mimbaruntan.com, Untan- Pada tahun 2016, Dewan Pers Indonesia menempatkan Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai provinsi terbaik dalam kemerdekaan pers. Namun, dilansir dari rilisan pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak ketika memperingati Hari Kebesasan Pers Dunia di Bundaran Tugu Digulist, Rabu 3 Mei 2017, catatan kemerdekaan pers Kalbar tersebut nyatanya belum sesuai realita.
Laporan eksekutif Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia (IKPI) yang dikeluarkan Dewan Pers tahun 2016, menempatkan provinsi Kalbar terbaik dalam kemerdekaan pers. Dari 24 provinsi yang menjadi objek-objek survei, Kalbar meraih skor tertinggi 75,68 poin. Faktanya, dibalik prestasi yang membanggakan tersebut, tindak kekerasan terhadap jurnalis di Kalbar masih terjadi.
Boyke Sinurat, Divisi Hukum AJI Pontianak menyatakan bahwa, hambatan kerja jurnalis yang berbentuk tindak kekerasan masih terjadi di Kalbar, dan proses hukum yang belum jelas juga menimpa jurnalis – jurnalis di Kalbar.
“Di kalbar kemerdekaan pers cukup membanggakan, berdasarkan rilis Dewan Pers 2016 dengan berbagai indikator yang ditetapkan bahwa Kalbar berada di tingkat pertama terkait kermerdekaan pers. Tapi bukan berarti tindak kekerasan itu tidak ada, dan sebagian jurnalis yang mengalami kekerasan tersebut, proses hukumnya masih menjadi pertanyaan, apakah memang telah diproses ataukah belum, atau masih mencari bukti bukti baru,” ungkapnya disela-sela aksi.
Berdasarkan catatan AJI Pontianak, kekerasan terhadap jurnalis beberapa kali terjadi, diantaranya pada tahun 2010, kasus pemukulan terhadap jurnalis Metro TV, Faisal dan jurnalis Metro TV Pontianak, Arif Nugroho, oleh mahasiswa Untan. Kasusnya tidak sampai ke ranah hukum. Tahun 2011, insiden pemukulan menimpa jurnalis Tribun Pontianak, Rihard Nelson, di Kabupaten Landak. Kasusnya juga mengendap. Tahun 2015 terjadi peristiwa pengeroyokan terhadap Jurnalis Tribun Pontianak, Subandi, di Kabupaten Ketapang yang berujung dengan proses persidangan di Pengadilan Negeri Ketapang.
Penulis : Nabilla
Editor : Wirza Rachman