mimbaruntan.com, Untan – Ganja saat ini menjadi golongan 1 narkotika yang tidak dapat dikonsumsi bebas oleh seluruh warga negara Indonesia berdasarkan Undang-undang narkotika. Namun, beberapa penyakit salah satu diantaranya adalah Cerebral Palsy dimana fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan motoric pertumbuhan otak menjadi terganggu atau mengalami kerusakan, dan masalah yang paling menakutkan dari penyakit ini yaitu kejang hebat. Ekstrak daun ganja lah yang diduga dapat menjadi obat dari penyakit ini. Legalitasnya sebagai ganja medis pun diharapkan terlaksana segera.
Dwi Pertiwi, ibu dari Musa seorang penderita Cerebral palsy yang pernah mengusahakan segala pengobatan untuk anaknya yang tak kunjung mendapat perubahan apapun ketika mengikuti prosedur pengobatan di Indonesia. Hingga pada tahun 2016 Dwi memutuskan untuk terbang ke Australia untuk mendapatkan pengobatan atau terapi ganja. Selama satu bulan penuh terapi tersebut membuahkan hasil signifikan perkembangan kondisi anaknya.
“Kejang itu momok bagi ibu ibu dari anak penderita Cerebral palsy, ibu mana si yang tega liat anaknya kejang setiap hari, dan saat itu saya coba ekstrak itu bantu banget di Musa, satu setengah tahun lebih dia gak kejang kok,” jelasnya.
Baca juga: Pentingnya Gunakan Tabir Surya untuk Warga Khatulistiwa
Ketika Dwi Pertiwi Kembali ke Indonesia hal yang sangat disayangkan bahwasannya Musa tidak dapat lagi melanjutkan pengobatannya karena terhambat Undang-Undang Narkotika yang melarang penggunaan narkotika golongan 1 untuk pelayanan kesehatan hingga pada tahun 2020 Musa menghembuskan napas terakhirnya setelah dikabarkan kondisi fisiknya menurun.
“Mengapa ibu Dwi tidak boleh lagi menggunakan pengobatan itu karena dalam Undang-undang narkotika yang boleh digunakan untuk medis hanyalah narkotika golongan 2 dan golongan 3. Golongan 2 pun hanya digunakan sebagai pilihan terakhir. Ganja saat ini diregulasi manusia ditempatkan sebagai narkotika golongan 1 dan membuat secara hukum tidak mendapati akses apapun.” Jelas Direktur Hukum dan Kebijakan Yayasan Sativa Nusantara pada pemutaran Dokumenter Kisah Musa di ruang diskusi daring, Kamis, (7/7).
Larangan menggunakan ekstrak daun ganja sebagai pengobatan sekalipun, sudah tertera dengan jelas pada UU Narkotika Nomor 35 tahun 2009 terutama pasal 8 yang berbunyi: “Narkotika golongan 1 dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”, seperti yang juga dibahas oleh Yosua Pandjaitan selaku pendiri Student Care Of Marijuana Use.
Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui khasiat ekstrak daun ganja ini sebagai pengobatan dikarenakan banyaknya kasus penyalahgunaan yang marak terjadi hingga membuat ekstrak daun ganja ini benar-benar tidak dapat akses apapun sebagai ganja medis baik itu dalam bentuk penelitian ataupun pengobatan penyakit tertentu.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat dan Jamu Tradisional, Dokter Inggrid Tania menyampaikan bahwa larangan adanya pemakaian ganja juga disebabkan karena penyalahgunaan pada segelintir orang yang dalam penggunaannya secara rekreasional dari dulu sudah terbiasa hingga pada akhirnya pemakaiannya menjadi tidak terkendali dan zat THC (tetrahydrocannabinol) yang ada didalamnya menyebabkan kecanduan dan keinginan terus mengkonsumsi ganja ini.
Melalui pendekatan ethnography seperti yang disampaikan oleh Sultan Alam Gilang Kusuma seorang peneliti Poly Network, kita bisa mengetahui bahwasannya ganja telah lama digunakan oleh masyarakat Aceh sebagai tanaman multifungsi, baik itu sebagai tanaman obat ataupun kegunaan lainnya. Hal ini bisa kita telusuri melalui catatan yang ada di kitab Tajul Muluk, karangan seorang ulama kenamaan Aceh. Salah satu nya dapat mengobati penyakit kencing manis atau diabetes dan penyakit tua, dalam medis disebut degenerative.
Baca juga: Padati DPRD Kalbar, Mahasiswa Tolak RKUHP Bermasalah
Mengapa ganja ini begitu dibutuhkan para ibu untuk mengobati anaknya dengan penyakit tertentu, karena memang sudah jelas ada kandungan didalam ganja yang tidak dimiliki oleh tanaman manapun yang dapat menjadi jalan keluar utama penyembuhan anak-anak mereka. Hingga diharapkan legalitas ganja sebagai ganja medis untuk beberapa kasus diharapkan dapat didengar oleh pemerintah, karena telah banyak bukti beredar bahwa kandungan yang ada didalam ganja menjadi kunci penyembuhan. Pernyataan berikut pun didukung oleh tanggapan Dokter Inggrid Tania.
“ Ganja ini dapat menghasilkan beberapa produk diantaranya ada hemp oil (ganja industri) dan juga CBD Oil (Cannabidiol oil), yang banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan di Amerika, terutama digunakan sebagai obat anti kejang,” ucapnya.
Tak hanya penderita Cerebral Palsy yang membutuhkan ekstrak ganja ini, Beberapa ibu dari anak penderita Sindroma Lennox Gastaut atau biasa disebut sindrom epilepsi pada anak juga mengeluhkan keterbatasannya akses dalam mendapatkan pengobatan yang mengandung CBD oil yang berasal dari Ganja karena memang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengijinkan terkait adanya UU Narkotika.
Melihat permasalahan keterbatasan akses obat-obatan yang berisi CBD Oil ini Dokter Inggrid Tania memberikan saran kepada para ibu yang anaknya membutuhkan, agar sebaiknya meminta akses ke pihak yang berwenang secara bersurat dan perlu diketahui bahwa ini tidak dapat instan.
“Tulis surat ke komisi tiga DPR mumpung sedang adanya pembahasan mengenai revisi regulasi dan sebaiknya surat itu juga ditembuskan ke Kementrian Kesehatan dan juga BPOM. Setelah itu nanti saya bisa bantu menanyakan tindak lanjut surat itu dan kalau bisa semua ibu-ibu diajak terutama yang membutuhkan dan ada tandatangan dari banyak ibu ibu agar lebih kuat dan pemerintah mau membuat kebijakan yang bersifat memberikan dispensasi kepada ibu yang anaknya membutuhkan.”
“Saya juga mengingatkan agar teman-teman hari ini memperjuangkan legalisasi ganja agar tidak mudah ditunggangi kepentingan gelap, jika nanti regulasi untuk penelitian ganja ini telah ada, teman-teman dapat menjadi promotor untuk membantu para regulator membuat regulasi yang tepat berbasis penelitian sehingga kita bisa membantu mereka yang hari ini memerlukan ganja untuk kebutuhan medis atau pengobatan.” Tambahnya pada diskusi daring Fodaru Talks yang membahas mengenai Legalisasi Ganja Medis pada Kamis,(7/7).
Kekhawatiran masyarakat terkait kehalalan penggunaan ganja ini pun menjadi tanda tanya. Tidak sedikit orang mengira bahwa penggunaan ganja ini juga haram dalam perspektif islam, namun yang sebenarnya tanaman ganja ini tak ubahnya seperti daun salam,sirih dan berbagai daun bumbu lainnya. Yang harus digarisbawahi adalah penyalahgunaannya yang melampaui kodrat Allah dan hukum agama dan melahirkan banyak kerusakan di tengah masyarakat.
“ Saya melihat ganja ini boleh, dan kami menghalalkannya dengan catatan dipergunakan untuk kebutuhan penelitian, medis atau alasan mendesak lainnya. Ini didasarkan pada salah satu ayat Al-Quran yang menyebut Allah menumbuhkan semua yang ada di bumi sebagai suatu rahmat dan menjadi alasan logis semua tanaman dasarnya halal selama tidak dipersalahgunakan untuk melampaui kodrat” Ucap KH. Syarifuddin Zuhri sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI Kalbar.
Penulis : Hilda
Editor: Nia