mimbaruntan.com, untan – Hari Tani Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September diwarnai aksi demo di berbagai daerah di Indonesia. Tidak terkecuali di Kota Pontianak, dimana aksi demo diikuti organisasi-organisasi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR).
Satu di antara yang mengikuti kegiatan tersebut adalag Serikat Tani Kubu Raya (STKR). Ayub selaku ketua dari STKR menjelaskan alasan mereka ikut dalam aksi demo di Bundaran Digulis.”Hari ini kami memperingati hari tani nasional, dimana tanah kami di Olak-olak Kubu dirampas oleh dua perusahaan, sampai saat ini ada 118 masyarakat yang sudah dikriminalkan oleh pihak PT. Sintang Raya dan PT. CTB “, ujarnya Senin (24/9).
Ayub menceritakan bahwa masyarakat juga dituduh mencuri di tanah mereka sendiri. “Masyarakat dituduh mencuri buah sawit, padahal itu dipanen di tanah mereka sendiri dan ini merupakan bentuk kriminalisasi oleh perusahaan”, ungkapnya.
Tak hanya itu, Ayub juga menceritakan bahwa ada praktek adu domba antar masyarakat yang dilakukan oleh PT. Sintang Raya dan PT. CTB. “Ya itu udah pasti, dari perusahaan (red PT CTB dan PT. Sintang Raya) itu dari tahun 2009 sampai saat ini kita terus di adu domba antar desa, bahkan tahun 2014 kami agak sedikit dibenturkan dengan masyarakat Olak-olak Kubu sendiri”, ujarnya jelas.
Bahkan di tahun 2016 seperti yang dikatakan Ayub bahwa perusahaan mendatangkan 600 lebih personel yang terdiri dari Brimob dan TNI untuk men-sweeping masyarakat. “Tahun 2016 agak lebih kejam lagi, itu masyarakat disweeping dengan tuduhan juga mencuri buah, padahal masyarakat melakukan aksi, aksi penuntutan bahwa kami protes karena perusahaan tidak mengeluarkan plasma inti sesuai undang-undang pemerintah”, ungkapnya.
Meski begitu, setelah banyaknya perlakuan semena-mena terhadap masyarakat di daerah Olak-Olak Kubu, pemerintah dinilai tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan masalah yang ada sejak tahun 2009 tersebut.
“Kami telah mengadukan sejak 2013 ke pemerintah, pemda, ke bupati Kubu Raya, ya tapi tidak ada tanggapan. Sampai dengan pergantian bupati baru (Rusman Ali), sampai saat ini belum ada penyelesaian, yang pasti dari pemerintah itu sendiri memang tidak ada niat baik untuk menyelesaikan permasalahan ini” , ujarnya menambahkan.
Ayub juga berharap pemerintah dapat menyelesaikan konflik antara perusahaan dan masyarakat tersebut. “Harapan kami supaya pemerintah itu melihat, melihat dengan sebenar-sebenarnya bahwa masyarakat hari ini terombang-ambing dan masih teraniaya oleh dua perusahaan itu”, ujarnya berharap.
Konflik antara masyarakat dengan perusahaan selalu berulang kali terjadi di Indonesia. Begitupun daerah di Kalimantan Barat, akankah konflik ini dapat di selesaikan dengan baik oleh pemerintah Kubu Raya ataupun Kalimantan Barat?
Penulis : Fikri Rizki Firdaus
Editor: Adi Rahmad