak sulungnya bernama Wakaba Mochimaru (Rena Matsui) dan anak bungsunya bernama Futaba (kyoko Yoshine). Futaba berkata kepada sang Ibu bahwa kelak jika ia besar ia akan membuka restoran bersama sang ibu dan ia ingin bersama Ibunya selamanya. Ibunya sangat tersentuh dengan kata-kata anak bungsunya itu. Suami Kaori meninggal dalam kecelakaan mobil dan karena itu lah Kaori harus berjuang sendiri membanting tulang sampai kerja lembur ia lakukan untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
12 tahun berlalu, kini Wakaba sudah dewasa dan tidak tinggal bersama ibunya. Futaba yang mulai memasuki masa remaja perilakunya sangat berubah drastis. Kini ia sangat jarang berkomunikasi dengan ibunya. Jiwa kelabilan dan pemberontak sangat terlihat jelas dari sikapnya sekarang. Jika Futaba ingin berbicara dengan sang ibu ia lebih memilih mengirimkan pesan melalui ponselnya. Kaori yang jengkel dengan sifat Futaba dan ia mulai mencari cara untuk mengembalikan Futaba seperti dulu. Pada suatu malam, Kaori melihat sebuah cahaya biru dari luar jendela dari situ dia mendapatkan ide yaitu dengan membuatkan bento atau bekal makan siang dengan yang dihias dengan rumput laut yang berisikan gambar yang lucu yang bisa membuat Futaba emosi karena Futaba sangat anti dengan hal lucu.
Tapi lama kelamaan bento tersebut berubah menjadi sebuah tulisan atau pesan singkat dan akhirnya sebagai media komunikasi. Benar saja hari pertama Kaori membuat bento berhasil membuat Futaba berbicara padanya. Reaksi Futaba sangat marah, berbeda dengan teman-temannya yang malah tertarik, senang dan sangat antusias jika Futaba akan membuka kotak bentonya.
Film ini juga menyorot kisah cinta Futaba sang gadis remaja, dimana ia menaruh hati kepada teman masa kecilnya bernama Tatsuo, pria yang suka bermain drum yang juga merupakan cinta pertamanya. Tapi kisah cintanya tak berjalan mulus. Saat Tatsuo hendak berangkat ke Tokyo untuk mengikuti perlombaan drum, Futaba pun meminta sang ibu untuk mengajarinya membuat tulisan dari rumput laut. Kaori yang tahu anaknya sedang jatuh cinta dengan senang hati mengajari Futaba. Semalaman Futaba menyiapkan bento untuk Tatsuo . Tiba esok harinya saat Futaba ingin memberikan bento itu pada Tatsuo, ia melihat ada seorang perempuan yang lebih dulu mendatangi Tatsuo dan juga memberikan sekotak bento padanya. Tak hanya itu, perempuan itu lantas mencium pipi Tatsuo. Begitu hancur hati Futaba. Futaba yang tahu Tatsuo akan pergi ke Tokyo pun juga pergi ke Tokyo agar bisa selalu bersama Tatsuo.
Ia mengirim lamaran bekerja di Tokyo, tapi sayang nasib baik belum berpihak kepada Futaba. Ia ditolak setelah tak lama hatinya hancur melihat Tatsuo. Kaori yang tahu anaknya sedang tak baik-baik saja berencana menghibur dan menyemangatinya lewat bento. Tapi tak disangka yang dilakukan oleh Futaba malah melempar kotak bento itu di depan ibunya. Kaori sangat terpukul dan kecewa dengan sikap Futaba yang tak menghargai kerja kerasnya. Walau begitu Kaori tetap berusaha menyemangati dan memperhatikan Futaba sampai lulus SMA.
Baca juga: Encanto, Sebuah Proses Eksplorasi Diri dalam Petualangan
Namun, Kaori malah jatuh sakit. Ia didiagnosis mengalami gejala stroke yang membuatnya tidak bisa membuatkan Futaba bento lagi. Di momen seperti itu, hati Futaba terbuka dan mengatakan pada ibunya ia tak akan pergi ke Tokyo dan ia mengajak sang ibu untuk membuka restoran. Tapi sang ibu menyemangati Futaba agar tak menyerah untuk mencari pekerjaan di Tokyo yang akhirnya di terima di sebuah perusahaan makanan.
Pada saat upacara kelulusan Futaba, Kaori berusaha membuatkan bento untuk Futaba. Walau dengan susah payah dan penuh dengan hambatan, ia pun mampu menyelesaikan bento terakhir untuk anak bungsunya itu. Tak sia-sia bento yang berisikan pesan itupun mampu membuat Futaba tak mampu membendung air matanya. Membaca pesan yang ibunya tuliskan, seakan-akan hati Futaba yang semula keras menjadi lunak kembali. Kaori masih di rawat di rumah sakit dan tiba saat Futaba akan berangkat menuju Tokyo untuk bekerja, ia tak mengunjungi ibunya. Ternyata ia meninggalkan sekotak bento dan sepucuk surat untuk sang ibu yang ditemukan oleh kakaknya, yang mana isi surat dari si anak pemberontak itu dijamin membuat kita seperti sedang mengiris bawang.
Film ini sangat jelas menggambarkan hubungan emosional ibu dan seorang anak yang sedang berada di fase remaja yang labil,seorang ibu yang ingin hubungan dengan sang anak selalu dekat dan hangat. Tidak hanya menangis tapi juga tertawa karna kelakuan dari pemain terutama antara Kaori dan Futaba.
Penulis: Widya