mimbaruntan.com, Untan- Setelah disahkan oleh DPR RI pertanggal 5 Oktober 2020, protes pun terjadi dimana-mana ratusan pengunjuk rasa di berbagai kota selama 6-7 Oktober 2020. Menurut Amnesty International Indonesia, sedikitnya ada 180 pengunjuk rasa di Bandung terluka.
Sementara di Serang, 24 mahasiswa juga mengalami luka bahkan hingga gegar otak. “Kenyataan bahwa gas air mata dan kekerasan seperti aksi memukul dan menendang digunakan terhadap pengunjuk rasa yang tak bersenjata sangatlah mengkhawatirkan,” ujar Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.
Baca juga : Demo Tolak Omnibus Law Ricuh, Pelajar Bukan Provokator
Di Kalimantan Barat sendiri di Pontianak menurut informasi yang dikutip dari media setempatnya setidaknya ada 32 orang yang diamankan pada aksi di kantor DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kamis, 8/10/2020), dugaan pihak kepolisian sementara yang diamankan adalah oknum yang mengaku dan menyusup dalam kelompok demonstran, namun setelah diketahui ternyata mereka sebagian pelajar tingkat sekolah menegah atas.
Beberapa mahasiswa bahkan ada yang terluka dalam aksi kemarin di kantor DPRD Provinsi Kalimantan Barat,
“Polisi dalam mengambil suatu tindakan terhadap aksi sudah semesti tidak berlaku represif mengedepan sikap persuasif justru harusnya melindungi mahasiswa dalam mengemukan pendapatnya dimuka umum. Polri tak berwenang mengatur izin unjuk rasa. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum hanya mensyaratkan pemberitahuan bagi warga negara yang hendak berdemonstrasi.” ujar Suparman, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak (Jum’at, 09/10/2020) ketika ditemui di Kantornya.
“Kalau ditanya soal SOP (Standar Operasional Prosedur) penanganan atau manajemn konflik itu harusnya berdasarkan ebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam melaksanakan tugas penegakan hukum,” katanya.
“Setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku senantiasa menjalankan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka dengan menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya, tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.” tambahnya.
Baca juga : Tuntutan Belum Terpenuhi, Aparat Justru Layangkan Gas Air Mata
Hal serupa juga disampaikan oleh praktisi (pengacara) dan sekaligus akademisi, Abdul Rahman dari Institut Agama Islam Negeri Pontianak.
“Dalam hal ini saya melihat bahwa pihak kepolisian sudah melanggar konstitusi itu sendiri sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28 UUD NRI tahun 1945 yang menjamin warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Selain Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 yang dilanggar Polisi juga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki.” ujarnya.
“Polri dalam hal harus menindak setiap oknum anggotanya yang terlibat dalam dugaan kekerasan terhadap mahasiswa saat aksi kemarin, saya sendiri akan mendukung langkah mahasiswa saya juga memberikan advokasi jika terjadi kesewenang-wenangan.” pungkasnya.
Mardiansyah perwakilan dari Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Kabupaten Mempawah yang kini menjadi Kepala Divisi Ketenagakerjaan, Lingkungan Hidup, dan Agraria Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak mengatakan,
“Pengancaman terhadap mahasiswa yang ada dugaan pihak keluarga ditakut-takuti dengan akan mendrop out mahasiswa yang ketahuan mengikuti aksi karena pihak Universitas dan Fakultas tidak memberikan izin atau tahu soal ini juga harus mendapatkan perhatian bahkan dikecam, karena sejatinya mahasiswa bersamaan dengan kalangan Serikat Buruh, nelayan, dan siapapun yang ingin menyampaikan aspirasinya harus dilindungi oleh karena Undang-Undang itu sendiri dan amanat konstitusi, setiap tindakan otoriter harus dilawan karena kebebasan berpendapat merupak hak asasi setiap orang.”
Press Release Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak (Minggu, 11/10/2020)