Kenapa bisa sebegitu meledaknya ya film keluarga ini dikalangan muda? Kami menerka jawabannya adalah kehadiran Ardhito Pramono, lagu-lagu Kunto Aji, Hindia, serta ‘kesempurnaan’ kehidupan yang ditampilkan. Tak lupa ditambah review-review yang bertaburan di sosial media menambah pesona film ini.
Bercerita sedikit tentang sutradara ternama, Angga Dwimas Sasongko. Sama rasanya ketika menonton karya ketujuhnya, “Surat dari Praha” kali ini Angga kembali menyentuh kami berdua lewat film terbarunya “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”. Apa yang membuat film ini menarik? Kami tonton kembali untuk kedua kalinya demi menemukan jawabannya.
Pertama kali nonton film ini memang menguras air mata, latar musik yang dimainkan dan ketepatan pemilihan karakter sungguh apik disajikan. Setidaknya begini nilai yang bisa diambil dari menonton yang pertamakali:
Dari Angkasa kita tau, kalau menyembunyikan sesuatu itu bisa jadi beban dan menyakitkan. Dari Aurora kita juga bisa mengerti, bagaimana rasanya menjadi mandiri dan tangguh di saat yg sama. Dan dari Awan kita juga dibuat sadar, kalo udah ciuman bukan berarti nnti bakal jadian.
Kami lebih menyoroti karakter Aurora yang menegaskan kalo diam selalu menjadi cara paling aman untuk menyembunyikan luka. Mungkin luka itu hanya seperti goresan kecil, tp akan sangat sulit untuk disembuhkan. Kita butuh seseorang untuk memahami kita, setidaknya satu orang.
Sheila Dara yang memerankan Aurora tampil paling stand out. Gak ngerti kenapa, tapi holding everything inside tuh susah. Ia mampu banget kaya ‘menahan’, walaupun akhirnya explode tetapi tetap pas banget porsinya. Tidak dramatis.
Walau Aurora yang diperankan oleh Sheila Dara Aisha itu scene stealer banget dimana ia menjadi karakter yg paling ‘diabaikan’ di film ini tapi justru pergulatannya sebagai Aurora yg paling ‘nonjok’ & aktingnya yg paling mencuri perhatian tanpa harus banyak ‘drama’.
Kemudian Karakter Kale juga menjadi sorotan utama pula. Karakternya yang keras, menyelesaikan masalah Awan yang diperankan oleh Rachel Amanda saat ada dititik paling rendah menjadi penguat sosok Ardhito Pramono disamping ketampanannya. Ya, seperti menyadarkan Awan danpenonton bahwa realitas kebahagian itu ya seperti apa yang dia lakukan bukan kebahagiaan pura-pura yang selama ini mereka buat.
Perlu mutar otak pastinya untuk menciptakan sebuah kisah dari buku karya Marchella FP yang isinya hanya kumpulan quotes ‘pembangkit semangat anak-anak muda’ yang memang kami akui bukunya sangat menyentuh kehidupan. Teringat pula buku itu pernah kami pinjam dari seorang teman yang menyatakan bahwa buku NKCTHI ini merupakan kitab kedua setelah Al-quran baginya. Sampai disini kami menemukan kekuatan apa yang dikandung film ini. Ya, sebab berangkat dari bukunya Marchella adalah menjadi kekuatan utama.
Kami juga mencari jawaban berikutnya. Kami putuskan kembali menonton untuk kedua kalinya.
Baca Juga:Imperfect : Karier, Cinta, dan Timbangan (Resensi)
Apa yang kami dapat adalah sebuah ‘kepalsuan’. Begini, selain aroma pop corn yang sengaja disebar di dalam teater, kepalsuan lainnya adalah sesempurna itukah kehidupan mereka? Setiap tokoh yang hadir merupakan penggambaran sempurna kehidupan bagi kami. Ibu rumah tangga yang cantik, Angkasa yang kaya diusia muda, kebutuhan Angkasa yang tercukupi dan berlebih, dan Aurora yang memiliki studio pribadi yang bikin iri.
Yaelah, dikehidupan nyata juga ada kali keluarga sesempurna itu.
Oke, bagaimana dengan Kale, lagi-lagi si Kale-Kale ini menjadi sorotan kami kembali. Kosan di daerah yang padat dan agak kumuh, masuk kedalam, suasana kos yang sempit dan kotor (selayaknya kosan tua pada umumnya) dan tiba tiba ada tv dan piano didalam.Oh Kale, dua benda itu menambahkan kesempurnaan ketampananmu.
Ya namanya juga film.
Iya, ya namanya juga film, tapi bagaimana dengan Keluarga Cemara? Ya, film juga berpengaruh besar buat para penonton kan?
NKCTHI memang dibungkus dengan sungguh elegan yang menarik perhatian kaum muda. “Ah, jadi pinginkan punya rumah kaya gitu, saudara kaya gitu, dan nasib kaya gitu.” Kami juga kaum muda, merasakan hal yang sama pastinya. Beda hal nya setelah menonton Keluarga Cemara : “Ah, gitu ya rupanya mendidik anak, gitu ya rupanya supaya bisa struggling untuk hidup, anak saya nanti mesti nonton film ini nih, biar lebih kuat ngadapin realita.”
Penulis : Maratushsholihah & Pandu Lanang