mimbaruntan.com, Untan – Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat masyarakat semakin mudah dalam menikmati beragam informasi. Mulai dari seputar dunia pendidikan pekerjaan, dunia hiburan, politik dan lain sebagainya. Tapi tahukah anda, saat ini penyalahgunaan media sosial menjadi pemicu perpecahan yang sangat rawan di lingkungan masyarakat?. Semakin meningkatnya pengguna sosial media maka meningkat pula peran mereka dalam membagikan informasi yang selanjutnya menjadi opini publik.
Salah satu contoh kasus yang sering kita temui, yakni berbagai pesan di beranda media sosial, baik Facebook, Twitter, Instagram, bahkan grup atau chat WhatssApp yang menuliskan pesan “Viralkan” atau kata-kata yang mengundang rasa penasaran bagi pembaca terutama masyarakat awam untuk mengetahui informasi tersebut. Padahal seringkali kita tertipu dengan isi informasi yang disebarkan, hal ini pernah saya alami sendiri. Terutama yang sering saya temukan adalah sebuah informasi yang mengandung isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
Seringkali pula nitizen yang percaya dengan informasi tersebut dengan geramnya lalu menuliskan komentar yang kurang sedap untuk dibaca, bahkan tak dapat dielakkan sesama diantaranya adu argumen sehingga terjadi cekcok di media sosial yang menyangkut pautkan isu SARA.
Hal ini yang dikhawatirkan di zaman perkembangan teknologi, ujaran kebencian mengatasnamakan isu SARA semakin meningkat dengan bantuan pengguna media sosial. Meski pemerintah telah mengeluarkan kebiijakan UU ITE No 11 Tahun 2008 nyatanya hal ini pun masih kurang diindahkan oleh pengguna media sosial.
Peran Pemerintah Melawan Hoax
Dalam hal ini, tentunya pemerintah cukup turut andil dalam memerangi hoax, hal ini telrihat jelas dengan dikeluarkannya payung hukum Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dengan adanya payung hukum yang mengatur tata cara bertekonologi yang baik, dan penghapusan diskriminasi ras dan etnis tentunya hal ini merupakan komitmen pemerintah dalam menjaga keamaan dan kelestarian seluruh Warga Negara Indonesia. Artinya saat ini pemerintah sudah peka dengan keadaan di Indonesia yang rawan akan perpecahan dengan isu Hoaks mengandung SARA. Saat ini pula kita hidup dizaman tingkat intoleransi semakin meningkat, dilanjutkan dengan memperparah keadaan menyebarkan isu SARA, sehingga semakin terbuka peluang untuk memecahkan belahkan Negara Indonesia. Diharapkan dengan payung hukum yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, dapat meminimalisir tingkat penyebaran isu Hoaks mengenai SARA .
Peran masyarakat Dalam Bersosial Media
Dilansir dari CNN Indonesia pada 2016 lalu, data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Hal ini patut menjadi perhatian publik, lantaran semakin maju nya perkembangan teknologi, maka semakin maju pula tingkat penyalahgunaan teknologi tersebut, khususnya dalam penyebaran informasi.
Lantas, bagaiamana peran masyarakat dalam menanggulangi permasalahan tersebut ? Sebenarnya hal ini cukup mudah. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam memerangi hoax. Satu diantaranya, jangan mudah terpengaruh dengan informasi yang belum jelas asal-usulnya apalagi sumbernya. Seringkali, si pembuat berita (Hoaks) menggunakan pendekatan empati bagi para pembacanya. Mereka cenderung membuat salah satu pihak atau suatu kelompok minoritas di zholimi oleh kelompok mayoritas. Biasanya dalam pemberitaannya mengandung sebuah ajakan dengan kata-kata provokatif. Secara naluri, tentunya kita sebagai pembaca akan tergerak untuk emosi dan ikut membagikan berita tersebut.
Selanjutnya, cek kebenaran isu atau berita tersebut dengan menggunakan aplikasi yang saat ini telah tersedia di Aplikasi smartphone yakni Hoax Buster Tools. Di aplikasi ini, masyarakat dapat mengecek kembali baik gambar, berita, video yang masih belum jelas sumbernya. Hal ini mempermudah kita dalam mencari kebenaran suatu berita yang masih dieprtanyakan keakuratannya.
Dan yang terakhir, hindari membagikan berita atau informasi yang masih simpang-siur kebenarannya. Jadilah pengguna sosial media yang bijak dalam menyaring informasi di Era Millenial.
-Kita hidup dimana sulitnya memanusiakan manusia, semakin banyak yang melawan keberagaman, semakin kita membunuh kemanusiaan-
Penulis : Umi Tartilawati
Mahasiswa Universitas Tanjungpura
Anggota LPM Untan