mimbaruntan.com, Untan- Pelaksanaan Sholat Idul Adha di Masjid Nurul Iman, Surya Deli Dusun Serasau Jaya Desa Peniti Kabupaten Sekadau berjalan dengan hikmat. Puluhan warga setempat memadati masjid untuk melaksanakan sholat Idul Adha Rabu, (22/8).
Sumarwan, Khotib sholat Idul Adha dalam khotbah nya menyampaikan bahwa kisah Ibrahim untuk sabar seharusnya dapat diterapkan oleh siapa saja di era ini.
“Cara Allah menguji Ibrahim untuk untuk mengqurbankankan anaknya tidak membuat ia lalai, namun tetap bersabar dan ikhlas yang seharusnya juga dapat kita contoh hingga saat ini,” ungkapnya.
Berbicara masalah kurban dan pengorbanan, maka tak terlepas dari rangkaian kisah pengorbanan Nabi Ibrahim As akan putranya yang terkasih Isma’il As. Peristiwa yang terjadi ribuan tahun yang lalu seolah masih terngiang di telinga kaum muslimin manakala Idul Adha datang menghampiri.
Diriwayatkan dalam kitab “Durrah” yang ditulis oleh Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawi, menceritakan peristiwa yang sangat mengagumkan bahwa : “disaat pisau Nabi Ibrahim hampir sampai di tenggorokan Isma’il, maka saat itu para Malaikat di langit “Ya Allah leher itu….Ya Allah leher itu !” lalu mereka semua bersujud kepada Allah karena tidak kuasa menyaksikan prosesi penyembelihan itu, maka Allah dengan bangga berseru kepada mereka, “perhatikanlah hai para malaikat-Ku, bagaimana seorang hamba-Ku Ibrahim dan Isma’il mentaati perintah-Ku karena semata-mata mengharap ridha-Ku, dan seandainya seluruh malaikat-Ku membawa leher-leher mereka, maka tidak akan dapat menyamai dan menebus leher Isma’il.
Itulah saat dimana kesetiaan, cinta kasih dan keimanan seorang hamba diuji oleh Allah SWT. Akhirnya Allah memberikan pertolongan kepada keduanya dengan mengganti sembelihan itu dengan seekor kibas sebagaimana firman-Nya, “lalu Kami tebus anak itu (Isma’il) dengan seekor sembelihan yang besar (seekor domba/kibas)” (Q.S.Ash-Shaffat : 107). Rasa haru dan suka cita menyelimuti mereka berdua, bahagia telah mampu melaksanakan perintah Allah dengan penuh keimanan kepada-Nya, lalu Allah memuji dan mengapresiasi ketaatan Nabi Ibrahim : “Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Ash-Shaffat : 105), kemudian Allahpun merestuinya : “Salamun ‘alaa Ibrahim” ( (yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim ) Q.S.Ash-Shaffat : 109).
Dibalik kisah cuplikan sekilas Qurban dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Isma’il , mengandung hikmah yang sangat urgen bagi umat manusia. Sedikitnya ada tiga hikmah yang dapat dipetik. Pertama, bersabar atas segala sesuatu. Di tengah keterpurukan bangsa kita saat ini, dihiasi dengan berbagai kericuhan dan kerusuhan yang terjadi di berbagai tempat di wilayah nusantara, dekadensi moral, musibah melanda, krisis ekonomi dan kepercayaan yang menyelimuti, maka tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali bersabar dan memperbaiki diri, memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan bangsa dengan tetap disinari nilai-nilai ukhuwwah dan keimanan kepada Allah SWT.
Sabar artinya kemampuan menahan diri terhadap perbuatan-perbuatan negatif yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Ash-Shoru ‘alaa Kulli Haal maksudnya sabar dalam menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, sabar dalam mempertahankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Karena itu tidak heran jika Allah menyatakan : “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Q.S.Al-Baqarah : 153).
Kedua, Jujur dalam melakukan sesuatu. Di zaman modern sekarang ini, dalam era globalisasi informasi saat ini, betapa dengan mudahnya kita bisa mencari dan mendapatkan orang-orang yang pintar. Namun sungguh sangat sulit mencari dan menemukan orang-orang yang jujur. Bahkan Perguruan-perguruan Tinggi Negeri maupun swasta dengan segala atribut dan fasilitasnya telah banyak mencetak ratusan bahkan mungkin ribuan para sarjana setiap tahunnya. Sarjana yang sarat dengan ilmu pengetahuan, daya nalar dan rasional yang tinggi, akan tetapi pendidikan dan keilmuan tersebut tidak dapat menjamin seseorang menjadi jujur.
Kita mengangkasa dalam teknik tapi merangkak dalam etik, kejujuran tak ubahnya laksana teori yang diukir dengan kata-kata indah tapi tanpa realita dan bukti nyata, kejujuran bagai sebuah sya’ir yang dilantunkan dengan filosofis tinggi namun tanpa realisasi dan aplikasi.
Ketiga, ketaatan merupakan pembuka pertolongan. Nabi Ibrahim As sosok orang tua yang ideal. Seorang yang lebih mencintai Allah daripada keluarganya. Ketaatannya kepada Allah lebih besar dari rasa cintanya kepada anaknya. Inilah sikap seorang mukmin yang sesungguhnya, bukankah Allah pernah berfirman : “orang-orang yang beriman itu lebih tinggi cintanya kepada Allah ” / lihat Q.S. Al-baqarah : 165).
Isma’il As adalah figur seorang anak remaja yang ideal, ketaatan dan kepatuhannya kepada orang tua dalam rangka ibadah kepada Allah lebih diutamakan daripada kepentingan dirinya sendiri. Dewasa ini para orang tua dan pemerintah dihadapkan kepada problematika sosial yang melanda yaitu kenakalan remaja. Sebagian mereka hanyut dalam kemerosotan etika, larut dalam dekadensi moral, gemar berjudi, berkenalan dengan minuman keras, bergaul dengan narkoba dan melupakan Tuhannya. Karena itu remaja-remaja seperti sosok Isma’il sangat diharapkan eksistensinya dan dirindukan kehadirannya oleh bangsa dan negara kita sekarang ini.
Nurul warga sekaligus satu diantara jamaah shalat menyatakan keharuannya ketika menyambut Hari Raya Idul Adha. Baginya idul adha atau yang sering disebut Hari Raya Qurban memiliki makna yang mendalam ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Berkaca dari kisah Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As, ia berharap dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. “Harapan nya tentu menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, serta panjang umur dan dapat bertemu dengan Idul Adha di tahun depan,” pungkasnya
Penulis : Rio Pratama
Editor : Umi