Cry Me A Sad River dirilis pada tahun 2018 dan diadaptasi dari sebuah novel yang berjudul Bei Shang Ni Liu Cheng He (2013). Film yang berasal dari negeri tirai bambu ini mengangkat tema tentang pembulian yang terjadi pada suatu sekolah yang berlatarkan tahun 2007.
Bermula dengan seorang gadis bernama Yi Yao yang merupakan siswa miskin, bahkan seragam pun tak mampu ia beli. Dia mendapat tindak bullying ketika salah satu temannya membeberkan rahasia mengenai penyakitnya. Alhasil semua anak disekolah merundungnya dan tidak ada yang ingin mendekatinya. Disaat itu, Gu Sen Xi justru mendekatinya dan memberinya semangat untuk melawan dan membalas dengan setimpal terhadap tindak bullying yang dia dapatkan dari teman – temannya.
Min Ren yang berperan sebagai Yi Yao berhasil menjelaskan luka yang dia hadapi hanya lewat pandangan matanya saja. Bahkan dengan melihat poster saja kita juga sudah mengetahui mana si korban. Kehebatannya dalam olah bahasa tubuh patut diacungi jempol. Pada saat dia membalas tindakan bullying yang dia dapatkan pun mata sendunya berubah seakan – akan marah namun luka yang dia alami masih terlihat.
Pengambilan gambar dalam film ini sangat bagus. Apalagi pada saat Yi Yao mendapatkan tindakan bullying dari seluruh siswa. Penyorotan kamera dan efek yang diberikan serta Backsound musik yang mengiringi jalannya adegan mampu membuat adegan tersebut menjadi tegang dan seolah – seolah menakutkan dari sisi pandang Yi Yao.
Setelah film ini selesai, ada sedikit penjelasan pasal – pasal mengenai tindak perundungan di sekolah tingkat Sd dan Smp. Bahkan, ada survei yang dipaparkan jika di china, dari 3 siswa salah satunya mengaku mendapatkan tindak bullying. Jadi tujuan dari film ini sendiri untuk mengkampanyekan dan mengkritisi tentang perundungan yang marak terjadi dikalangan anak sekolahan.
Selain mengkritisi, film Cry Me A Sad River juga memberikan pengajaran bagi keluarga, guru dan siswa siswi untuk tidak percaya dengan hoax- hoax yang ditimbulkan oleh seorang oknum. Difilm ini, awal mula perundungan terjadi disebabkan karena penyebaran rahasia mengenai penyakit pemeran utama yang diselingi dengan hoax. Kemudian semakin berlanjut dan semakin banyak yang membuat berita yang tidak – tidak. Kemudian tindakan bullying bukan verba lagi yang diterima oleh korban, melainkan fisik. Bahkan dalam suatu adegan, diperlihatkan perilaku guru yang justru melindungi siswa pintar yang melakukan kesalahan dan menghukum korban perundungan.
Ada beberapa kalimat yang dilontarkan oleh korban yang dapat di jadikan pelajaran. Kalimat ini sudah saya ringkas agar tidak adanya unsur spoiler dalam review ini.
“Kalian tidak akan pernah mengakui kejahatan kalian dan terus memfitnah saya yang tidak – tidak. Dan kalian nantinya akan mengatakan jika kalian tidak mengingat apa yang sudah kalian lakukan kepada saya. Bertindak layaknya orang suci tanpa kejahatan, merasa jika apa yang kalian lakukan kepada saya bukanlah sebuah kejahatan dan memfitnah saya yang bahkan saya tidak pernah melakukannya. Kalian benar – benar menjijikkan. Kejahatan, tuduhan dan gosip, mungkin nanti kalian akan mengatakan jika itu hanyalah sebuah lelucon. Kita lihat nanti jika lelucon yang kalian lakukan dapat membunuh seseorang.”
Penulis : Dewi Ratna