mimbaruntan.com, Untan – Dilansir dari website resmi untan.ac.id pada Jumat, (27/11/2020) kunjungan Tim Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian dan Kebudayaan dalam rangka monitoring dan pelaksana zona integritas menuju Untan yang menjadi Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
Untan sebagai perguruan tinggi dalam kawasan zona integritas seharusnya sudah sejalan dengan visi misi yang ada di dalamnya. Namun beberapa waktu lalu berseliweran pemberitaan di kanal media sosial mengenai skandal manipulasi nilai SIAKAD oleh tenaga pendidik Untan. Hal tersebut merupakan wujud pelanggaran Wilayah Birokrasi Bersih Melayani sebab dengan mudahnya nilai SIAKAD diutak-atik, pemberitaan ini menyeret lima orang dosen Fakultas FISIP, seorang staf operator SIAKAD, dan seorang mahasiswa S2. Meski berada dalam kawasan zona integritas, penerapan Untan nyatanya masih patut dipertanyakan?
Manipulasi Nilai Siakad FISIP UNTAN Rektor Memilih Bungkam
Beberapa pihak terkait seolah tak sejalan dalam pemikirannya, tak sehati menyelesaikan kasus serta persoalan yang ada. Rektor sendiri memilih bungkam dan menyerahkan kasus pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan (Kemristekdikti). Meski sempat memberi perintah untuk membentuk tim investigasi internal siapa terduga pelaku di balik manipulasi nilai Siakad, penyelesaian selanjutnya harusnya juga dikabarkan.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) memberi pernyataan agar kasus tersebut diselesaikan secara internal saja. Pelanggaran dari zona integritas bukanlah hal yang bisa diselesaikan dengan slogan diam adalah emas. Padahal sebenarnya kehendak untuk mengetahui kebenaran terkait respon Untan bukanlah bertujuan untuk menjelekkan nama PT, padahal hal tersebut membuka fakta bahwa Untan sangat terbuka mengenai penyelesaian kasus-kasus yang ada. Tampak benar-benar tidak tegas.
Predikat anugerah Keterbukaan Informasi Publik pada 2023 oleh Komisi Informasi Pusat hanyalah pajangan. Predikat yang dikantongi Untan dengan label ‘Informatif’ sejauh ini apakah sudah benar-benar akuntabel? Keterbukaan Informasi Publik diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 layak diterapkan di setiap Universitas. Bagaimana keterbukaan informasi merupakan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Permenristekdikti No. 75 Tahun 2016 Tentang Layanan Informasi Publik Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang memperkuat peraturan di Universitas. Jika menyandang gelar Informatif tentu saja para civitas akademika juga harus selaras dengan penghargaan yang ada, bukan?
Dari Badan Layanan Umum (BLU) hingga menuju persiapan menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Berbadan Hukum (BH) semua hal-hal yang berpotensi mencoreng nama Perguruan Tinggi (PT) sama sekali tidak ada transparansi dalam penyelesaiannya layaknya kasus dugaan pungutan liar yang ditemukan pelaporan oleh reporter mimbaruntan pada bulan Januari tidak ada penuntasan yang jelas, siapa saja yang terbaca gerak-gerik sebagai pelapor maka ia akan mendapat kecaman.
Tindak lanjut para terduga yang terlibat dalam kasus di FISIP, tidak terdapat perbincangan lanjutan. Untan sibuk dengan mencari siapa yang membocorkan data investigasi mengenai kasus terkait. Semua masalah selalu mencari siapa pelapor, memangnya segenting apa menemukan itu sekarang? Klarifikasi yang diberikan tidak menjawab pertanyaan masyarakat kampus dalam menangani kebijakan yang kurang bijak ini. Begitu pula dalam kasus dugaan pungutan liar yang ditemukan reporter mimbaruntan.com saat itu, pelaku tetap berkeliaran dan melaksanakan aktivitas di lingkungan perguruan tinggi seperti biasanya.
Hirarki orang dalam di dunia pekerjaan juga tetap ada di PT ini, siapa berkuasa ia berhak bebas? Dalam kasus seperti dugaan pungli, pelapor justru terancam dan didiskriminasi dalam perlakuannya. Pihak Fakultas yang mengetahui itu sebuah kesalahan, malah bungkam dan justru mendukung serta menormalisasikan hal tersebut. Kebobrokan mana lagi yang terus Untan normalisasi? PT menjadi wilayah yang menakutkan meski ada aturan di dalamnya. Aturan tersebut hanya membingkai di dinding, larangan dan perintah hanya menghabiskan kertas. Tak ada yang benar-benar penuh aksi dalam pelaksanaannya.
Jika ada tulisan yang mengancam kedamaian penilaian PT, Untan akan mencari serta mencerca pihak tersebut, apalagi jika itu mahasiswa. Akan begitu mudah bagi mereka mempersulit urusan mahasiswa tersebut, siapa sangka sang empunya predikat Keterbukaan Informasi justru seanti kritik itu?
Aksi pungutan liar di salah satu fakultas dianggap hal lumrah, dipandang menjadi sebuah kebaikan, hibah katanya. Mungkin belum cukup kaya oknum terkait hingga harus memeras mahasiswa? Tak masalah jika iuran yang diberikan ada transparansi serta praktik dan pelaksanaannya mendapatkan sesuatu yang layak. Jika membaca kilas balik semua persoalan yang ada PT ini, benar adanya jika mereka tidak sungguh-sungguh menyikapi dengan adil. Lantas bagaimana dosen pengampu mata kuliah terkait kasus manipulasi nilai Siakad?
‘Wilayah Bebas Korupsi’ masih menormalisasikan pungutan liar sebagai ajang menambahkan pahala, ‘Wilayah Birokrasi Bersih Melayani’ masih melayani tanda tangan Daftar Peserta dan Nilai Akhir (DPNA) sekelas akademisi saja berayun-ayun kaki sejak menjadi terduga manipulasi nilai SIAKAD.
Penulis: Keradaksian mimbaruntan.com
Sumber:
https://untan.ac.id/tag/zona-integritas