Olak Olak Kubu desa yang jauh dari hingar bingar, di depannya terdapat sungai kapuas yang menawan, di belakangnya terdapat hutan yang masih asri yang menambah kesan desa ini sangat tenang. Ketenangan desa ini berbeda jauh dengan kehidupan warga setempat, sepanjang waktu warga tak bisa tenang karena akses jalan ke luar desa dalam keadaan rusak, yang paling menyedihkan saat warga sakit atau ingin melahirkan harus terkendala oleh transportasi dan diperparah dengan kurangnya penerangan jalan pada malam hari. Bahkan beberapa warga harus menutup usianya di jalan ketika hendak di bawa ke Rumah Sakit.
mimbaruntan.com, Untan – Matahari pagi cukup hangat di Desa Olak-Olak Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya. Hari itu kami menemui pria paruh baya dengan perawakan tidak terlalu tinggi dan rambutnya yang kian memutih yang dengan ramah menyambut kedatangan kami. “Ya beginilah kondisi Desa kita,” lirihnya saat kami hendak memasuki Kantor Desa.
Pria 40 tahun yang biasa Musri ini bekerja sebagai Kasi Pembangunan Desa Olak-Olak Kubu. Musri mengatakan beberapa tahun terakhir momok yang dihadapi oleh warga Desa Olak-Olak Kubu adalah infrastruktur jalan yang tidak merata sehingga menimbulkan berbagai persoalan lain terutama pelayanan kesehatan warga.
Terlihat raut kecewa dalam wajahnya saat menceritakan seorang warga yang harus menutup usia ketika menuju rumah sakit kota. “Yah baru-baru ini warga kita meninggal, namanya pak Usman, ia meninggal akibat terkena tetanus, meninggalnya di jalan sebelum sampai ke rumah sakit kota,” ceritanya pada kami.
Ia mengenang saat itu, Usman sempat diberikan pengobatan seadanya, namun kondisi yang semakin parah mengaharuskan pihak keluarga untuk cepat merujuk ke rumah sakit di Kota Pontianak dengan fasilitas yang memadai. Sulitnya akses transportasi yang harus dilalui menjadi satu diantara faktor penyebab pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang maksimal.
“Kita ada ambulance desa dalam bentuk speed, cumak terkendala biaya operasional juga, kalau diperlukan dalam keadaan mendadak biaya sekali jalan bisa menghabiskan enam ratus ribu, artinya ini juga menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat, selain sarana dan prasarana yang kurang sehingga belum sampai ke rumah sakit pak Usman meninggal” kenangnya lirih.
Selain itu, hal serupa juga dikatakan oleh Munaif (31) pria yang bekerja sebagai petani sekaligus buruh itu menceritakan kesulitan warga setempat apabila hendak menuju pos kesehatan desa (poskesdes). “Biasanya kalau ada masyarakat yang mau lahiran itu agak susah, harus lewat jalur darat naik motor dengan jalanan yang rusak, itu agak susah. Kadang kalau memang harus dirujuk kita butuh transportasi air lagi,” kata bapak satu anak itu.
Mengenakan baju hitam dengan topi dan celana selutut, ia mulai membenarkan posisi duduknya dan berbicara tentang keresahan yang telah lama ia dan warga setempat rasakan. Menurutnya soal pemerataan jalan di Desa tidak menjadi persoalan bagi mereka yang sehat, tapi lain lagi ceritanya jika harus menyelamatkan warga lain yang mendadak terserang penyakit dan cukup parah. Belum lagi apabila ada seorang ibu yang akan melahirkan harus dibawa ke polindes yang jaraknya cukup jauh dari rumah warga.
“Jalur darat itu susah, biasanya kita mau bawa ibu hamil itu kan pakai motor, jadi sulit gitulah, yang bikin sulit lagi ibu yang akan melahirkan endak boleh melahirkan dirumah, harus dibantu oleh bidan, kan mau ke sana sulit jauh lagi,” ceritanya dengan senyum getir.
Sama halnya seperti yang diceritakan oleh Wiloto (61) seorang warga yang saat itu sedang asyik menjaga toko kelontongnya. Wiloto merupakan mantan Ketua RT Dusun Pelita. Dengan intonasi khas jawa, ia bercerita tidak ada masalah lain selain rusaknya akses jalan yang biasa digunakan oleh warga untuk beraktifitas sehari-hari.
Menurutnya semuanya akan mudah jika saja jalan di Desa Olak-Olak Kubu cukup bagus, ia tidak berharap lebih, hanya meminta jalan penghubung antar dusun itu diperbaiki guna memudahkan warga setempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. “Disini masalahnya hanya jalanan lah, kalau melalui transportasi air itu juga tergantung pasang surut air,” katanya.
Desa Olak-Olak Kubu memiliki dua Polindes yakni terletak di Dusun Medan Tani dan Dusun Melati. Sementara masing-masing polindes hanya memiliki satu tenaga kesehatan. Persediaan obat-obat yang terbatas dan alat kesehatan yang seadanya juga menjadi kendala untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga setempat. Sedangkan tenaga dokter terletak di Kecamatan Kubu bila dihitung dari penyeberangan olak-olak kubu kurang lebih 800 Meter untuk sampai ke Puskesmas Kecamatan Kubu.
Desa Olak- Olak Kubu secara administratif masuk wilayah Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah Desa Olak-Olak Kubu adalah kurang lebih 15.969,86 ha (159 km²), dengan jarak tempuh dari desa ke ibu kota kecamatan kurang lebih setengah jam dengan kendaraan roda dua (sepeda motor) dan 2,5 jam perjalanan ke ibu kota kabupaten dan 3 jam perjalanan ke ibu kota provinsi.
Desa Olak-Olak Kubu awalnya terbentuk karena adanya program transmigrasi sejak masa pemerintahan presiden Soekarno pada tahun 1958-1959 dan berlanjut kembali pada tahun 1996. Program transmigrasi pada masa itu tidak disediakan rumah, yang ada hanya pondok-pondok kecil. Kemudian pada tahun 1996-1997 program transmigrasi masuk ke Pelita Jaya, dimana saat itu Pelita Jaya masih termasuk ke wilayah Desa Olak-Olak Kubu.
Seperti program transmigrasi pada umumnya, membuka lahan pertanian merupakan prioritas utama yang dilakukan oleh masyarakat transmigrasi. Mereka mulai bercocok tanam seperti menanam ubi, jagung, padi dan lain-lain. Nama desa Olak Olak sendiri di ambil dari nama pusaran air, dimana alur sungai kapuas yang berputar putar membentuk pusaran dan melewati desa Olak-olak maka dinamakanlah desa ini “Desa Olak-Olak Kubu”.
Saat ini Desa Olak Olak Kubu masih dikategorikan Desa Berkembang. Selama ini Desa Olak-Olak Kubu menyandang gelar sebagai Desa Kategori desa Merah atau Miskin, padahal sumber daya yang ada cukup memadai, hanya saja penanganannya belum maksimal karena infrastruktur yang sangat tidak memadai.
Penulis: Umi dan Riduan
Editor: Gusti Eka
Baca berita selengkapnya di Majalah Mimbar Untan Edisi XI