mimbaruntan.com, Untan – Demo yang dipimpin oleh Aliansi Mahasiswa Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) mendapat tindakan represif oleh aparat Polda Kalbar saat mengamankan aksi demonstrasi di Bundaran Digulis Untan, Rabu 28 Oktober 2020 kemarin. Sebanyak 3 mahasiswa mendapat luka berat dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit.
Ansarudin, selaku koordinator lapangan mengatakan bahwa terjadi pemindahan lokasi aksi dari gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalbar dan penutupan Jalan Ahmad Yani sebagai bentuk peringatan kepada pemerintah terkait tuntutan aksi yang hingga saat ini belum terpenuhi.
“Kita paksa aksi di tempat ini dengan harapan, hari ini kita berhasil memblokade dua ruas jalan sebagai bentuk peringatan keras agar pemerintah pusat atau pemerintah daerah mendengarkan suara mahasiswa, rakyat serta buruh untuk membatalkan Omnibus Law,” ujarnya.
Pukul 16.12 WIB masa aksi mulai memasuki Bundaran Digulis dari sisi Jalan Daya Nasional dan berhenti menghadap ruas Jalan Jendral Ahmad Yani I. Blokade jalur lalu lintas di sisi kanan jalan pun dilakukan. Pukul 16.23 WIB pihak aparat Polda Kalbar sepakat untuk menutup jalan dan melakukan pengalihan arus lalu lintas ke arah Jalan Karangan menuju Audit Untan. Namun selang beberapa waktu pihak aparat membuka kembali penutupan jalan, sehingga bentrok pun tidak terelakkan.
“Kita sebenarnya menyayangkan tindakan dari aparat itu, karena kita sudah meminta ini diblokade, diberikan ke mahasiswa. Tapi malah dibuka kembali dan membuat kawan-kawan marah, emosi, bentrok sampai kawan-kawan kita ditahan, itu yang kita kecewakan. Akhirnya tadi sempat kita susul dan kita paksa untuk kembali ke barisan kita,” singkat Ansarudin menceritakan awal mula terjadinya bentrok saat diwawancarai ditengah demo berlangsung.
Salah satu peserta aksi yang sempat ditahan adalah Presiden Mahasiswa IAIN (Institusi Agama Islam Negeri) Pontianak, Muhammad Ali Fahmi. Pada mulanya Fahmi berniat untuk menjemput beberapa mahasiswa yang sedang ditarik oleh aparat secara paksa menuju mobil aparat. Mahasiswa-mahasiswa tersebut dituduh telah melakukan tindak anarkis dengan menghadang dan memukul mobil.
“Ketika saya lihat di atas mobil, ada saudara saya yang diseret dari seberang jalan sana menuju mobil keamanan, saya menghampiri ingin menjemput mereka. Saya dikira penyusup ketika saya mau menjemput teman-teman. Mereka sendiri dituduh anarkis dengan memukul mobil ketika sedang menghadang di sana. Kalau saya lihat itu bukan bentuk anarkisme, sebab mereka hanya melakukan ini—” Fahmi memukul aspal dengan tangan kananya memperagakan tindakan yang dianggap anarkis oleh kepolisian.
Setelah dimintai data-data saat berada di dalam mobil kepolisian, ia akhirnya dibebaskan setelah koordinator lapangan turun menjemput
“Mereka tanpa basa-basi, tanpa keterangan yang jelas memaksa kami masuk ke dalam mobil, kok asal-asal tangkap aja. Tidak lama kemudian datang teman saya, disitulah terjadi perdebatan-perdebatan, bahkan teman saya hampir juga dimasukkan, mereka tidak mau minta keterangan, ya. Akhirnya, hadirlah teman-teman lainnya, para ketua organisasi yang tergabung dalam aliansi sehingga kami dibebaskan,” ujarnya saat diwawancarai ditengah berlangsungnya demonstrasi.
Hingga petang tiba, usai orasi bergilir dari mahasiswa dilakukan, pembacaan puisi serta treatikal turut ditampilkan.
Usai mendirikan sholat magrib, Pukul 18.37 WIB pembakaran ban dilakukan dan masa mulai melakukan pemblokadean di jalur kiri lalu lintas. Namun tindakan represif aparat tidak dapat dielakkan dan bentrok pun terjadi.
Hingga saat ini dari data yang dikumpulkan Ampera, ada 16 orang mahasiswa yang ditangkap pada aksi tersebut meskipun saat ini sudah dipulangkan. Dari 16 orang tersebut, 10 di antaranya mengalami luka ringan hingga berat. 3 orang diantaranya dirawat di rumah sakit.
Penulis : Mara dan Tyas
Editor : Nia