Mimbaruntan.com, Untan – Sesuai Keputusan Rektor Universitas Tanjungpura Nomor 2354/UN22/KU/2017 yang ditetapkan pada 6 Juni 2017 lalu, Universitas Tanjungpura resmi memberlakukan pemungutan biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bagi mahasiswa jalur mandiri mulai dari angkatan 2017 Program Sarjana S1 dan Program Diploma. Namun apakah dalam pelaksanaannya di lapangan sudah sesuai dengan isi dari Permenristekdikti No 39 Tahun 2017?
Pada poin kedua Surat Keputusan tersebut dijelaskan bahwa Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) merupakan sumbangan pengembangan yang ditanggung mahasiswa jalur Ujian Mandiri Program Sarjana S1 dan Program Diploma Universitas Tanjungpura yang dibayarkan 1 kali selama masa perkuliahan dan diangsur dalam 4 semester.
Kemudian pada poin ketiga disebutkan bahwa besaran nilai Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) untuk Program Reguler berdasarkan kelompok Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sedangkan untuk Program Percepatan Angka Partisipasi Kasar (PPAPK) berdasarkan kelompok dari hasil penilaian verifikasi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) masih berlaku hingga saat ini. Artinya juga diberlakukan untuk mahasiswa Angkatan 2018 dengan kriteria yang sama dengan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Dilema Perguruan Tinggi
Permenristekdikti No 39 Tahun 2017, yang diundangkan pada tanggal 2 Juni 2017 mengatur tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Pada pasal 8 ayat 1 yang pada intinya berbunyi, “Perguruan Tinggi Negeri dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana bagi mahasiswa asing, mahasiswa kelas internasional, mahasiswa yang melalui jalur kerja sama dan/atau mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri.
Dijelaskan pula pada ayat 3 bahwa jumlah mahasiswa baru S1 dan D3 sebagaimana yang tertera pada ayat (1) paling banyak 30% dari jumlah keseluruhan mahasiswa yang masuk jalur mandiri. Menurut fakta tersebut artinya sebuah Perguruan Tinggi Negeri diperbolehkan memungut biaya selain UKT kepada mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri paling banyak 30% dari keseluruhan mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri.
Menurut data yang dilansir dari laman resmi Untan (http://service.untan.ac.id:8888/$/), jumlah mahasiswa baru tahun ajaran 2018/2019 berjumlah 6.490 mahasiswa. Masuk melalui jalur SNMPTN berjumlah 19,66 persen atau 1.276 mahasiswa. Sedangkan melalui jalur SBMPTN berjumlah 26,27 persen atau 1.705 mahasiswa. Sisanya, yaitu 3.509 atau 54,07 persen masuk ke Untan melalui jalur Mandiri.
Melihat persentase tersebut, ada indikasi Untan telah melewati ambang batas jalur masuk yang termuat dalam Permenristekdikti No 39 tahun 2017 yang artinya ada kejanggalan dalam pelaksanaan kebijakan yang menerapkan pemungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Mansyur selaku Kepala Biro Adiminstrasi Keuangan (BAK) Untan menjelaskan bahwa kondisi mahasiswa jalur mandiri yang melebihi dari ketentuan Permenristekdikti dikarenakan kuota dari dua jalur masuk sebelumnya, yakni SNMPTN dan SBMPTN tidak terpenuhi. Maka dialokasikan ke jalur berikutnya.
“Betul adanya bahwa kuota telah ditetapkan sesuai ketentuan Permenristekdikti No.39 Tahun 2017, namun setelah pengumuman kelulusan SNMPTN peserta yang tidak melakukan registrasi rata-rata berkisar 20-25% dari jumlah yang dinyatakan lulus. Kursi yang tidak terisi ini kemudian ditambahkan ke dalam daya tampung SBMPTN, peserta yang tidak melakukan registrasi rata-rata berkisar 20-25% sehingga sisa kursi tersebut kemudian ditambahkan kembali ke dalam daya tampung seleksi Mandiri,” ungkapnya dalam wawancara tertulis kepada reporter LPM Untan.
Mansyur juga mengatakan bahwa di dalam seleksi mandiri tidak hanya melakukan seleksi untuk program reguler. Tetapi juga terdapat Program Percepatan APK-PT dan Pendidikan Vokasi. “Hal ini yang menyebabkan persentase tersebut kelihatan melebihi angka yang ditetapkan, padahal secara kumulasi masih tidak berubah atau masih sesuai dengan yang ditentukan,” tulisnya.
Di sisi lain Kepala Biro Umum dan Keuangan (BUK) Herilasti Pujiningsih juga menjawab persoalan ini. Ia mengatakan bahwa dalam penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) per semester Untan berpatokan pada Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang merupakan nominal biaya kuliah maksimal dan telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia mengungkapkan Untan hanya mengambil sekitar 30% dari ketentuan maksimal BKT di setiap Prodi. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Permenristekdikti No.22 Tahun 2015. Oleh karena itu, Untan memberlakukan SPI untuk menyubsidi kekurangan pungutan UKT yang hanya memungut sekitar 30% saja dari batas nominal maksimal.
Baca Juga: Kejelasan Sumbangan Pembangunan Institusi Fakultas Kehutanan
Mahasiswa juga ikut menanggapi perihal SPI ini. Aditya mahasiswa Angkatan 2017 Prodi Teknik Kelautan Reguler A mengatakan bahwa SPI ini sangat memberatkan belum lagi ia juga harus membayar UKT yang nominalnya hampir 8 juta dan ditambah lagi ia sendiri tidak mengetahui alokasi dari dana SPI ini. “Saya tidak tahu alokasi dana dan sangat memberatkan dimana UKT saya saja sudah hampir 8 juta,” tulisnya dalam survei yang kami lakukan.
Disisi lain, Hakim mahasiswa Angkatan 2018 Program Studi Pendidikan Matematika juga mengeluhkan dengan adanya biaya pemungutan SPI ini. “Jadi gini saya ini dari keluarga yang kurang mampu dan waktu dari sistem pembayaran saya tiba-tiba kena UKT 5 menurut saya itu semua tidak adil. Orang tua saya itu mikir gimana caranya agar saya ini untuk tetap kuliah. Sudahlah kena UKT 5, ditambah lagi SPI. Apakah pihak Untan tidak ada kasihannya?” ungkapnya.
Selain pengetahuan terkait alokasi dana SPI, tidak sedikit pula mahasiswa yang mengeluhkan fasilitas Untan yang dirasa sama saja semenjak diberlakukannya SPI. “Saya sebenarnya setuju dengan adanya SPI di Universitas Tanjungpura tetapi Untan juga harus memadai fasilitasnya dong jika ingin adanya SPI,” kata seorang mahasiswi Angkatan 2018 Dhitya Dwi Program Studi Pembangunan Sosial.
Penulis: Imam Firdaus