Mimbaruntan.com, Untan – Kasus kekerasan pada perempuan dan anak menjadi fenomena sosial yang saat ini masih rentan terjadi. Menilai belum maksimalnya upaya yang dilakukan pemerintah daerah, melalui instantsi terkait dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Kalimantan Barat merangkul sejumlah elemen dan lembaga masyarakat untuk sama-sama menekan kasus kekerasan sekaligus meningkatkan kesejahteraan perempuan dan anak.
Dalam hal ini Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) hadir ditengah masyarakat Pontianak sebagai salah satu upaya dalam menekan angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Ketua forum PUSPA Reni Hidjazi menjelaskan kasus kekerasan semakin bertambah, lantaran minimnya edukasi atau sosialisasi yang didapatkan oleh masyrakat. “Bukannya makin berkurang, malah semakin bertambah,” ujarnya ketika mengisi kegiatan di Jalan Paancasila, Jumat (24/5).
Reni menuturkan kekerasan terhadap perempuan adalah perbuatan berdasarkan perbedaan kelamin yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis. Hal ini termasuk ancaman tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. “Kalau untuk perempuan sering kali terjadi dalam kehidupan rumah tangga, bahkan anak yang masih pacaran pun kerap mendapatkan kekerasan dari pasangannya, ini yang sangat memprihatinkan,” katanya.
Melihat tren kenaikan angka kekerasan pada perempuan tersebut, Reni menilai ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan angka kekerasan. Ia menjelaskan satu diantaranya faktor budaya. “Budaya masyarakat kita kan masih menempatkan perempuan lebih rendah posisinya daripada laki-laki, contohnya bisa dilihat dari posisi pengambilan keputusan, jarang sekali bisa diambil dari perempuan,” tutur Reni. Kontruksi sosial berpikir masyrakat yang masih menempatkan perempuan lebih rendah dari laki-laki ini menjadi akar persoalan kekerasan terhadap perempuan. “Karena laki-laki yang menentukan akan kemana, mau apa, ini juga mempengaruhi cara pandang yang diskriminatif yang dapat mempengaruhi ketindakan kekerasan, nah itu salah satunya,” tambahnya lagi.
Selain itu, faktor lain penyebab suburnya kekerasan adalah ketidaktahuan tentang manakah yang termasuk kekerasan. Kekerasan yang diketahui hanya sebatas fisik dan seksual saja. Reni juga menilai perkembangan teknologi dan informasi membuat akses kekerasan mudah terjadi. “Media sosial mempermudah prakteknya. Banyak kasus terjadi karena berkenalan dengan teman baru malahan apes, anak yang hilang dari rumah atau perselingkuhan yang kian marak,” ungkapnya.
Edukasi Masyarakat Tentang Kekerasan Perempuan dan Anak, PUSPA Masuk Komplek Yuka
Saat ini PUSPA bersama masyarakat sekitar bersinergi menumbuhkan kesadaran pentingnya mengawali isu kekeresan perempuan dan anak. Satu diantaranya memberikan sosialisasi tentang hak dan kewajiban anak, serta membuat pelatihan bagi kelompok perempuan di daerah Komplek Yuka, Kecamatan Pontianak Barat. “Kita memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar tentang apa saja bentuk kekerasan yang sering terjadi namun terabaikan,” ujar Ibu dua anak ini. Ia juga membuat tempat perlindungan bagi perempuan dan anak yang mendapat kekerasan secara fisik ataupun non fisik. “Untuk masyarakat Yuka kita membangun kesadaran mereka dengan membuat atau mempetakan tempat perlindungan bagi mereka yang mendapat kekerasan, jadi misalnya si A melihat kekerasan yang terjadi secara langsung dapat melaporkan pihak yang berwenang, seperti RT dan kemudian akan ditindaklanjuti,” katanya.
Dipilihnya komplek Yuka sebagai lokasi untuk merealisasikan program tersebut oleh mereka, bukannya tak beralasan. Reni menyatakan, pihaknya telah mendapatkan banyak informasi tekait kondisi sosial di sana. Pihaknya menemukan adanya kasus kekerasan dan pemerkosaan anak di kawasan itu. “Jadi disini ketika kami datang kondisinya memang cukup memprihatinkan, ada yang kena kekeresan seksual sama keluarganya sendiri, pokoknya macam-macam lah,” kenangnya ketika pertama kali datang ke Kampung Yuka.
Sebagai langah strategis upaya menenakan kasus kekerasan pada perempuan dan anak, PUSPA bersama pemerintah Kota Pontianak melaksanalan deklarasi “Three Ends” yakni stop kekerasan terhadap perempuan dan anak, stop perdagangan manusia, dan stop ketidakadilan ekonomi bagi perempuan di Kampung Yuka. “Three Ends ini menjadi maskot perjuangan PUSPA dimanapun PUSPA berada, setiap daerah melakukan proses strategi untuk melakukan penguatan pemberdayaan pada perempuan dan anak, angka yang mau diperjuangkan adalah menurunkan kekerasan pada perempuan dan anak, kemudian membangun tempat perlindungan dan juga mengeluarkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada perempuan dan anak yang dilatarbelakangi kasus kekerasan yang terjadi pada anak,” ujarnya.
Untuk kelompok perempuan, Reni menjelaskan sebagaimana dengan tujuan “Three Ends” yang ketiga yakni stop ketidakadilan ekonomi bagi perempuan, mereka mendapat pelatihan atau kursus kecantikan yang difasilitasi untuk bisa melakukan kegiatan ekonomi seperti membuka usaha salon kecantikan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. ”Kegiatan ekonomi itu banyak dilakukan oleh perempuan yang mana untuk dapat bertahan hidup sehari-hari, karena semua kebutuhan hidupnya secara situasi ekonomi sekarang sangat sulit untuk punya satu sumber pendapatan, untuk itulah perempuan harusnya diberi kebebasan untuk dapat membuka usaha, hingga dapat melatih keterampilan usaha,” jelasnya lagi
Tak hanya itu, untuk anak-anak, PUSPA juga memberikan edukasi soal hak dan kewajiban anak yang merupakan bagian dari upaya dalam membentuk karakter mereka. Pembinaan karakter itu dilakukan mereka melalui berbagai kegiatan edukatif dan menarik. Selain berbentuk materi, kegiatan lebih dominan diisi dengan cara bermain, serta memaksimalkan motorik mereka. Permainan yang digelar itu menyisipkan nilai-nilai kerja sama, saling percaya, sera sikap saling menghormati. “Karakter seperti itu yang ingin kita bentuk,” uajrnya antusias.
Disinggung mengenai perubahan yang dirasakan masyarakat Yuka, Reni menjelaskan masyarakat saat ini lebih peka dan peduli pada lingkungan sekitar. Dulunya yang mengabaikan isu kekerasan, saat ini lebih mendalami dan mulai mencari tahu penyebab kekerasan tersebut terjadi. Selain itu, kelompok perempuan juga banyak melakukan kegiatan positif untuk membangun komunikasi di lingkungan sekitar. “Jadi mereka lebih penasaran apa saja bentuk kekerasan itu, kemudian dengan pelatihan-pelatihan yang diberikan mereka mulai mengembangkannya, selain itu nilai religius mulai tertanam dalam diri mereka, kalau untuk anak-anak disana mereka jadi lebih terbiasa untuk berinteraksi dengan orang lain dengan bahasa yang lebih sopan dan santun, dan kebanyakan dari mereka lebih saling peduli satu sama lain, perubahan itu terasa sekali,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan satu diantara warga Kampung Yuka Yutiawati, setelah program PUSPA masuk di Yuka perubahan positif banyak dirasakan oleh warga sekitar. “Tadinya anak-anak kalau malam suka ngumpul ada yang ngelem, setelah program PUSPA ini berjalan anak-anak mendapatkan pelatihan karakter diri, mengenal hak dan kewajiban mereka sebagai anak, kemudian dapat membedakan mana hal yang buruk dan baik serta punya tujuan hidup kedepan yang lebih baik,” jelasnya antusias, Rabu (19/6).
Untuk kelompok perempuan yang dibimbing PUSPA,Yuti menjelaskan saat ini banyak ibu rumah tangga setelah mendapat pelatihan keterampilan usaha mulai terbuka pikirannya untuk membantu perekonomian keluarga. “Alhamdulillah banyak ibu-ibu yang biasanya suka diam di rumah, kemudian setelah ada pelatihan kewirausahaan terbuka pikirannya untuk membantu perekonomian keluarganya, ini sangat positif sekali program PUSPA masuk ke Yuka, kami juga berharap akan ada lagi kegiatan lanjutannya sehingga banyak ibu-ibu yang terlibat dalam kegiatan tersebut,” ujar ibu yang juga mengorganisir kelompok perempuan marjinal sekaligus pengelola PAUD Mandiri ini. Tak hanya itu, saat ini anak-anak di Yuka lebih aktif melakukan kegiatan marawis, pengajian keliling dan tundang melayu. “ Sebelum ada PUSPA anak-anak suka main internet, ngumpul ga karuan dan ada yang suka ngelem, tapi sekarang sudah tidak lagi,” ujarnya lagi.
Yuti berharap Yuka menjadi Kampung yang aman dan terbebas dari kekerasan pada perempuan dan anak, selain itu tidak anak-anak yang ngelem dan narkoba. “Anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholeha berguna bagi bangsa dan negara, masyrakatnya juga berpikir postif sehingga tidak ada lagi kekerasan atau kenakalan anak-anak yang berdampak negatif, dan masyarakatnya tidak mudah terpropokasi hal-hal yang negatif,” tutupnya pada reporter.
Penulis : Umi