Meskipun pernah sesekali menyeleweng semasa mudanya dalam gelora reformasi agama. Namun setelah patgulipat dilakukan, terbitlah penyesalan. Namun itu tak membuat penilaian terhadap Mohandas Karamchand Gandhi sebagai pribadi yang teguh pendirian menjadi luntur.
Saat hendak melanjutkan studi hukum di Inggris, ibunya khawatir Gandhi akan melanggar larangan-larangan agama. Sebab keluarga Gandhi adalah penganut Hindu yang taat. Bukan tanpa sebab. Ibu dan keluarga besarnya seringkali mendapat cerita pemuda India yang pulang dari belajarnya di Eropa, berlaku menyeleweng. Minuman keras, daging, dan rokok. Akibat bergaul dengan budaya Eropa.
Namun tekat kuat Gandhi untuk melanjutkan sekolah membuatnya berusaha meyakinkan ibu dan keluarga. Yaitu ikrar untuk menjauhi larangan.
Godaan bukan tak pernah datang. Suhu yang dingin, budaya di Inggris, teman, dan aktivitas yang membutuhkan energi yang banyak. Bahkan temannya sekamar berkata, “Buat apa kau mematuhi ikrar pada ibumu yang bahkan tak bisa membaca. Ini bukan ikrar.” Namun keteguhannya tak goyah. Malah temannya yang menyerah dan tak pernah lagi merayunya untuk berlaku curang terhadap janjinya itu.
Padahal, semasa balutan semangat reformasi di masa mudanya di Rajkot pernah membuatnya berselingkuh terhadap aturan agama. Ia percaya kenapa orang India kalah dari Inggris, karena tidak makan daging. Hingga orang India tidak punya kekuatan seperti kolonialis. Juga dibuatnya sebuah sebab untuk tubuh yang kecil dan kurus. Ia mencoba memakannya. Hingga teman sekamarnya berkata, “Kau memakannya di saat yang tidak penting dan menolaknya di saat yang penting. Menyedihkan!”
Begitulah sekilas masa muda beserta “kenakalan” bapak bangsa India. Tak perlu gelar resmi dalam politik untuk membuatnya dikenang. Simon Sebag Montefiore dalam buku Pahlawan dalam Sejarah Dunia menuliskan, “Gandhi tak pernah punya peran resmi dalam politik India. Namun, kemerdekaan India adalah juga pencapaiannya, tak hanya milik para politikus di Kongres Nasional India.” (tanpa tahun, hal 122).
Memang tidak dipungkiri peran Gandhi dalam bebasnya India dari pendudukan Inggris. Kepemimpinan Gandhi menempa identitas nasional bangsa India. Boikot dan non-kooperatif, perlawanan tanpa kekerasan, selalu berpihak pada kebenaran, kecintaan terhadap tanah air serta kemandirian ditanamkan untuk melawan kolonial Inggris.
Lalu dimana Gandhi mulai akrab dengan politik? Mungkin beberapa orang akan menjawab hasil dari pergolakannya di Afrika Selatan. Namun menurut saya, latar belakang keluarga mungkin jawaban paling awal.
“Selama tiga generasi, mulai dari kakek saya, mereka menjadi perdana menteri di beberapa negara bagian Kathiawad.” Tulis Gandhi dalam autobiografinya yang berjudul Mahatma Gandhi: Kisang Tentang Esperimen-Eksperimen Saya Terhadap Kebenaran, (2009: 3).
Gandhi merupakan seorang Hindu yang taat. Ia lahir dari keluarga yang beraliran Vaishnava. Saat berusia tujuh tahun dan pindah dari Porbandar ke Rajkot karena ayahnya menjadi Dewan di Rajasthan. Di sanalah Gandhi mendapat pendidikan dasar dalam bertoleransi dengan semua agama dari lingkungan dan pergaulan keluarganya.
Mulai biarawan Jainisme, Muslim dan Persia yang sering mengunjungi Karamchand Gandhi, ayahnya. Gandhi melihat cara mendengarkan dengan hormat dan terkadang disertai dengan ketertarikan ayahnya dengan obrolan dengan orang-orang dari agama lain. Pengalaman masa kecilnya yang terkadang ikut dalam percakapan Karamchand Gandhi dan teman-temannya memberikan cara pandang pada Gandhi Muda.
Hanya agama Nasrani yang membuat masa mudanya di Rajkot sedikit menjengkelkan dan mempengaruhi toleransi beragama yang mulai tumbuh padanya. Karena menurutnya, misionaris Nasrani sering menghina agama Hindu beserta dewa-dewa yang disembahnya.
Ia menganggap dirinya tidak hanya seorang pemeluk Hindu. Namun juga Islam, Kristen, Buddha dan Yahudi. Namun tak semudah itu ia meneguhkan dirinya pada Hindu. “Namun kenyataan bahwa saya telah memelajari toleransi terhadap agama lain tidak berarti membuat saya memiliki keyakinan kuat pada Tuhan,” tulis Gandhi dalam autobiografinya (2009: 46).
Namun itu hanya keraguan masa muda sebagai jalan memperteguh pendiriannya terhadap Hindu dan caranya melihat agama-agama lain dari kemanusiaan. Juga berpengaruh terhadap ajaran yang disarikannya dari nilai-nilai agamanya, yaitu Ahimsa.
Mahatma berarti berjiwa besar. Terpacak kuat di nama Gandhi dan memang selaras dengan jalan hidupnya. Terlihat dari keteguhannya ketika rekan sezamannya mengkritik gerakan yang digagas Gandhi. Mereka melihat gerakan itu tak menyumbang hasil yang berarti untuk mencapai tujuan kemerdekaan India.
Juga hinaan dari Winston Curchill. Tokoh Britania Raya terbesar sepanjang sejarah versi BBC ini saat duduk di parlemen, adalah orang yang mengharaman kemerdekaan India saat kampanye swaraj atau pemerintahan sendiri ramai di India. Dia adalah salah satu politisi Inggris yang mendukung politik kolonialisme yang dilakukan Inggris di berbagai tempat, sementara politisi lain mulai mempertimbangkan status dominion bagi Inida.
Curchill sangat membenci Gandhi karena menganggapnya sebagai penggerak utama perjuangan antikolonial di India. Curchill pernah menghinanya dengan, “Fakir gadungan yang terkenal di dunia timur.”
Curchill juga membenci ajaran-ajaran tanpa kekerasan dan non-kooperatif Gandhi. Pada 1930 ia menyatakan bahwa, “Gandhiisme dan segala yang berhubungan dengannya akan dikremus dan dilumat.”
Ia tak senang rakyat India bersatu. Perpecahan dalam tubuh orang India menurut Curchill adalah salah satu cara paling efektif untuk memendamkan kampanye swaraj dan quit India. Karenanya, saat pertikaian Liga Muslim dan Kongres India bertikai, Curchill menyambutnya dengan kegembiraan dan penuh harap kalau konflik itu akan membanjiri India dengan darah.
Harapan buruk Curchill bisa dikatakan terkabul. Pertikaian ini menciptakan perang saudara yang membawa nama agama yang dimulai dengan rubuhnya bangunan persekutuan di Kongres Nasional India. Di awali ketidaksetujuan Ali Jinnah pada gerakan Satyagraha Gandhi berupa perlawanan rakyat sipil melalui protes terhadap monopoli garam oleh pemerintah kolonial Inggris. Karena Ali Jinnah menilai gerakan itu akan menciptakan anarki.
Perang itu memakan korban yang ditaksir sebesar 500 ribu sampai 1 juta jiwa. Mengakibatkan terpecahnya India dan membuat Muslim membentuk negara Pakistan dimotori oleh Muhammad Ali Jinnah.
Selama perang Pakistan tahun 1947 yang memisahkan rakyat India dan Pakistan berdasarkan agama, Gandhi teramat sedih. Ia memilih puasa selama terjadinya perang.
Gandhi bukan orang yang larut dalam kesedihan. Gandhi seorang pemberani yang melintas tanpa senjata dan perlindungan di jantung kerusuhan di Bengal. Tujuannya ingin meredakan kerusuhan Hindu-Islam ini. Margaret Bourke-White dari majalah LIFE mencatat perkataan saat Gandhi juga berkeinginan untuk datang ke Pakistan guna meredakan kerusuhan.
“Saya akan membuktikan kepada Muslim dan Hindu di sini dan di sana bahwa hanya ada setan yang merasuk dalam diri kita. Segala pertempuran yang ada seharusnya dilaksanakan untuk melawannya,” ucap Gandhi.
Malam pada 30 Januari 1948, Gandhi dijadwalkan memimpin doa bersama di Biria House, New Delhi. Namun tiga peluru keburu bersarang di dadanya pada sore hari pukul 17.15. Pistol semi-otomatis Baretta itu berasal dari tangan seorang ekstrimis Hindu yang membenci sikapnya untuk melakukan perdamaian dengan Pakistan. Nathuram Vinayak Godse namanya.
Berpulanglah pada hari ini, 71 tahun yang lalu seorang yang toleran serta selalu ramah dan tenang sewaktu berhadapan dengan lawan-lawannya. Serta tak lupa sikap hormatnya kepada semua manusia, menunjukkan jiwa mulianya yang tiada banding. Kematiannya lantas mengejutkan kedua pihak yang bertikai. Kematian ini membuat kerusuhan berhenti dan mengembalikan ketertiban. Ia wafat sebagai martir dan pencipta perdamaian.
Penulis: Aris Munandar