mimbaruntan.com, Untan – Selepas melakukan ekspedisi ke Desa Engkurai, Kecamatan Kayong Utara, Kabupaten Melawi, Balaan Tumaan bergerilya memperkenalkan kebudayaan Dayak Kebahant melalui kegiatan lokakarya dan pameran seni dalam kegiatan Pameran Karya Visual yang diadakan di Fase Coffee yang berlokasi di Jalan Nusa Indah 2, Kota Pontianak, Minggu (19/12).
Pameran ini melibatkan berbagai pihak seperti Fotografer, Arsitek, Musisi, Fase Coffee, Arsensial dan Simpul. Hari kedua pameran, diadakan diskusi bersama para seniman yang menampilkan hasil karyanya. Seniman tersebut diantaranya adalah Rendy dan Victor (fotografer), Rofi (arsitek) dan Naufal (kurator).
Yadi selaku penyelenggara dari Balaan Tumaan membuka diskusi dengan memberikan pengantar bahwa pameran ini diadakan seusai kegiatan lokakarya alat musik Kadedek yang telah dilakukan di Desa Engkurai.
“Berbunyi, Bergerak ini adalah pameran yang diinisiasi bersama antara Balaan Tumaan, Fase, Kolom Simpul dan Arsensial. Ini adalah pasca kegiatan lokakarya yang kami lakukan tanggal 14-24 November lalu di Desa Engkurai, Kecamatan Kayong Utara, Kabupaten Melawi. Selama kurang lebih sepuluh hari kami melakukan banyak kegiatan, workshop itu adalah belajar tentang alat musik Kadedek dan signifinikansinya tentang budaya Kebahant.” jelas Yadi.
Baca juga: Pongo Fest: Kampanyekan Peran Orangutan Melalui Seni dan Sastra
Pameran yang berlangsung hingga 28 Desember tersebut dilatarbelakangi oleh hasrat para seniman yang ingin menyentuh perasaan publik melalui karya seni.
“Kami ingin memantik gagasan yang disampaikan oleh kawan-kawan seniman, artinya pembacaan tentang permasalahan sosial. Kami melihat karya seni itu sebagai media amplifikasi untuk permasalahan sosial yang bisa direspon secara personal, artinya karya seni itu menyentuh perasaan,” tambahnya.
Malam itu, Rofi menampilkan beberapa karya visual berupa sketsa ilustrasi bangunan khas kebudayaan masyarakat Kebayant, salah satunya Rumah Betang. Ia menambahkan bahwa bangunan tersebut merupakan awal mula terbentuknya seni dan budaya masyarakat setempat.
“Menurut pandangan saya bahwa rumah betang ini adalah jantung kebudayaan mereka yang melahirkan seni dan budaya baik itu ukiran, musik, tari bahkan sastra dan berbagai macam seni kebudayaan lain,” ungkapnya.
Victor, dalam presentasi karya fotonya menampilkan berbagai kebiasaan masyarakat, hasil kerajinan tangan dan potensi alam yang ada di Desa Engkurai. Ia juga memaparkan permasalahan dan tantangan yang memperlambat kemajuan desa di sana. Selain itu, pameran tersebut turut memberikan pandangan kepada masyarakat apa saja solusi yang dapat diberikan terkait permasalahan yang ada.
“Sebenarnya malam ini kita lebih melihat apa sih solusi yang bisa kita kasih ke mereka, kan foto-foto itu bisa menjelaskan dan bagaimana kawan-kawan merespon (sehingga) kita bisa kembangkan itu,” jelasnya.
Berbeda dengan Victor, Rendy berusaha menampilkan emosi pada manusia melalui foto-fotonya. Ia lebih tertarik kepada “topeng” yang digunakan seseorang sehingga emosi yang terpotret dalam foto kelihatan lebih nyata.
“Saya ini tertarik dengan manusia, ceritanya dan topeng-topengnya. Kalau di Jepang itu ada 3 topeng; topeng sosial, buat keluarga dan diri sendiri. Topeng buat diri sendiri ini saya coba eksplor, tanpa arahan tapi bagaimana tidak menyinggung space mereka,” ungkapnya
Toni, salah satu warga Desa Engkurai menimpali dengan diadakannya kegiatan ini desanya dapat terus berkembang sehingga taraf hidup masyarakat dapat menjadi lebih baik dan pemikiran masyarakat dapat lebih terbuka.
“Terima kasih kepada Balaan Tumaan, inisiatif yang luar biasa menurut saya karena selama ini tidak ada yang ekspos baik dari musiknya, budayanya. Maka dari itu semoga kedepannya desa engkurai bisa berdiri terutama dari jalan, karena jalan yang bagus otomatis taraf kehidupan masyarakat juga bagus. kalau jalan yang bagus pemikiran masyarakat juga terbuka dengan dunia luar,” pungkasnya.
Penulis : Lulu dan Vania
Editor : Ester