mimbaruntan.com, Untan – Beberapa hari terakhir Kota Pontianak dilanda hujan lebat selama 3 – 5 jam dalam sehari. Kondisi hujan lebat tersebut membuat adanya genangan air di sejumlah daerah di Kota Pontianak.
Berdasarkan pemberitaan dari www.mongabay.co.id menyebutkan bahwa sejarah Pontianak yang tercatat pada 5 Juli 1779 mengatakan bahwa Belanda membuat perjanjian dengan Sultan mengenai penduduk Tanah Seribu agar dapat dijadikan daerah kegiatan Belanda yang kemudian menjadi kedudukan pemerintahan Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo atau Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat dan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianakatau Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontianak. Area ini selanjutnya menjadi Controleur het Hoofd Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van Pontianak Kawasan ini terletak persis di seberang Keraton Kadriah, yang sekarang menjadi pusat pemerintahan.
Untuk mengantisipasi masalah kawasan tersebut yang merupakan daerah rawa, Belanda membangun parit-parit atau kanal. Kanal dalam Bahasa Belanda, mempunyai arti parit. Belanda bahkan membuat kanal di daerah Kuala Dua dan daerah lainnya di Pontianak, untuk pengendalian air masuk dan keluar. Belanda turut membangun dan merencanakan parit sebagai pengendali banjir di Pontianak, meniru sistem kanalisasi di Belanda. Maklum, dengan tinggi 0,8 meter hingga 1,5 meter dpl (di atas permukaan laut) Pontianak sangat rentan banjir saat itu.
Heri Mustamin selaku Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD Kota Pontianak menilai bahwa parit di Kota Pontianak sudah mulai diperkecil bahkan ditutup untuk pembangunan dan pelebaran jalan. Parit Kota Pontianak dibuat sudah ada sejak penjajahan zaman Belanda untuk mencegah adanya banjir melanda. Sehingga fungsi parit sebagai pembatas lahan dan untuk mengurangi kadar air di tanah gambut kurang optimal.
“Kota Pontianak ini dibangun konsep kota 1.000 parit ternyata parit kita sekarang Parit Jepon, Parit Tokaya, Parit Banser semakin hari semakin sempit bahkan ada beberapa parit juga sudah ditutup,” ungkapnya.
Merujuk SK Walikota Pontianak No 34 tahun 2004, parit di Kota Pontianak dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni parit primer (187,474 meter), sekunder (102,045 meter) dan tersier (97.700 meter). Menurut Heri, dalam mencegah genangan air yang terjadi sekarang ini perlu adanya normalisasi setiap parit untuk mengalirkan air ke aliran sungai.
“Parit-parit yang belum tersentuh ini harus dinormalisasikan kedua akses atau connecting drainase primer, sekunder, dan tersier benar-benar terhubung kepada parit,” pungkasnya.
Penulis: Suryansah
Editor: Adi Rahmad