mimbaruntan.com, Untan – Kalimantan merupakan salah satu provinsi dengan luas lahan gambut paling besar di Indonesia, yaitu 4,5 juta hektare. Berkaitan dengan hal tersebut, program studi (Prodi) Agribisnis, Universitas Tanjungpura (Untan) mengadakan webinar dengan tema “Digitalisasi Agribisnis Gambut Rumah Kita: Encouraging The Youth Generation to Become Farmers with Entrepreneurship”.
Karakteristik gambut yang mudah terbakar dan daya simpan air yang tinggi bukan menjadi penghalang bagi generasi muda untuk memberdayakan gambut. Sifatnya yang unik dan luasnya lahan gambut di Kalimantan justru menuntut para generasi muda terkhusus mahasiswa untuk lebih terbuka dalam melihat potensi-potensi yang ada pada lahan gambut.
Saat ini lahan gambut sudah banyak ditanami oleh tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, dan sagu. Tidak hanya tanaman perkebunan, tanaman hortikultura dan sayuran juga dapat dibudidayakan pada lahan gambut.
Baca Juga: Soroti Keunikan Gambut Tertua Melalui Bincang Gambut
Adalah Hastin Ernawati, dosen Universitas Palangkaraya mengatakan bahwa sudah banyak masyarakat yang bermain pada bisnis kelapa sawit tetapi sebenarnya masih ada sisi lain dari kelapa sawit yang masih bisa dijadikan peluang bisnis.
“Mungkin sudah lumayan besar masyarakat yang bermain dengan bisnis sawit dari mulai CPO (Minyak kelapa sawit) sampai limbahnya. Nah, tapi mungkin ada sisi lain dari sawit ini yang bisa kita jadikan peluang bisnis, seperti pengelolaan limbah sawit yang bisa dipakai untuk pembangkit tenaga listrik,” ujarnya.
Hastina juga menyebutkan bahwa pemerintah sudah menyediakan pasar yang menjembatani antara eksportir dengan pembeli, yaitu Inaexport yang mempermudah siapapun termasuk eksportir pemula untuk mengekspor produknya. Marketplace ini sangat bisa dimanfaatkan mahasiswa yang mau mencoba untuk mengekspor produk bisnisnya.
“Terkait ekspor ini, pemerintah sudah menyediakan pasar yang menjembatani antara eksportir dan pembeli yang namanya Inaexport. Nah, di situ kita bisa menemukan pembeli yang membutuhkan produk yang kita miliki. Bagi adek-adek mahasiswa yang ingin mencoba menjadi eksportir pemula bisa memanfaatkan marketplace ini,” jelasnya.
Disampaikan pula oleh Hastin bahwa diperlukan beberapa karakteristik jika seseorang ingin menjadi agrotechnopreneur.
“Bagi adek-adek mahasiswa yang mungkin betul-betul ingin menjadi seorang petani yang berbeda, seorang agrotechnopreneur di gambut ya mungkin karakteristik inilah yang harus dipunya, di antaranya mampu memecahkan masalah dengan cepat dan tepat, rendah hati dan harmonis dengan alam, pantang menyerah, mampu mengelola teknologi dengan baik pada setiap tahapan bisnis, cepat tanggap pada kondisi mendesak, percaya diri, dan bekerja secara terstruktur,” sambungnya.
Baca Juga: Paradise Of Peatland: Titik Awal Membangun Sebuah Pemahaman Tentang Gambut
Untuk mengoptimalkan usaha bisnis dengan pemanfaatan lahan gambut, seorang agrotechnopreneur dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman khususnya di sektor pertanian yang sudah banyak memanfaatkan teknologi dari mulai produksi hingga pemasaran.
Maswadi selaku Ketua prodi Agribisnis mengatakan bahwa perkembangan internet telah memasuki sektor pertanian sehingga masyarakat terutama mereka yang berbisnis di sektor pertanian harus mampu beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital berbasis internet.
“Sekarang ini perkembangan internet telah memasuki sektor pertanian yang membuat masyarakat terutama pebisnis di sektor pertanian harus mampu beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital berbasis internet,” ujarnya.
Maswadi menyebutkan bahwa dalam kegiatan bisnis usaha tani di lahan gambut perlu adanya manajemen input yang baik, penggunaan benih dan bibit yang benar dengan menerapkan dua konsep digitalisasi, yaitu presesi agrikultur dan smart farming.
“Nah, kegiatan bisnis usaha tani di lahan gambut perlu manajemen input yang baik, penggunaan benih dan bibit yang benar. Konsep digitalisasi ini ada dua, yang pertama itu presesi agrikultur, yaitu teknologi yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan presesi dari kegiatan pertanian di lahan sehingga proses kontrol kegiatan tersebut dapat dilakukan tepat waktu. Yang kedua ada smart farming yang artinya menerapkan teknologi, data, dan informasi untuk proses optimasi sistem pertanian yang kompleks untuk mendukung pertanian dalam pengambilan keputusan berdasarkan data real,” jelasnya.
Maswadi menyampaikan harapannya bahwa mahasiswa dapat termotivasi dan terbuka pikirannya untuk terus mengeksplor potensi dari lahan gambut dan peluang bisnis yang ada.
“Harapannya, hal ini bisa menjadi motivasi mahasiswa, membuka pikiran mahasiswa terkait peluang bisnis yang ada di lahan gambut karena lahan gambut ini sangat unik sekali sehingga perlu kita eksplor lebih lagi,” pungkasnya.
Penulis: Vanessa
Editor: Lulu