Kendaraan pelan mendengarkan bisik kami yang berteriak
Semasa itu di meja yang ribut
Lalu berkatalah,
Sebaiknya pergi minum saja, kita haus kesedihan
Sudah waktunya mengumbar dosa. Mengalirlah segala tanya, secuil gelisah, sebanyak-banyaknya tawa
Baca Juga: Puisi Bang Miun Spesial Hari Ibu
Gelas pendiam menelan bualan yang tersumpal di mulut-mulut berbusa. Aduhai, ini barang tak kau temukan di bangku kuliah. Kau mengenal puisi disini.
“Joko telah mati”
“Hah?! innalilahi, lancang sekali Tuhan matikan dia. Padahal anaknya baru saja naik jadi wakil…”
“Heh! itu juga yang kuharapkan! Belum kesempatan dia, kali ini Joko Pinurbo!
Gelas makin diam. Mulut diam. Kepala diam. Korek api diam. Birahi diam. Puisi makin berisik. Bergumam pasal mati, cinta, merdeka….
Aku amat mengenal puisi disini. Namun aku harus pulang ke rumah beratap tanpa syair. Menggosok ilusi dan menyisir tragedi. Juga berpakaian wudhu, huh mantap betul setelan tidurku, yang mengantarku di persimpangan: entah sehangat kasur atau sedekat kubur.
Penulis: Putri Permatasari