Hari ini,
hari di mana tangis pertamamu pecah,
hari di mana kau menyapa buana,
dan aku kembali tenggelam dalam baitmu;
Engkau dan jenggala aksaramu,
kuterjemahkan ucapmu dalam untaian itu,
aksara yang entah bagaimana,
begitu ajaib.
Dari aku ingin,
aku kembali menerjemahkan baitmu,
tentang cinta yang bagaimana,
tentang cinta yang tak lekang oleh wujud.
Dari hujan bulan juni,
aku kembali menerjemahkan baitmu,
tentang rasa yang abadi,
tentang rindu yang terus mencumbu.
Dan seperti ucapmu dalam bait-bait lama;
Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau takkan kurelakan sendiri
. . .
– pada suatu hari nanti.
Engkau memang tak berdusta,
karena pada kenyataan manisnya,
engkau terus hidup dan mem-bait,
dalam kata-kata yang takkan pernah mati.
Engkau, . . .
jasadmu boleh fana dibawa pergi,
namun karyamu kian terus membumi,
terbang tinggi dibawa ke langit.
Engkau, Sapardi.
Sapardi Djoko Damono,
Penulis: Manusia Biasa