mimbaruntan.com, Untan — Menyambut pesta demokrasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) tahun depan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan AGENDA gencar melakukan sosialisasi terutama mengenai hak akses bagi penyandang disabilitas. Satu di antaranya adalah acara sosialisasi pada Senin (22/5) di Hotel Mercure, yang lalu. Acara tersebut dihadiri oleh Jurnalis dari berbagai media dan penyandang disabilitas di Pontianak.
Selain Jurnalis acara tersebut juga dihadiri penyandang disabilitas. Hal ini bertujuan agar para penyandang disabilitas dapat mengeluarkan pendapat terkait penyelenggaraan Pemilu di Kalbar.
Menurut Misrawi, salah satu anggota KPU Provinsi Kalbar mengungkapkan, bahwa Tempat Pemungutan Suara (TPS) cenderung mengabaikan hak bagi penyandang disabilitas untuk memilih. KPU sendiri menurutnya sudah melakukan upaya dari regulasi hingga sosialisasi agar penyandang disabilitas dapat menggunakan hak pilihnya dengan nyaman.
“Kami sulit menemukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dalam menyelenggrakan regulasi yang dibuat KPU. Disuruh mencatat jenis disabilitasnya dicatat tapi tidak semua, memang betul banyak TPS yang bandel,” ujarnya. Ia menambahkan untuk meminimalisir hal tersebut KPU membuat aturan agar penyelenggaran pemilu tidak boleh bertugas lebih dua kali.
Hingga saat ini KPU sendiri belum mempunyai jumlah pasti penyandang disabilitas yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masrawi mengatakan kendala yang KPU alami salah satunya ialah kesulitan dalam hal pendataan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). “Pada pemilu 2016/2017 hanya data pembanding, kendala kita salah satunya DP4 tidak menyebutkan jenis disabilitasnya,” tambahnya.
KPU telah membuat regulasi terkait akses yang benar bagi penyandang disabilitas. Berikut beberapa kriteria yang ditetapkan oleh KPU pusat dan daerah;
1. Tempat TPS tidak berbatu, tidak berumput tebal, tidak bertangga-tangga dan tidak menyeberang parit.
2. Lebar pintu masuk TPS 90 cm untuk memberi akses gerak bagi pengguna kursi roda.
3. Ukuran tinggi meja bilik suara 35 cm agar mudah dijangkau oleh pengguna kursi roda.
4. Sediakan alat bantu coblos pemilih tunanetra di setiap TPS.
5. Sediakan formulir C3/form pendamping bagi pemilih disabilitas.
Jurnalis harus Gunakan Terminologi yang Tepat
Acara yang bertemakan Pelatihan Panduan Media untuk Pemberitaan Pemilu Akses ini juga sekaligus memberikan pemahan terhadap Jurnalis agar menggunakan terminologi yang tepat agar tidak menyinggung atau mendeskriditkan penyandang disabilitas. Seperti kata penyandang cacat, buta, serta tidak memilih angel yang menunjukan kelemahan penyandang disabilitas.
Seorang jurnalis Pon TV mengaku banyak pengetahuan baru mengenai cara meliput tentang penyandang disabilitas. Ia sendiri belum mempunyai banyak pengalaman dalam meliput tema tersebut. “Mungkin pemberitaan tentang penyandang disabiltas jang di dramatisir dan mendeskriditkan,” katanya usai acara.
Sedangkan Jusrianto wartawan RRI yang sejak tahun 2006 berkecimpung di dunia Jurnalistik olahraga mengaku sudah sering mewawancari penyandang disabilitas. Ia menyarankan kepada media massa agar menggunakan istilah yang tepat bagi penyandang disabilitas. “Harus dipublikasikan agar masyarakat tahu untuk penyebutan yang tepat bagi penyandang disabiltas, sehingga tidak ada persepsi yang salah dikalangan masyaratakat,” pungkasnya.
Penulis : Irvan
Editor : Adi