mimbaruntan.com, Untan – Pasca berita ’Dugaan Pungli, Dosen Kumpulkan Iuran Praktik Mata Kuliah’ diterbitkan padaa (6/1). Keredaksian Mimbar Untan mendapati bahwa dosen ‘ER’ merasa keberatan atas pemberitaan tersebut. Sehingga ia meminta adanya Hak Jawab yang akan dikirimkan di situs mimbaruntan.com.
Sebagai upaya mematuhi Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab, keredaksian mimbaruntan.com menerima Hak Jawab dari dosen ‘ER’ pada 14 Januari 2024 melalui pesan WhatsApp dan telah dimuat di situs mimbaruntan.com dengan judul ‘Hak Jawab Dosen ‘ER’: Iuran Praktikum itu Bukanlah Pungli‘ pada, (17/1). Dalam Hak Jawab-nya, dosen ‘ER’ menuliskan berbagai sanggahan dan tanggapan pada berita di situs mimbaruntan.com, edisi 6 Januari 2024 yang berjudul ‘Dugaan Pungli, Dosen Kumpulkan Iuran Praktik Mata Kuliah’.
Bagaimana Poetry Reading 2022/2023 berjalan?
Kegiatan Poetry Reading mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2021 tahun ajaran 2022/2023 diperuntukkan sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Poetry. Kepanitiaan dibentuk melalui diskusi dan sistem perwakilan kelas sesuai keterangan Tara (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Prodi Bahasa Inggris angkatan 2021.
“Pembentukan panitia itu lewat diskusi dan perwakilan kelas, karena acara hampir dekat sekitar dua atau satu minggu. Jadi semua kelas harus ada perwakilan untuk jadi panitia, tidak ada campur tangan dosen,” jelas Tara.
Tara menyampaikan bahwa kepanitiaan dipimpin oleh ketua angkatan mahasiswa Pendidikan Prodi Bahasa Inggris 2021, karena adanya pengajuan diri dan perasaan bertanggung jawab. Tetapi ketika reporter Mimbar Untan melakukan upaya konfirmasi kepada ketua angkatan 2021 pada keesokan harinya via daring (17/1), kepanitiaan Poetry Reading pada semester empat lalu tidak memiliki ketua panitia secara jelas, melainkan dirinya hanya mengisi kekosongan peran tersebut.
“Saya bukan ketua panitia secara resmi, karena tidak ada ketua panitia, ya saya hanya bantu koordinasi teman-teman dan memimpin rapat,” ungkapnya.
Baca Juga: Dugaan Pungli, Dosen Kumpulkan Iuran Praktik Mata Kuliah
Ketua Angkatan 2021 Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, menjelaskan bahwa kegiatan Poetry Reading diselenggarakan oleh seluruh mahasiswa dari kelas reguler A yang terdiri dari kelas A1+, A2+ dan kelas reguler B yang terdiri dari B1+, dan B2+ sehingga total terdapat empat kelas. Mahasiswa dari keempat kelas ini mengumpulkan uang iuran kepada ketua kelas masing-masing sesuai yang tertera dalam Hak Jawab ‘ER’. Kemudian ketua kelas memberikan uang tersebut kepada salah satu Asisten Dosen -penyebutan oleh mahasiswa- yaitu ‘D’.
“Semua uang dari ketua kelas dikumpulkan ke ‘D’ setelah itu bagaimana alur prosesnya tidak tahu uangnya dipegang dosen ‘kah, atau si ‘D’. Intinya kalau kita mau belanja harus buat (Rencana Anggaran Belanja) RAB terlebih dahulu barulah uang dapat cair,” jelasnya.
‘Itulah RAB yang diketahui dalam musyawarah kelas mata kuliah. Tidak ada mahasiswa yang keberatan. Melalui ketua kelas masing-masing terkumpullah biaya sebesar Rp. 1.820.000 (baca: satu juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah). Biaya ini tentu tidak cukup untuk kegiatan yang berlangsung selama dua hari. Oleh karena itu, dicetaklah tiket bagi publik untuk menonton. Hasil dari penjualan tiket terkumpullah Rp 1.900.000 (baca: satu juta sembilan ratus ribu rupiah).’
Jadi total biaya yang terkumpul Rp. 3.720.000 (baca: tiga juta tujuh ratus dua puluh ribu rupiah). Dana inilah yang digunakan untuk keperluan kegiatan sampai tuntas. Masih ada saldo sebesar Rp. 26.000 (baca: dua puluh enam ribu rupiah). Akhirnya disepakati saldo ini dibelikan air mineral saja.’ mengutip dari Hak Jawab ‘ER’.
Fei (bukan nama sebenarnya), mahasiswa angkatan 2021 Prodi Pendidikan Bahasa Inggris mengatakan bahwa acara dilakukan dalam waktu dua hari, pada hari pertama pelaksanaan acara, panitia hanya diberikan uang sejumlah Rp. 400.000,00 (baca: empat ratus ribu rupiah) untuk membeli beberapa konsumsi oleh ‘D’.
“Saya ingat segitu jumlah uang yang diberikan pada hari pertama. Uang itu digunakan semuanya untuk beli konsumsi para dosen dan juri, sementara untuk panitia hanya air mineral saja. Pada hari kedua saya tidak tahu lagi siapa yang bertanggung jawab,” jelasnya melalui pesan WhatsApp, (16/1).
Selanjutnya reporter Mimbar Untan berusaha menghubungi panitia yang mengurus konsumsi pada hari kedua, namun hingga berita ini terbit kami masih belum mendapat jawaban.
Kemudian, reporter Mimbar Untan menghubungi Anggi (bukan nama sebenarnya) mahasiswa angkatan 2021 Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Ia menerangkan sebelum acara dimulai, panitia telah mengestimasi anggaran belanja yang sekiranya diperlukan pada saat hari H, mulai dari baterai, lem, lakban, spidol dan lain-lain. Namun, anggaran yang telah dibuatnya justru dirombak habis oleh ‘D’ hingga menyisakan baterai mikrofon dengan harga Rp. 20.000,00. (baca: dua puluh ribu rupiah)
“Untuk bagian properti itu kami hanya menerima Rp. 20.000,00.(baca: dua puluh ribu rupiah)
Hanya untuk baterai mikrofon, padahal yang kami ajukan bukan cuma itu, spidol dan lakban kami bawa dari rumah,” ujarnya.
Tak hanya itu, dalam keberlangsungan acara Poetry Reading (27-28 Mei) tak lepas dari dekorasi dan beberapa pernak-pernik demi mempercantik panggung. Juni (bukan nama sebenarnya) mahasiswa angkatan 2021 Prodi Pendidikan Bahasa Inggris turut membagikan berapa banyak pengeluaran yang dipergunakan untuk kebutuhan dekorasi pada hari-H.
“ RAB yang dibuat teman saya itu, semulanya Rp. 1.169.500 (baca: satu juta seratus enam puluh sembilan ribu lima ratus) sementara realisasi dana yang terpakai berjumlah Rp 413.000 (baca: empat ratus tiga belas ribu ) dengan pembelanjaan dua tirai foil, banner DIY, enam puluh pieces (pcs) balon metalik, dua buah lem balon, dua pcs foil bintang, dua kertas krip, tiga pcs kertas manila, tiga pcs kertas original, dua pcs benang, tiga pcs pita, satu pcs double tape, satu buah Glue stick dan SD Card Sandisk 64gb,” jelasnya saat diwawancarai via WhatsApp (21/1).
Huru Hara Mediasi 13 November 2023
‘Bukan mendapat titik tengah, Dandi menyampaikan bahwa rekan-rekannya justru kembali dirundung di dalam ruangan mediasi. Kata-kata bernada intimidasi terus mereka dapatkan bahkan perlakuan tersebut dilakukan oleh beberapa dosen lainnya yang turut membersamai mediasi kala itu. Transparansi yang diminta sejak awal pun rupanya tak kunjung di dapat,’ mengutip berita ‘Dugaan Pungli, Dosen Kumpulkan Iuran Praktik Mata Kuliah’ di situs mimbaruntan.com, (6/1).
Selanjutnya, reporter Mimbar Untan menemui Urai Salam, Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) Untan demi mengkonfirmasi proses mediasi yang terjadi pada 13 November 2023 di ruang Wakil Dekan I FKIP tersebut. Urai menerangkan bahwa setelah laporan masuk ke Dekan FKIP, dirinya kemudian ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Ia menyampaikan bahwa seingatnya mediasi dihadiri oleh lima orang dosen termasuk ‘ER’, tiga orang mahasiswa, serta dirinya yang berperan sebagai mediator kala itu.
“Kasusnya (dugaan pungli) langsung dilaporkan mahasiswa ke Pak Dekan. Nah, Pak Dekan minta saya untuk menanganinya. Saya tidak ada sakit hati dengan siapapun dan berusaha semaksimal mungkin agar equal position,” jelas Urai saat diwawancarai di ruangannya pada, (16/1).
Urai menjelaskan bahwa proses mediasi berjalan tidak kondusif sebab kedua belah pihak baik dari mahasiswa maupun dosen kerap tersulut emosi. Dalam penyampaian tuntutannya, Urai menyayangkan sikap yang ditunjukkan oleh mahasiswa.
“Suasana semakin memanas, karena dosen bersangkutan belum hadir saat itu, jadi pas datang langsung ditanya, ‘mana transparansi dananya?’ Di luar ekspektasi saya karena tidak ada akhlak sama sekali,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai kebenaran adanya ‘perundungan dan intimidasi’ dalam proses mediasi, Urai pula menampik bahwa tidak ada intimidasi maupun perundungan dalam mediasi tersebut. Baginya, hal tersebut terjadi karena emosi yang tak terkontrol dari kedua belah pihak.
“Seharusnya diusahakan tidak emosi dan terkontrol, coba behave, gitu lah. Walaupun misalnya kalian kesal sama saya tetaplah unjukkan bahwa kita ini di dunia akademik, ada unggah-ungguhnya. Saat kalian tiba-tiba menyerang, saya ‘kan, tersulut juga emosi toh, Jadi saya menyebutnya bukan intimidasi gitu. Karena sama-sama tersulut emosi yang kita geram itu tadi,” lanjutnya.
Lika-Liku Mencari Transparansi Dana
Lebih lanjut, Urai menjelaskan bahwa beberapa mata kuliah memang terkadang memerlukan biaya untuk proses pembelajarannya dan dosen tidak memaksa mahasiswa. Baginya tidak perlu lagi meminta transparansi ketika mengkomparasikan jumlah dana yang disebutkan oleh ‘ER’ dengan praktik Poetry Reading yang telah dilaksanakan. Ia menganggap bahwa bentuk pertanggungjawaban ‘ER’ berupa kegiatan sudah terlaksana, sehingga penggunaan uang tak perlu lagi dipusingkan.
“Soal RAB kegiatannya saya tidak tahu karena tidak punya datanya. Kalo melihat jumlah yang disebutkan itu kemudian melihat kegiatan yang dilaksanakan, wajar tak kita minta transparansi? Kalo namanya orang mau manggung ‘kan, banyak hal yang dibelikan. Kalo memang uang itu bersisa, sisanya berapelah?,” tegas Urai.
Baca Juga: Hak Jawab Dosen ‘ER’; Iuran Praktikum itu Bukanlah Pungli
Terakhir, Urai menjelaskan bahwa transparansi dana pelaksanaan praktik Poetry Reading tahun ajaran 2022/2023 yang diminta sejak awal oleh mahasiswa memang tidak didapatkan, karena komunikasi sudah tidak berjalan dengan baik pada saat mediasi. Namun, dirinya mengetahui bahwa pengumpulan dana yang dilakukan untuk kegiatan Story Telling semester lima saat itu telah dikembalikan seratus persen.
“Kalau kita mendidik itu kita minta mahasiswa untuk bersedekah dan berbagi, it’s process, you know? It’s not always a sudden, (itu proses, kamu tahu? Hal ini tidak selalu terjadi secara tiba-tiba) kalau mau berbagi itu perlu belajar. Kalau masalah pungli ini pemerintah memang melarang karena kita berada di zona integritas. Tapi, bukan maksudnya tidak boleh kasih sama sekali ke dosen ‘kan?,” tutupnya.
Lalu, bagaimanakah persoalan transparansi dana acara Poetry Reading tahun ajaran 2022/2023?
Per tanggal 14 Januari 2023, reporter Mimbar Untan berupaya meminta konfirmasi dan data pendukung yang tertera dalam Hak Jawab Dosen ‘ER’, khususnya pada realisasi belanja yang digunakan pada praktik Poetry Reading melalui pesan WhatsApp. Namun, hingga berita ini terbit kami belum mendapatkannya.
“Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) ini sudah disampaikan di kelas masing-masing. Jadi tidak ada masalah dan tidak pula ada yang keberatan sampai mata kuliah berakhir semester genap lalu,” adalah pernyataan ‘ER’ dalam Hak Jawab-nya.
Reporter Mimbar Untan kembali mengonfirmasi kepada Tara terkait penyampaian LPJ dari ER di masing-masing kelas. Tara mengatakan tidak pernah ada laporan tertulis secara detail yang disampaikan melainkan hanya berupa pembicaraan terkait persiapan acara yang membutuhkan dana iuran untuk keperluan dekorasi, konsumsi dan lainnya.
“Kalau penyampaian LPJ secara detail itu nggak ada, cuma pas awal penyampaian akan ada acara untuk Ujian Akhir baru disampaikan untuk kebutuhan dekorasi dan konsumsi. Bahkan, mau dekat acara aja nggak ada dikasih tau. Ketika di akhir acara juga nggak ada obrolan apapun yang membahas uang, cuma seputar evaluasi kegiatan,” jelas Tara ketika diwawancarai secara daring pada, (16/1).
Iuran yang Sah di Mata Aturan Kampus dan Undang-Undang
Melihat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020
Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pasal 10, bahwasanya PTN dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan-pungutan lain selain UKT dari mahasiswa. Sehingga yang berhak mengambil pungutan ialah PTN tersebut yang biasa dikenal di kalangan mahasiswa dengan ‘uang gedung’.
Pernyataan tersebut turut didukung dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 pasal 5g. Disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang melakukan pungutan diluar ketentuan. Dimana PNS mencakup kepada tenaga pendidik yaitu Guru atau Dosen. Artinya pungutan selain UKT yang diambil oleh PTN dibenarkan, kecuali pungutan yang dilakukan oleh dosen.
Reporter Mimbar Untan melakukan upaya konfirmasi lebih lanjut terhadap informasi-informasi yang tertulis dalam Hak Jawab dosen ‘ER’. Salah satunya mengenai pernyataan ER terkait ‘Iuran ini sah dan legal sesuai aturan kampus dan Undang-Undang’.
“ER mengklarifikasi ‘tuduhan’ kepadanya seolah melakukan pungutan liar (pungli) yang jelas-jelas merupakan tindakan koruptif, sementara yang beliau lakukan adalah iuran praktikum mata kuliah Bahasa Inggris yang diampunya sepengetahuan pihak FKIP dan telah berlangsung bertahun-tahun sebagai bagian mata kuliah praktikum. Iuran ini sah dan legal sesuai aturan kampus dan Undang-Undang,” tulis ‘ER’ pada Hak Jawab-nya.
Reporter Mimbar Untan kemudian mengunjungi Ahmad Yani selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP), Untan. Ia mengatakan bahwasannya tidak ada ‘aturan kampus’ yang melegalkan adanya iuran praktik mata kuliah yang dilakukan oleh pihak ‘ER’.
“Saya kurang tahu, setahu saya sih tidak ada. Saya pribadi pun tidak setuju dengan yang seperti itu (cara iuran yang dilakukan oleh ‘ER’),” ucapnya pada saat ditemui di ruangannya, pada (16/1).
Selain Dekan, reporter Mimbar Untan juga berupaya mengkonfirmasi ‘aturan kampus’ yang dimaksud ER kepada Ketua Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa Inggris. Namun, sejak dihubungi melalui pesan WhatsApp dan ditemui pada (16/1), Kaprodi belum bersedia untuk diwawancarai hingga hari ini.
Penulis: Hilda Putri Ghaisani
Editor: Dedek Putri Mufarroha