mimbaruntan.com, Untan – Pemuatan hak jawab ini merupakan pelaksanaan rekomendasi sesuai dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Sesuai dengan pedoman pemuatan hak jawab, tulisan ini disunting tanpa mengubah substansinya.
Pemberitaan dengan judul “Dugaan Pungli, Dosen Kumpulkan Iuran Praktik Mata Kuliah” sesuai ekspose “mimbaruntan.com” tertanggal 6 Januari mendapatkan respon keras dari pihak Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan) serta Rektorat. Terutama subjek dosen berinisial ER yang memang mengakui tidak pernah ditemui reporter maupun redaktur Mimbar Untan sebelumnya.
Padahal sehari-hari ER menjalankan tugasnya selaku pengajar di FKIP Untan Program Studi Bahasa Inggris. ER bahkan bersikap pro-aktif dengan mendatangi Sekretariat Mimbar Untan, namun kosong lantaran masa libur perkuliahan sehingga terpaksa dijembatani oleh Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.
ER mengklarifikasi “tuduhan” kepadanya seolah melakukan pungutan liar (pungli) yang jelas-jelas merupakan tindakan koruptif, sementara yang beliau lakukan adalah iuran praktikum mata kuliah Bahasa Inggris yang diampunya sepengetahuan pihak FKIP dan telah berlangsung bertahun-tahun sebagai bagian mata kuliah praktikum. Iuran ini sah dan legal sesuai aturan kampus dan undang-undang.
Diberitakan mimbaruntan.com edisi 6 Januari, bahwa sejak pertengahan November tepatnya (18/11), reporter menerima laporan dugaan kasus pungutan liar terjadi di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura. Dugaan terjadi karena keluhan mahasiswa mengenai transparansi biaya iuran dalam pengambilan nilai praktik mata kuliah. Dandi (nama samaran), seorang mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2021 mengaku ia bersama rekan seangkatannya mengalami tindakan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum dosen pada salah satu mata kuliah yang ia ambil.
Hal ini bermula ketika dosen ‘ER’ dibantu oleh asistennya ‘T’ dan ‘D’ meminta uang dengan label iuran sebagai dana kegiatan tanpa adanya transparansi Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Mengenai hal ini, ER menjelaskan dalam hak jawabnya, bahwa mata kuliah “Poetry” (puisi) yang diampunya terdiri dari 4 kelas dan diampu oleh 3 orang dosen.
“Kegiatan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak semester lalu (semester 4) dengan lancar dan tanpa hambatan. Karena mata kuliah ini berbasis ‘project based learning‘ maka di akhir pembelajaran mahasiswa diminta untuk menampilkan kemampuan baca puisi dalam Bahasa Inggris. Untuk itu mahasiswa diberi pilihan apakah mau tampil di depan kelas aja atau di panggung.”
ER menerangkan bahwa semua mahasiswa setuju praktikum “Poetry” di atas panggung. Oleh karena itu dugaan pungli sama sekali tidak benar.
“Disampaikan kepada mahasiswa jika di atas panggung, maka kita membutuhkan biaya sebesar Rp. 20.000 (baca: dua puluh ribu rupiah) untuk keperluan persiapan dan pelaksanaan penampilan. Mulai dari biaya dekorasi panggung, ‘banner-lighting‘, konsumsi, dokumentasi dan cetak sertifikat.”
Itulah RAB yang diketahui dalam musyawarah kelas mata kuliah. Tidak ada mahasiswa yang keberatan. Melalui ketua kelas masing-masing terkumpullah biaya sebesar Rp. 1.820.000 (baca: satu juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah). Biaya ini tentu tidak cukup untuk kegiatan yang berlangsung selama dua hari. Oleh karena itu, dicetaklah tiket bagi publik untuk menonton. Hasil dari penjualan tiket terkumpullah Rp 1.900.000 (baca: satu juta sembilan ratus ribu rupiah).
Jadi total biaya yang terkumpul Rp. 3.720.000 (baca: tiga juta tujuh ratus dua puluh ribu rupiah). Dana inilah yang digunakan untuk keperluan kegiatan sampai tuntas. Masih ada saldo sebesar Rp. 26.000 (baca: dua puluh enam ribu rupiah). Akhirnya disepakati saldo ini dibelikan air mineral saja.
“Laporan Pertanggungjawaban ini sudah disampaikan di kelas masing-masing. Jadi tidak ada masalah dan tidak pula ada yang keberatan sampai mata kuliah berakhir semester genap lalu.”
Kegiatan ini dihadiri semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah Poetry sebanyak 91 orang, ditambah dengan 3 juri yang diambil dari dosen pengampu mata kuliah dan penonton.
“Anehnya pada semester ini kok ada oknum mahasiswa yang masih minta transparansi lagi?”
Sebenarnya bagi ER gampang saja memberikan transparansi untuk kedua kalinya hanya saja karena sikap mahasiswa yang bersangkutan tidak sopan, berkata kasar, berteriak-teriak, membentak sambil berdiri dan menunjuk-nunjuk ke arah tidak hanya dosen pengampu, tapi juga kepada semua dosen termasuk Ketua Program Studi (Kaprodi) dan Wakil Dekan I Bidang Akademik (WD-1) yang hadir saat eksplanasi berlangsung
Tentu saja sebagai pendidik semua dosen yang diperlakukan seperti itu tidak terima dan diberi tahu baik-baik tapi ditanggapi dengan sikap yang tidak sopan dan semakin jadi melawan.
“Jadi kalau dibilang diintimidasi, tidak ada sama sekali intimidasi dari pihak fakultas atau universitas. Justru para dosen ingin mengajarkan adab kepada mahasiswa yang bersangkutan karena adab itu levelnya di atas ilmu.”
Tentang pembatalan sepihak dengan dana iuran dikembalikan lain lagi ceritanya. Yakni pada semester lima.
“Pada semester 5 Mata Kuliah Literary Appreciation, pada awalnya mereka setuju untuk tampil di panggung dan siap dengan biaya yang disepakati untuk keperluan pementasan ‘story telling‘. Tetapi kemudian ada beberapa mahasiswa menyampaikan keberatan dengan cara yang tidak sopan dan kurang adab. Akhirnya dana yang sudah dikumpulkan oleh koordinator kelas masing-masing terpaksa dikembalikan. Dan pementasan dilakukan di kelas saja.”
Dengan klarifikasi ini, dosen ER juga menyebutkan bahwa saat menjadi mahasiswa dahulu, beliau juga adalah reporter Mimbar Untan. Namun, sejak awal menjadi reporter selalu mengenal narasumber apakah dapat dipercaya atau tidak. Sebab jika narasumber “berbohong” maka berita juga berisi kebohongan. Apalagi narasumber utama tak dapat dikonformasi sebagai bentuk ‘cover both side‘. Jika pemberitaan menggunakan ‘cover both side‘ maka tak akan ada hak jawab atau klarifikasi yang berujung permohonan maaf pihak media massa.
Penulis: ER
*Berikut dokumentasi kegiatan