“Pendidikan kita yang ada di Universitas tidak membangkitan gairah para mahasiswa atau para sarjananya dalam penelitian kearifan lokal yang ada di daerah kita,” Ujar Chairil Efendi selaku Ketua MABM Kalbar.
mimbaruntan.com, Pontianak– Panas matahari mulai terasa, pekerja bangunan sudah pun menyalakan mesin pengaduk semen tepat disebelah gedung yang dominan berwarna kuning. Tampak dari kejauhan beberapa peserta maupun pemakalah sibuk memarkirkan kendaraannya dihalaman gedung itu. Gedung itu adalah Rumah Adat Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Pontianak, tempat pelaksanaan Seminar Internasional Melayu Gemilang (SIMG) 2012. Di dalam area rumah adat tersebut tampak beberapa tenda yang dan di tiap tenda-tenda tersebut bertuliskan MABM dari seluruh kabupaten yang ada di kalimantan Barat.
Tema SIMG tahun ini yaitu “Menggali Kearifan Lokal Nusantara”, sebagai rangkaian acara dari Festival Seni Adat Budaya Melayu yang dilakasanakan oleh MABM berkerjasama dengan Pusat Penelitian Kebudayaan Melayu (PPKM) Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Kegiatan seminar tersebut dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 20-21 Desember 2012 di Rumah Adat MABM Pontianak dan di Hotel Orchard Perdana Pontianak.
Sebanyak 107 makalah dari tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam di bahas dalam seminar tersebut. Dalam seminar tersebut juga dihadirkan tiga pemakalah utama. Pertama, Chairil Effendy yang membawakan makalah tentang Karakter dan Otosentrisitas Serantau Demi Melayu Gemilang. Kedua, Ab Razak Ab Karim tentang Warisan Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Pontianak Dalam Perubutan Tradisional. Ketiga, Dr Muhammad Saiful Haq bin Hussin tentang Pembelajaran dan Pengajaran Kearifan Lokal dan Pendidikan Karakter Berbasis Multimedia.
“Kami ingin mengangkat tidak hanya tentang Melayu saja, tetapi dalam skala yang lebih luas. Dari berbagai keilmuan akan dikaji dalam seminar ini. Melayu bisa dipandang dari berbagai sudut, termasuk keilmuan yang ada. Berbagai bidang keilmuan disajikan. Dari bidang teknik, sosial, ekonomi, agama, hukum, adat istiadat, bahkan sampai farmasi,” kata Agus Syahrani, ketua panitia seminar kepada Mimbar Untan.
Agus menyatakan dengan mengangkat kearifan lokal, banyak isu yang dapat disajikan. Apalagi isu kearifan lokal sudah menjadi isu globalisasi.
“Pendidikan kita yang ada di Universitas, tidak membangkitan gairah para mahasiswa atau kepada para sarjananya dalam penelitian kearifan lokal yang ada di daerah kita”, ujar Chairil Effendy.
Menurutnya, universitas atau perguruan tinggi di derah kita tidak membangkitkan gairah para mahasiswa untuk mengangkat kearifan lokal yang ada di daerah kita. Profesor dari Malaysia yang ahli bahasa saja mempunyai minat kepada kearifan lokal lain yang tidak diperdulikan oleh masyarakat-masyarakat kita. Mereka datang ke daerah-daerah kita, mencari naskah-naskah lama yang masih tersimpan oleh masyarakat dan akhirnya diantara meraka diangkat menjadi ahli dalam bidang tersebut.
“Banyak sekali kearifan-kearifan lokal atau pun naskah-naskah lama yang tidak diperdulikan oleh masyarakat kita dan kini banyak naskah itu berada di museum-museum luar negri” kata Chairil lagi.
Menurut Chairil, kedepannya kami akan mengajak MABM setempat untuk mencermati jika ada dokumen-dokumen penting yang masih ada saat ini kita kumpulkan agar tidak rusak dan kita pun telah memiliki seseorang yang ahli dalam teknologi baru yang dapat mengawetkan naskah-naskah yang akan hancur seperti dinegara-negara maju. “Barang-barang berharga jaman dahulu dianggap pusaka dibungkus dengan kain kuning, tidak boleh disentuh dan naskah-naskah tersebut lama-kelaman akan hancur”, ujarnya.
“Para sarjana yang ada di daerah kita harusnya lebih memerhatikan kearifan-kearifan lokal yang ada di daerah yang lebih jauh arifnya. Bisa saja dalam bidang sosial, ekonomi, hukum dan lainnya yng tidak hanya membicarakan bidang-bidang internasional”, tambah Chairil.
Penulis : Mariyadi dan Gusti Eka Firmanda