“Apapun makanannya, minunmnya teh botol sosro.” Mungkin tagline iklan tersebut sangat-sangat tidak relevan bagi mahasiswa. Aku kira sehabis makan, minuman favorit tetap air putih. Kalaupun di warung makan, meskipun minum teh es (atau es teh), kebanyakan bukan teh botol sosro. Melainkan sariwangi atau prendjak.
Agaknya lebih relevan untuk mahasiswa Untan kalau narasinya sedikit diganti. “Apapun minumannya, nyebutnya tetap ngopi.” Ya iyalah. Mau pesan cappucino es, es teh, wedang jahe, coklat panas, bahkan air putih sekalipun, ajakannya tetap, “ngopi yuk.”
Nongkrong di kafe (atau dulu disebut warung kopi, sebelum terdampak globalisasi dan westernisasi) seakan sudah menjadi budaya di kalangan mahasiswa. Suasana ngopi selalu nyaman. bahkan nyaris untuk semua aktivitas mahasiswa. Saya tertarik untuk mengulik “budaya” ngopi ini lebih jauh.
Pada hari Jumat, 7 Desember 2018 kemarin kami (saya, teman-teman Miun, dan teman-teman lain yang membantu survei kecil-kecilan ini, dan dalam tulisan ini saya sebut kami) telah menghimpun keterangan dari 50 mahasiswa dari 9 fakultas yang ada di Universitas Tanjungpura. Melalui WhatsApp,kami bertanya tentang hal yang ia bicarakan saat nongkrong di kafe bersama teman-temannya. Masing-masing mahasiswa itu menjawab 3 hal yang paling sering mereka bicarakan. Mungkin kamu satu di antaranya. Berikut adalah enam jawaban teratas hal yang paling sering dibicarakan mahasiswa Untan saat nongkrong di kafe.
- Tugas Kuliah
Seperti sudah kodrat mahasiswa harus berhadapan dengan tugas kuliah. Kutub Utara sampai Kutub Selatan,tugas kuliah tak akan lepas dari tangan mahasiswa. Baik untuk penganut bumi datar, bumi bulat, maupun bumi donat.
Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bahkan terjaga dari mimpi buruk di tengah malam pun ingat dengan tugas. Ini terbukti dari 50 mahasiswa yang menjadi sampel kami. Sebanyak 21 persen menjawab membicarakan tugas kuliah saat nongkrong di kafe. Jawaban membahas dan mengerjakan tugas kuliah adalah jawaban terbanyak. Mulai dari tugas individu sampai kelompok. Belum lagi take home dan sebagainya.Percayalah, tidak ada sutu mahasiswa pun yang luput dari yang namanya tugas kuliah.
Baca juga:Pikir Pakai Otak
Menjadi lazim ketika tugas kuliah menjadi hal yang paling banyak dibicarakan. Setidaknya karena dua hal. Pertama, narasumbernya mahasiswa. Kedua, Kafe adalah tempat yang menyenangkan untuk mengerjakan tugas.
Untuk alasan pertama, kurasa sudah jelas. Orang cenderung membicarakan tentang apa yang dia lakukan. Akan beda halnya saat kita bertanya kepada petani apa yang sering ia bicarakan saat main gaple di pos ronda. Ya jawabannya mungkin hama, harga beras, insektisida jenis terbaru, dan mungkin anggaran proyek cetak sawah yang bermasalah.
Kurniawati Safitri mengungkapkan dia terkadang mengerjakan tugas di kafe. “Tergantung situasi di kafe, kalau pengunjungnya ramai, sudah tidak nyaman lagi untuk mengerjakan tugas,” ungkap mahasiswa dari Prodi Statistika FMIPA Untan angkatan 2018 ini.
- Lawan Jenis
Seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Langsung dibilang tak bermoral, bejat, dan ungkapan-ungkapan sejenis. Hingga hanya tersalur dalam labirin-labirin pembicaraan. Namun semakin ke sini, pembicaraannya semakin terbuka saja. Hingga banyak wacana pendidikan seks sejak dini untuk menghindarkan anak dari kejahatan seksual.
Tentu akan baik kalau dibicarakan untuk tujuan yang baik. Begitu juga sebaliknya. Namun berbeda hal hal jika seks dipahami hanya seputar masalah selangkangan.
Seks adalah kebutuhan dasar sejak pertama manusia diciptakan. Bahkan mendahului sandang. Apalagi kalau berbicara tentang eksistensi manusia. Seks tak jauh lebih penting dari makan, tapi tetap ada batasan. Jika makan dibatasi dengan kenyang, maka seks dibatasi dengan usia. Di dalam agama dibatasi dengan label haram dan halal. Urusannya pernikahan.
Jika urusan perut melahirkan ideologi yang membuat manusia saling bermusuhan, seks juga bisa. Dalam mitologi Yunani, Perang Troya disebabkan oleh ulah Paris yang menculik Helene dari suaminya, Menelaos, Raja Sparta.
Karena seks adalah kebutuhan dasar, maka akan selalu ada pembicaraan tentang lawan jenis. Pria membicarakan wanita. Wanita membicarakan pria. Tak heran jika lawan jenis menjadi menjadi urutan kedua hal yang paling sering dibicarakan. Sebanyak 12 persen menjawab membicarakan lawan jenis saat di nongkrong di kafe.
Baca juga: Kupilih Kau dengan Maney
Apakah menurutmu uraian di atas sangat prematur untuk menyimpulkan seks dan ketertarikan antar lawan jenis hingga jadi pembicaraan. Oke kita sederhanakan sesederhana mungkin. Bahwa yang menjadi penghubung antara satu manusia dan manusia lain adalah kebutuhan. Pernah dengan istilah zoon politicon. Ini diungkapkan oleh Aristoteles. Sempitnya, diartikan sebagai hewan bermasyarakat.
Manusia satu membutuhkan manusia lain untuk keberlangsungan dan eksistensinya. Salah satu kebutuhannya adalah seks. Jika ada seseorang yang berkata, “dia berteman denganku hanya untu memanfaatkan apa yang kumiliki.” Lantas merasa rugi? Coba belajar sosiologi lagi. “Homo Homini socius,” kata Adam Smith.
- Bergosip
Aktivitas bergosip akrab dengan kaum hawa. Terlepas dari faktor usia. Namun terkadang pria juga melakukannya. Termasuk segolongan kaum yang disebut mahasiswa. Saat ditanya apa yang mereka bicarakan saat nongkrong di Kafe, ada 11 persen narasumber yang menjawab gosip. Menjadi nomor 3 hal yang paling sering dibicarakan mahasiswa Untan di Kafe.
Bergosip hampir selalu dipahami dengan konotasi yang negatif. Dalam KBBI V luring, gosip berarti “obrolan tentang orang-orang lain; cerita negatif tentang seseorang; pergunjingan.”
Saya tidak akan membenarkan sepenuhnya aktivitas pergosipan ini. Namun jika gosip juga diartikan sebagai membicarakan orang lain, harusnya tidak selalu dikonotasikan negatif. Ini pembelaan untuk sebagian kecil dari 11 persen narasumber yang bergosip di jalan yang lurus.
Apakah ngomongin teman yang lagi kesusahan dengan niat dan tujuan untuk membantu seperti yang dilakukan Ika Tamara Putri dari Prodi Matematika, FMIPA Untan dan teman-temannya yang lain adalah buruk? Tidak.
- Diskusi
Aktivitas yang satu ini akrab untuk insan akademis. Menurutku, untuk mematangkan sebuah ilmu tak cukup hanya dengan buku. Harus dibenturkan dengan pandangan lain agar terbentuk dengan baik. Bukankah Plato memberi kritik atas pemikiran gurunya, Sokrates. Hingga ia menelurkan pemikiran filsafat baru.
Di era yang katanya dunia sudah dalam genggaman ini, harusnya tersedia banyak bahan untuk didiskusikan. Mulai dari hal yang lagi viral di medsos sampai peristiwa terbaru di portal-portal berita online. Inilah yang biasa dilakukan oleh 11 persen narasumber di sela-sela ngopinya.
Diskusi lintas disiplin ilmu juga menarik. Menambah wawasan tentang bidang keilmuan lain. Namun aku rasa kalian sepakat bahwa yang paling akrab dibicarakan dalam diskusi adalah soal politik. Seperti yang dilakukan oleh Paganda Erick Christianto dari Prodi Ilmu Komunikasi Fisip, Teo Romondo Paskalis dari Pendidikan Sejarah FKIP, Rendy Partono dari PPKN FKIP dan mungkin kamu.
Tak harus seperti Indonesia Lawyers Club di TV One yang pembicaranya lebih ingin didengar daripada mendengar, atau Q &A di Metro TV yang setiap pertanyaan seperti ingin menjatuhkan.
Cukup berpegang pada keyakinan bahwa setiap orang punya pemikiran dan pendapat yang berbeda. Itulah modal dalam berargumen. Tapi berilah sedikit sentuhan akademis. Argumen dengan logika, bukan dengan prasangka semata. Lebih baik lagi kalau dengan data. Siapa tahu obrolan-obrolan di kafe, bisa menyumbangkan gagasan untuk membangun negeri.
- Pengalaman Hidup
Mungkin kamu pernah dengar pepatah klise, “pengalaman adalah guru terbaik.” Tapi masih dan akan selalu relevan. Agar tidak melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Tanpa bermaksud mengatakan aktivitas lain di kafe tidak bermanfaat. Tapi bercerita tentang pengalaman hidup adalah hal yang bermanfaat.
Ini yang dilakukan orang sukses agar hidupnya lebih bermanfaat. Pernah baca buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong, atau Mimpi Sejuta Dolar karya Marry Riana. Dari luar negeri ada bukunya Robert T. Kiyosaki yang judulnya Rich Dad Poor Dad.
Terlepas itu pengalaman baik atau pengalaman buruk. Pengalaman baik untuk ditiru. Pengalaman buruk untuk dihindari dan dijadikan pelajaran.
Nurhamzah dari Prodi Matematika FMIPA suka berbagi cerita bersama teman SMA-nya tentang kehidupan di Pontianak. Sepertinya ini mahasiswa baru yang sedang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Selain Nurhamzah, ada 10 persen lagi narasumber yang mengatakan bahwa saat nongkrong di kafe, mereka suka bercerita soal pengalaman hidup. Seperti menjadi sejarawan untuk diri sendiri.
- Game
Aku terlalu malas untuk mencari manfaat bermain game. Karena saat kucari manfaat di Google, yang keluar mudharat. Apakah peneliti lebih suka mengkaji keburukan dibandingkan kebaikan dari suatu hal? Entahlah. Atau ada alasan lain? Silahkan tinggalkan di kolom komentar (udah macam Youtuber aku).
Aku yakin setiap yang kita lakukan mengandung kebaikan. Meskipun cuma sedikit. Hitler saja saat melakukan genosida, masih bangga karena merasa melakukan kebaikan untuk rasnya. Meskipun dikecam oleh seluruh dunia.
Gamers. Di bahasa Indonesiakan menjadi pemain gim. Aku ingin mengganti game menjadi gim. Biar dibilang KBBI berjalan seperti Ivan Lanin. Namun kekhawatiranku lebih besar karena game lebih akrab di mata, hati dan telinga daripada gim. Takutnya dikira salah ketik. Typo.
Mungkin tidak asing lagi saat kita pergi ke kafe yang ada wifi-nya, pasti ada saja anak-anak, akil baligh, sampai yang sudah dewasa secara umur bermain gim. Kadang ada sumpah serapah dan kebun binatang keluar dari mulut mereka. Mengganggu? Mungkin ia. Tapi menurutku dan mungkin juga untuk orang-orang yang sudah terbiasa itu tak ubahnya suara alam. Ya suara alam, kalau disamakan dengan simfoni yang indah dianggap terlalu berlebihan.
Baca juga: Kekerasan Terhadap Perempuan, Sebuah Masalah Yang Tak (Pernah) Usai
“Push rank PUBG atau Mobile Legend ni,” ucap Ignasius Layola Dedy, mahasiswa FKIP Untan Prodi Pendidikan Matematika ini saat nongkrong di kafe bersama temannya. Ia merupakan satu di antara 9 persen mahasiswa Untan lain yang mengaku menghabiskan waktu bermain dan membicarakan gim saat nongkrong di kafe.
Pembicaraan saat nongkrong di kafe yang tidak saya masukkan ke daftar di atas adalah seputar makanan, rencana liburan, ngomongin hobi, Korea (musik, drama dan wajah tampan dan cantik artisnya), organisasi, bisnis, kerjaan, sampai curhat. Memang tidak kalah penting untuk di bahas. Tapi tulisan ini teramat panjang jika untuk menguraikan semuanya. Saya memilih 6 jawaban terbanyak untuk dibahas. Kalau tulisan ini bermafaat ya syukur. Kalau tidak juga, yowes, rapopo.
Penulis: Aris Munandar
Editor : Nurul R.M.