mimbaruntan.com, Untan – Peringatan Hari Buruh Internasional atau sering juga disebut Mayday yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei, menjadi momentum bagi segenap orang di seluruh dunia untuk menyuarakan aspirasinya. Satu di antaranya adalah aksi yang disampaikan oleh Front Pembela Rakyat (FPR) Kalimantan Barat (Kalbar) di area Tugu Perjuangan atau tugu digulis Untan, Selasa(1/5).
FPR Kalbar yang didalamnya terdiri dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria(AGRA) Kalbar, Persekutuan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia (PMKRI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Serikat Pemuda Rakyat (SPR), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Serikat Pemuda Dayak (SPD) dan Pembaharu, menyuarakan berbagai tuntutan di hari buruh tahun ini.
Wahyu Setiawan mengatakan bahwa dalam aksi buruh kali ini hadir akibat keresahan yang terjadi di kalangan masyarakat baik berupa buruh maupun pada petani yang selama ini merasa haknya tidak diindahkan. ”Upah yang mereka terima itu tidak sebanding dengan kebutuhan yang mereka perlukan saat ini,” ungkapnya di area taman Digulis Pontianak.
belu lagi hak-haknya dipenuhi oleh penanggung jawab, buruh lokal semakin merasa terpinggirkan akibat Perpres No. 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menurutnya tidak tepat sasaran dan menambah sempit lapangan pekerjaan dan mengabaikan tenaga kerja produktif yang banyak tersedia di Indonesia. “Kebijakan pemerintah ini kurang tepat yang membawa tenaga kerja asing besar-besaran ke Indonesia. Sedangkan masih banyak tenaga kerja indonesia yang membutuhkan pekerjaan,” ungkap Ketua dari AGRA Kalbar tersebut.
Selain itu buruh, hadir pula dari kalangan mahasiswa yang ikut serta menyuarakan pendapatnya dalam momentum aksi buruh tersebut. Yusman yang tergabung dalam GMNI regional Pontianak mengungkapkan bahwa keikutsertaannya adalah bentuk tanggung jawab sebagai mahasiswa yang menjadi garda terdepan perubahan.
Dalam hadirnya, ia mengkritisi sistem pendidikan yang tidak menjadikan mahasiswa aktif dalam permasalahan sosial dan minim pengembangan kreatifitas. “Karena sistem pendidikan menjadikan kita bodoh, dalam arti bahwa setelah lulus mahasiswa tidak serta merta mendapatkan lapagan pekerjaan yang sesuai atau tepat,” ungkapnya.
“Sistem pendidikan hari ini membuat teman-teman sibuk pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya akademisi maupun yang lain, alhasil hari ini mahasiswa yang terjadi hanya membungkam diri, tidak menyuarakan apa-apa, keenakan dan disibukan dengan sistem perkuliahan yang padat dan minim penyalur kreatifitas maupun mengikuti kegiatan untuk internal kampus maupun eksternal kampus,” pungkasnya.
Dalam Aksi Buruh Internasional tersebut, terdapat 9 poin tuntutan yang disampaikan. Berikut tuntutannya :
- Melaksanakan Reforma Agraria Sejati dan Menolak RA-PS Jokowi-JK yang hanya memperkuat kedudukan monopoli atas tanah
- Membangun Industri Nasional sebagai salah satu syarat kedaulatan kemakmuran rakyat
- Mencabut PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan
- Mencabut UU PPMI dan berikan perlindungan sejati bagi buruh migran
- Menolak pengesahan kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena mengancam hak kritis rakyat
- Mencabut perpres No. 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA)
- Menolak segala bentuk larangan pembakaran ladang bagi kaum tani
- Melaksanakan eksekusi pembatalan HGU PT. Sintang Raya dan mencabut izinnya
- Mebebaskan Ayub(warga olak-olak kubu/red) tanpa syarat dan mengembalikan seluruh barang milik masyarakat yang disita oleh polres mempawah
Penulis : Adi Rahmad
Editor : Fikri RF