Di hari-hari yang tidak biasa seperti belakangan ini, semoga kita masih sempat kirim semangat dan doa untuk satu sama lain. Berjabat mungkin tak lagi sempat, tapi kita sepakat untuk terus berbuat baik di tempat yang seharusnya bisa buat kita merasa aman dan nyaman: rumah. Rumah adalah sebaik-baiknya tempat untuk kembali bagi kita yang terlampau menyenangkan berada di dalamnya. Namun, bagi yang tak biasa di rumah harus terpaksa belajar mencintai rumah. Mencoba beradaptasi dengan ketidaknyamanannya, tanpa distraksi ajakan nongkrong di cafe seperti biasa. Kita harus tinggal yang entah berapa lama lagi, untuk sesuatu hal yang penting dan mendesak.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, barangkali memang tak banyak yang bisa kita perbuat. Masing-masing bertugas sesuai perannya, ada yang menjadi garda terdepan untuk kemanusiaan, tim medis, pemerintahan, pelayanan publik, dan mereka yang harus tetap bekerja atas nama hidup, tanggungan, dan pembiayaannya. Untuk kita yang bukan bagian garda terdepan, mestinya kita indahkan saja himbauan untuk tetap di rumah. Untuk saat ini, bertahan di rumah adalah pilihan berarti selagi kita tak bisa berbuat apa-apa di luar. Jangan keras kepala, ini demi kebaikan bersama.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, kita memang banyak kehilangan perjumpaan hangat bersama banyak manusia. Pertemuan dibatalkan, agenda penting harus diundur sampai batas waktu yang tak bisa ditentukan, dan kita harus mengalihkan semua sistem berbasis online. Siap tidak siap harus kita hadapi. Mungkin tak pernah kita bayangkan akan hadapi perang melawan bukan manusia. Melawan sesuatu yang tak tampak, tmenyebalkan sekaligus mengajarkan kita banyak sekali arti hidup dan kebersamaan. Virus yang membuat seluruh dunia panik, bahkan ilmuwan pun harus putar otak untuk melumpuhkannya.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, kita harus tabah meski terus dijejali berbagai macam peluru tembakan. Manusia, perekonomian, pendidikan, dan seluruh sektor terkait menjadi ikut terinfeksi. Kita semua memang sedang tidak baik-baik saja. Kita, betul-betul sedang berjuang dalam perang tak kasat mata.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, ada mereka yang bahkan tak menyadarinya, mereka yang memilih tidak peduli, atau bahkan mereka yang berusaha terus meredakan ketakutannya. Ya, kita bersama perasaan kita masing-masing. Ada yang menganggap ini biasa, ada yang terlalu takut terjadi apa-apa, sementara lainnya hanya berserah pada yang seharusnya. Entah seberapa khawatirnya kita, semoga kita dapat terus berprasangka positif sembari tak meremehkan. Kita harus waspada, tapi jangan panik.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, bumi ingin istirahat sebentar. Dari hiruk pikuk keramaian. Orang-orang ribut yang berteriak sana-sini. Pekikan tangis yang tidak didengarkan. Pohon-pohon yang habis dibabat tanpa rasa iba. Dan kita yang mungkin saja tak peduli tentang urusan banyak orang. Belakangan ini dan seterusnya orang-orang menjadi lebih khawatir, sibuk membaca berita, dan terus memperdengarkan suara-suara yang harus didengar. Tanpa sadar, kita jadi sama-sama takut kehilangan.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, mari lakukan prosesi positif. Memperbanyak edukasi diri lewat berbagai aksi penting yang bisa kita lakukan sembari melewati ujian ini. Tetap tinggalkan kebaikan, seberapapun keadaan membuat harapan-harapan yang pernah kita buat jadi berantakan. Tenang, semua pasti ada maksudnya. Tenang, jawabannya mungkin bukan sekarang.
Di hari-hari yang tidak biasa ini, izinkan saya berdoa untuk kebaikan hari esok. Tentu masih ada harapan di hari depan untuk kita sama-sama menyaksikan kebahagiaan merekah di pinggir jalan, di taman-taman kota, dan orang-orang lalu lalang sambil melempar senyum terbaiknya. Ruang publik hidup lagi, keramaian berubah menjadi ruang berbagi energi positif dan mengasihi satu sama lain. Kita tumbuh dan sembuh bersama kebaikan yang terus kita rawat dan pupuk selalu. Tak ada perdebatan untuk menghancurkan bumi, semua sepakat pada penghijauan dan menolak deforestasi. Tak ada saling menyalahkan, semua bahu membahu untuk kaum kelas menengah ke bawah yang sering termarjinalkan hak-haknya. Kemiskinan menjadi sedikit dan kita belajar untuk memperkaya kebahagiaan atas nama banyak orang. Kita semua menjadi tak lagi apatis pada urusan kesakitan orang lain, lebih peduli, dan menyayangi.
Ya, suatu hari di masa depan saat kita menjadikan momentum perang tak kasat mata ini sebagai pembelajaran terbaik. Untuk kita ambil pelajaran.
Penulis: Sekar A. M.