mimbaruntan.com,Untan- Sore itu kami mengunjungi Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Jalan Harapan Jaya Kotabaru Pontianak Selatan yang telah selesai dibangun. Seng tinggi menjadi pagar sekaligus penanda pintu masuk rusunawa, daun-daun tinggi dan jalan yang gersang memperlihatkan rusunawa belum diresmikan. Warna-warni cat dan gantungan-gantungan baju di jendela tiap kamar rusunawa berlantai empat itu menjadi pemandangan mencolok setibanya kami di halaman rusunawa. Saat memasuki bangunan, tercium aroma cat dan suara menggema yang menandakan tempat ini baru dihuni oleh penghuninya. Kami berkesempatan bertemu dengan Nur, sosok pertama yang tinggal di rusunawa sejak November 2018 lalu.
Nur adalah satu diantara warga yang tergusur di Jalan Soedarso. Mendapatkan rusunawa di Jalan Harapan Jaya butuh tekad dan usaha yang kuat, tak henti-hentinya ia mencoba melobi agar bisa mendapatkan tempat tinggal di rusunawa ini. Saat ditemui, Nur sedang duduk di depan pintu bersama anak dan cucunya. Ia menggunakan kerudung berwarna coklat baju daster sambil mengipas dirinya yang kepanasan.
Saat diajak berbicara, ia langsung mengeluhkan air ledeng yang kadang mengalir dan kamar mandi yang sumbat. “Kadang aek sempat nda ade, ngangkutlah dari atas sampe ke bawah. Masalah di sini banyak, wc banyak nda betul banyak sumbat semue. Airnya ade yang ngalir, ade yang tadak” keluhnya.
Ia menjadi tulang punggung untuk menghidupi anaknya yang baru masuk kuliah dan yang masih duduk di bangku SD. Tinggal di rusunawa adalah pilihan terakhir menjadi tempat tinggal menurut Nur. “Macam saye ni kalau nda mikirkan anak, nda akan tinggal sini. Ape yang nak diharapkan penghasilan tak ade. Pakal yak mikir nyelamatkan anak, Nda mau liat anak sedih, putus sekolah. Biarlah berjuang buat anak,” ceritanya.
Nur menjelaskan di tempatnya dulu ia masih bisa mendapatkan penghasilan setiap hari walaupun sedikit, sementara di rusunawa ia tidak bisa mendapatkan penghasilan karena kehilangan pekerjaan. “Kite nak jualan depan sini ndak dibolehkan, bikin gerobak-gerobak gitu. Anak buah bilang tidak boleh. Kami ngadu ke perindagkop akhirnya dikasilah pasar kios diizinkannya jualan situ,” jelasnya.
Tidak hanya itu, ia juga mengkritik pemerintah yang tidak menepati janji, pasalnya orang-orang yang digusur dijanjikan akan mendapatkan uang dua juta, namun hingga kini tidak ada diberikan. “Pemerintah tuh cuman ngomong doang. Kejelasan tu nda ade. Diagak kesana capek tapi nda ade.. Kita bukan menyalahkan, tapi kite ni kalau dah digusur ni diperhatikanlah. Masa kan kite dah digusur same jak nda menghidupkan, dimatikan. Pembangunan pemerintah kite nda larang kite dukung, tapi pemerintah nda dukung kite,” keluhnya. “Sebenar bah pemerintah pengen yang terbagus, cuman dukungan die tuh belum kite rasekan” tutupnya.
Penulis : Laily Lutfiana Dhia dan Sekar Aprilia Maharani