mimbaruntan.com,Untan- Ekspedisi Tapal Batas merupakan satu diantara program pengabdian Enthusiastic Youth Movement for Nation (Eymoveon) di daerah perbatasan Indonesia. Kegiatan ini memfokuskan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Lokasi pelaksanaan Ekspedisi Tapal Batas 2 bertempat di RT 9 dan RT 10 Dusun Kindau, Desa Sekida, Kec.Jagoi Babang, Kab. Bengkayang, Kalimantan Barat pada 15 hingga 23 Agustus 2019.
Akses jalan yang memprihatinkan menuju Dusun Kindau Desa Sekida tepatnya di RT 9 dan RT 10 menyebabkan berbagai aktivitas pergerakan tidak mudah. Tak hanya itu, prasana penunjang seperti listrik masih belum memadai. “Prihatin terkait akses. Listriknya dua menit sekali mati. Di sana menggunakan PLTS,” ungkap Otih Santikarani, anggota Bidang Finansial Eymoveon.
Ia juga memaparkan permasalahan krusial berdasarkan hasil dialog bersama Kepala Desa Sekida, yaitu RT 9 dan RT 10 merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan sertifikat kepemilikan tanah. “RT 9 dan 10 merupakan HPT, jadi masyarakat di sana nda bisa dapat status kepemilikan tanah karena hutan mereka masih dilindungi. Jadi biarpun mereka sudah lama di sana mereka nda dapat sertifikat,” jelasnya.
“Akses jalan menuju ke sana setelah jembatan masih punya Kementrian Pertahanan, jadi dari Pemda sana nda bise ngembangkan jalan di sana. Karena ada aturan desa yang mengatakan desa nda bisa menggunakan yang bukan haknya,” tambahnya.
Menurut Riyani Julia Putri, anggota Bidang Informasi dan Teknologi Eymoveon, sangat disayangkan apabila potensi hasil pertanian di Dusun Kindau tidak bisa dikembangkan hanya karena mahalnya biaya ongkos kirim ke luar daerah. “Ada beras, buah-buahan, labu yang nda bisa dikirim keluar karena lebih mahal biaya transportnya,” ceritanya.
Tak hanya itu, dalam bidang pendidikan hanya ada satu Sekolah Dasar sehingga untuk melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama hingga atas mereka harus sekolah ke luar desa. Hal ini menyebabkan angka putus di sekolah meningkat dan anak-anak memilih bekerja.
Gheby Maulia Hastari salah seorang peserta mengaku bahagia bisa menjadi bagian dari kegiatan ini. “Karena aku tu terpanggil. Sebaik-baiknya manusia adalah manusia berguna. Kalau dapat pekerjaan baik, lulus cepat, emang aku bahagia? Ternyata kebahagiaan tuh bukan cuma soal materi,” ungkapnya.
Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi yang mengambil konsentrasi jurnalistik, Gheby merasa penting untuk terjun langsung kepada masyarakat. “Jurnalis bukan cuma tentang menyebarkan informasi tapi kite juga harus terjun langsung dan lihat langsung ke lokasi,” ujarnya.
Ia berharap anak-anak perbatasan mendapatkan bantuan dari pihak Pemerintah. “Semoga anak-anak sana dapat bantuan, mereka tu semangat dan kreatif tapi sayangnya nda didukung dengan fasilitas yang ada. Semoga ada bantuan untuk mereka, mereka itu anak-anak perbatasan yang ngejaga Indonesia paling depan,” tutupnya
Penulis : Sekar A.M.
Editor: Nurul R.