mimbaruntan.com, Untan – Sore hari di bundaran Digulis, terlihat kumpulan massa menyiapkan tetek bengek peralatan. Mulai dari pemasangan bendera di ranting pohon, menyiapkan pengeras suara sampai berbicara dengan aparat berwenang terkait keamanan pelaksanaan aksi. Berbagai perwakilan aliansi bergabung dalam satu kumpulan yang sama, Front Perwakilan Rakyat (FPR) Kalimantan Barat. Mereka berdiri untuk menyuarakan aspirasi yang sama, 11 tuntutan yang telah disusun sebelumnya.
“24 Tahun Reformasi Mati ; Terus Perkuat Persatuan Pemuda Mahasiswa klas Buruh, Kaum tani dan seluruh Rakyat, Lawan Seluruh Kebijakan Rezim Anti Rakyat, dan Menangkan Tuntutan Rakyat”, menjadi tajuk utama dalam spanduk yang dibawa oleh massa aksi. Mereka berbaris dengan rapi di tepi bundaran, memegang poster berisi aspirasi dan bendera masing-masing aliansi.
Baca juga: Aksi Solidaritas Kamisan: Mengawal Ruang Kebebasan Berekspresi
Arifin, selaku koordinator lapangan yang senantiasa memegang toa, terlihat bersemangat menyampaikan koordinasi dan orasi. Ketika diwawancarai selepas perhelatan aksi, Arifin mengemukakan bahwa latar belakang pelaksanaan aksi tersebut bertujuan memperingati beberapa peringatan pada di bulan Mei.
“Selain tanggal 21 Mei sebagai Hari Gerakan reformasi Nasional, kami juga memperingati Hari Buruh Internasional pada tanggal 1 Mei kemarin yang ditiadakan karena sudah mendekati Idul Fitri. Maka dari itu, isu-isu soal buruh juga kita masukkan,” ujar Arifin saat diwawancarai pada Sabtu, (21/4).
Aksi berlangsung damai dan selesai menjelang magrib. Berbagai tuntutan terus disuarakan oleh peserta aksi. Terhitung ada enam orator dari berbagai aliansi, diantaranya adalah Front Mahasiwa Nasional (FMN) Cabang Pontianak, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Wilayah Kalimantan Barat, dan Himpunan Mahasiswa Papua (Himapa).
Saat menghampiri salah satu peserta aksi, adalah Yetno, perwakilan dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menunjukkan raut bersemangat saat menceritakan adanya konflik agraria yang terjadi di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat. Ia pula memaparkan bahwa hal ini juga menjadi latar belakang dari hadirnya aksi pada kali ini.
“Lahan di Kalimantan Barat itu sudah dibagi menjadi beberapa konsesi, baik perkebunan, pertambangan, perusahaan Kayu HTI, perusahaan Kayu HPH, maupun kawasan konservasi. Hak masyarakat atas tanah dan pengelolaan sumber daya alam menjadi berkurang bahkan hilang,” paparnya saat diwawancarai.
Baca juga: Unjuk Rasa di DPRD Kalbar, dari Minyak Goreng hingga 3 Periode
Yetno juga berharap dengan adanya aksi ini, pemerintah baik tingkat kabupaten maupun provinsi akan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat atas hak wilayah adat dan pengelolaan sumber daya alamnya.
“Seringkali program yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut, sehingga kami menuntut adanya hak atas pengelolaan SDA tanpa embel-embel program apa pun,” ungkap Yetno.
Selepas magrib, aksi dilanjutkan dengan panggung rakyat yang diisi oleh penampilan dari berbagai aliansi, seperti musikalisasi puisi, bernyanyi dan lainnya. Pada awalnya, peserta aksi berencana untuk melakukan prosesi bakar lilin. Namun kegiatan tersebut tidak sempat dilakukan mengingat aksi yang dilakukan mempunyai batas waktu, karena dilakukan di tempat umum.
“Bakar lilin ini ingin kami lakukan sebagai bentuk simbolik untuk mengenang jasa-jasa para pejuang yang sampai saat ini berkorban sampai mempertaruhkan jiwa dan raganya,” ujar Arifin saat ditanya mengenai makna dari prosesi tersebut.
Untuk mengisi waktu-waktu terakhir, para peserta aksi bergiliran unjuk gigi. Satu per satu dari mereka maju ke depan, menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan musikalisasi puisi dengan iringan gitar yang dimainkan Arifin. Pada penutupan aksi, peserta aksi asik meneriakkan slogan-slogan perjuangan yang membuat suasana tetap bersemangat.
Penulis: Dedek & Putri
Editor: Niel