Mimbaruntan.com, Untan – Tugu Digulis adalah satu di antara ikon Kota Pontianak. Sebelas bambu runcing pada tugu itu ternyata mempunyai filosofi penghormatan untuk 11 pejuang Kalimantan Barat. Tiga diantaranya adalah Gusti Sulung Lelanang, Gusti Muhammad Situt Machmud, Haji Rais Abdurahman, Sabtu (17/11).
Syarifudin Usman menuturkan sisi berbeda dari beberapa pejuang Kalimantan Barat. “Di Boven Digoel, Gusti Sulung Lelanang tidak bergabung dengan kelompok komunis. Justru dia mengajar kursus bahasa Inggris dan bahasa Jerman sebagai pendidik di sana,” jelasnya. (5/11)
Baca Juga: Riwayat Perjuangan Gusti Sulung Lelanang
Tak hanya Gusti Sulung Lelanang yang mengemban tugas mulia sebagai pengajar di sana. Gusti Moehammad Situt Machmud juga mengembangkan hobi nya di tanah pengasingan itu.
“Gusti Situt punya bakat dalam menjala ikan atau menangkap ikan. Suatu hari ia dapat ikan baung yang sangat besar. Itu dimuat dalam surat kabar berbahasa Belanda. Lalu ikan itu dimasak khas Kalimantan Barat dan enak sekali di lidah orang yang dibuang di sana. Oleh sebab itu dia membuka rumah makan,” tambah sejarawan Kalimantan Barat ini.
Syarifudin Usman mengatakan bahwa sebuah hobi juga dimiliki oleh Haji Rais Abdurahman. Meskipun postur tubuh yang bisa dikatakan pendek, beliau menjadi pemain bola dan sampai berteman dengan Bung Hatta. Meskipun bermain dengan kaki kiri, namun tendangan beliau sangat hebat.
Sebelas pejuang Kalimantan Barat ini memiki otak yang cerdas dan kritis, terbukti bahwa mereka semua adalah jurnalis. Meskipun diasingkan beberapa waktu, saat kembali Kalbar mereka tetap pantang menyerah dan mempunyai semangat yang tinggi untuk membela Indonesia sampai merdeka.
Baca Juga: eringati Hari Pahlawan, HIMEPA Bagi-bagi Stiker ke Pengendara
Rosinta, mahasiswi yang mengaku sering melewati Tugu Digulis mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui tentang sejarahnya. “Menurut aku mahasiswa banyak yang nggak tau, termasuk aku nggak tau”, ucap Rosinta.
Ia berkeinginan agar sejarah tersebut lebih disebarkan luaskan lagi, terutama di media sosial. Ia juga berharap agar mahasiswa tidak apatis tentang sejarah. “Mahasiswa perlu tahu sejarah. Karena kalau kita tahu sejarahnya enak, kalau kita ditanya orang gak malu-maluin. Masa tinggal di Pontianak tapi nggak tahu sejarah Tugu Digulis yang cukup terkenal itu,” ujar mahasiswi dari prodi Kimia ini.
Penulis: Anggela Juniati
Editor : Aris Munandar