Mimbaruntan.com, Untan – Sebagai proklamator Indonesia, Soekarno mengklasifikasikan orang menjadi tiga golongan ketika dihadapkan dengan pernikahan. Pertama, baru mau menikah kalau sudah bergaji f 500, punya rumah gedung, mempunyai tempat tidur empuk, dan perkakas mewah lain. Orang yang kedua akan menikah kalau sudah mempunyai rumah dengan satu meja, empat kursi, meja makan, dan tempat tidur. Jenis orang yang terakhir berani menikah dengan hanya bermodalkan gubuk saja dengan satu tikar, satu periuk sudah berani. Untuk contoh orang yang terakhir, begitu sudah menikah baru mencari kesenangan hidup bersama.
Perumpamaan itu disamaikan Soekarno saat sidang Dokuritsu Junbii Chōsakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang pertama. Tepatnya di hari terakhir pada 1 Juni 1945. Soekarno tidak hanya menyampaikan usulannya tentang dasar negara Indonesia. Namun sebelum itu, ia membahas tentang keberanian Indonesia untuk merdeka.
“…di dalam hati saya khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang – saya katakan dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini – zwaarwichtig akan perkara yang kecil-kecil. zwaarwichtig sampai – kata orang Jawa – njelimet. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai njelimet, barulah mereka berani menyataka kemerdekaan.”
Baca Juga: Salam Tangan Kiri
Analogi ini adalah respon dari beberapa anggota BPUPKI yang seakan ingin menunda kemerdekaan dan menyelesaikan masalah yang dianggap sebagai hak dasar rakyat untuk hidup, seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan. Penyakit seperti malaria, disentri, dan lain-lain yang saat itu banyak diderita oleh rakyat Indonesia. Keterbelakangan pendidikan seperti banyaknya rakyat yang masih tidak bisa baca tulis.
Beberapa kalangan dalam sidang tersebut ingin membicarakan masalah itu dulu hingga tuntas. Menurut Soekarno, kalau menyelesaikan masalah-masalah seperti itu dulu baru merdeka, niscaya semua orang yang hadir dalam sidang sampai masuk kubur semuanya belum tercapai cita-cita itu. Masalah-masalah itu akan selesai nantinya dengan politieke onafhankelijkheid atau kemandirian politik. Kemerdekaan adalah jalan untuk memperbaiki itu
Baca Juga: Merawat Ingatan Melalui Literasi
Ibnu Saud memerdekakan dan mendirikan negara Arab Saudi apakah dengan lebih dulu mengajari semua orang Badui untuk bercocok tanam dan meninggalkan tradisi nomaden? Tidak. Apakah Lenin mendirikan Uni Soviet setelah rakyatnya cerdas? Tidak. Setelah merdeka baru rakyat diajari baca tulis, nomaden diajari bercocok tanam, membangun sekolah, rumah sakit, dan hal-hal lain yang menunjang kesejahteraan rakyat. Itulah yang diucapkan Soekarno di depan anggota BPUPKI yang lain saat ia berkesempatan berpidato.
Justru jembatan itu akan menghantarkan kita pada “tanah yang dijanjikan” kalau rakyat tetap mampu menjaga kekokohannya. Amerika Serikat, Rusia, Jepang menjadi negara yang sejahtera karena mereka berhasil mempertahankan kemerdekannya. Untuk itu, menurut Soekarno Indonesia harus berjuang mempertahankan kemerdekaan demi terciptanya negara sesuai cita-cita bersama seperti yang termuat dalam Pancasila.
Penulis: Aris Munandar
Editor : Rio Pratama