mimbaruntan.com Untan – Akhir-akhir ini media dihebohkan dengan munculnya Citayam Fashion Week yang berlokasi di Jalan Sudirman. Citayam Fashion Week (CFW) merupakan ruang bagi anak-anak muda menuangkan kreativitasnya di bidang fashion. Fashion week sendiri berarti pekan mode yang seharusnya berlangsung selama sepekan. Akan tetapi, CFW sendiri sudah berlangsung lebih dari sepekan yang bahkan tiap harinya justru menarik massa lebih banyak.
Jika melihat ke belakang, cikal bakal munculnya CFW ini adalah beberapa anak muda yang datang kesana dengan tujuan hanya nongkrong dan menghabiskan waktu senggang mereka. Lalu, mengapa tiba-tiba yang tadinya tempat nongkrong malah berubah menjadi acara fashion?
Berangkat dari video-video TikTok yang viral pada waktu itu di mana beberapa content creator mewawancarai anak-anak yang ada di sana perihal pakaian yang mereka kenakan. Asumsi saya, pertanyaan-pertanyaan seputar outfit inilah yang menjadi awal mula terbentuknya Citayam Fashion Week. Timbul pemikiran bahwa Jalan Sudirman merupakan tempat bagi mereka untuk menunjukkan gaya pakaian mereka yang modis.
Baca juga: Non Muslim Bertudung Kepala
Viralnya kondisi Jalan Sudirman yang dipenuhi dengan anak muda yang menunjukkan gaya pakaian mereka yang modis menarik perhatian anak-anak muda lainnya yang berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya dipenuhi oleh anak-anak Citayam, tetapi juga dari beberapa daerah, seperti Bekasi, Jakarta Timur, Depok, Tangerang, dan daerah lainnya datang untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Eksistensi dari CFW ini tentunya menuai pro kontra dari masyarakat. Sisi positifnya adalah CFW menjadi ruang bagi anak-anak berkreasi di bidang fashion dengan leluasa, yang di mana hal ini sempat disorot oleh media di Jepang (yang terkenal juga Fashion Street-nya, Harajuku), Tokyo Fashion. Selain itu, dari sisi ekonomi adanya kegiatan ini membuat UMKM sekitar meningkat dan juga menarik berbagai produk yang ingin promosi atau mengendorse beberapa remaja yang ada di sana. Namun, apakah Citayam Fashion Week ini benar-benar menjadi wadah para anak muda menuangkan kebebasan berekspresi mereka?
Faktanya, tidak hanya anak-anak, tetapi juga banyak orang yang mencari panggung dan keuntungan lewat Citayam Fashion Week. Terlalu banyak hal yang terjadi dalam satu waktu dan tempat. Hal ini yang akhirnya membuat suasana Jalan Sudirman dipenuhi dengan massa yang membludak yang memberikan dampak negatif, baik bagi para pengendara yang melewati jalan tersebut, tentunya keramaian yang ada di Jalan Sudirman ini menjadi keresahan bagi masyarakat sekitar. Zebra cross yang dipakai untuk catwalk menjadi salah satu penyebab kemacetan. Kendaraan-kendaraan yang melewati jalan tersebut harus berhenti sebentar untuk menunggu catwalk selesai. Terlebih lagi, berlangsungnya catwalk pada saat jam pulang kerja yang memperparah kondisi kemacetan. Mungkin karena hal-hal berikut yang menyebabkan kepolisian melarang kegiatan tersebut.
Selain ketertiban lalu lintas yang mengalami kemacetan, kebersihan sekitar juga mulai terabaikan. Hal ini bahkan menarik perhatian Cinta Laura yang membuatnya rela datang ke sana hanya untuk membersihkan sisa-sisa sampah yang berserakan. Hal ini tentu sangat disayangkan.
Baca juga: Dyan Puji Lestari, Mahasiswi Inspiratif yang Gemar Menulis
Tak hanya itu, banyak orang yang penasaran akan apa yang terjadi di CFW. Banyak yang datang berkunjung untuk melihat situasi dan kondisi di Jalan Sudirman ini. Mulai dari masyarakat dari berbagai daerah, content creator, brand-brand terkenal, artis, model fashion bahkan gubernur DKI Jakarta mengunjungi CFW. Semua orang yang datang ke CFW dengan berbagai kepentingan membuat CFW ini begitu kacau. Hal ini membuat CFW yang katanya ditujukan untuk menjadi ruang kebebasan berekspresi muda-mudi malah jadi ladang cuan dan sempat ingin dikapitalisasi oleh beberapa orang.
Jika ingin kegiatan tersebut berlanjut, seharusnya berbagai pihak dapat bekerja sama. Dengan tetap membuka ruang berekspresi bagi kaum muda, namun juga harus mengedukasi dan melakukan pengawasan kepada orang-orang yang berada di sana supaya dapat lebih memperhatikan lingkungan sekitar, mengingat titik berkumpul mereka berada di pinggiran jalan raya. Selain itu, jika kita melihat perbandingan gerakan subkultur sejenis di negara lain, Harajuku di Jepang misalnya, mereka tetap bisa eksis hingga kini karena tempat beradanya Harajuku ini ditutup bagi pengendara, sehingga telah difokuskan untuk keperluan fashion mereka. Dengan demikian gerakan subkultur tersebut tidak mengganggu ketertiban sekitar.
Selain itu, pemerintah seharusnya tidak menutup mata dengan hanya memberi apresiasi, seperti memberi beasiswa kepada salah satu remaja di sana dan mempromosikan ajang tersebut di sosial media misalnya. Atau numpang eksis di sana dan mengajak koleganya berjalan (catwalk) melewati zebra cross seperti yang biasa dilakukan remaja di sana. Seharusnya ajang CFW ini dapat menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa ketidakmerataan pembangunan di Indonesia terkait muda-mudi yang rela jauh-jauh datang ke CFW, terutama bagi mereka yang tinggal di pinggiran-pinggiran kota sangatlah nyata.
Penulis: Vanessa dan Ilham
Editor: Hilda