mimbaruntan.com, Untan— Bermula pada saat rumusan nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) pada tanggal 12 Februari 2013 silam, Pemberlakuan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi atau disingkat dengan BOPTN mulai berlaku, sebagaiamana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan 30% dari BOPTN untuk penelitian di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
BOPTN ini merupakan satu diantara program dari Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KemenristekDikti) yang diberikan kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk membiayai kekurangan biaya operasional sebagai akibat adanya kenaikan sumbangan pendidikan di PTN.
“Kalau dulu masih di bawah Kemendikbud, program itu dimulai pada tahun 2012. Jadi setiap universitas negeri itu diberikan BOPTN dengan konsep perhitungan setelah diberlakukannya Uang Kulih Tunggal (UKT),” ungkap Sy. Zulkifli, Kepala Sub Bagian Biro Umum dan Keuangan (BUK) Untan, Rabu (12/4).
Untuk konsep pemberian dana BOPTN adalah melalui perhitungan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) danUang Kuliah Tunggal (UKT). Ketika uang kuliah telah di tetapkan, namun terjadi selisih kekurangan, maka akan ditutupi oleh dana BOPTN.
Besaran tarif BKT melalui penetapan pemerintah yang mengacu pada standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi secara periodik dengan mempertimbangkan, pertama, capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Kedua, jenis Program Studi. dan ketiga indeks kemahalan wilayah.
Dasar penyusunan UKT adalah melalui perhitungan standar satuan biaya operasional sebagai dasar oleh PTN untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. Biaya yang ditanggung oleh Mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
Mengacu pada Peraturan Dikti nomor 6 tahun 2016, bahwa dana BOPTN hanya dapat dipergunakan untuk Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, biaya pemeliharaaan pengadaan, penambahan bahan praktikum/kuliah, bahan pustaka, penjamin mutu, kegiatan kemahasiswaan, langganan daya dan jasa.
Selain itu, ada juga untuk pelaksanaan kegiatan penunjang, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, honor dosen tenaga pendidikan non PNS, dosen tamu, pengadaan sarana dan prasarana, satuan pengawas internal, pembiayaan Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri serta Kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam Renstra Perguruan Tinggi masing-masing.
“Secara umum, BOPTN itu digunakan untuk penyelenggaraan perkuliahan, pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat kemudian yang berkaitan dengan pengadaan bahan praktikum,” paparnya.
Dana BOPTN tidak dapat dipergunakan untuk belanja modal dalam bentuk investasi fisik seperti gedung baru dan kendaraan dinas, tambahan insentif mengajar untuk pegawai negeri sipil, tambahan insentif dan honor untuk pejaba tadministrasi, pejabat fungsional, dan pejabat pimpinan tinggi yang berstatus pegawai negeri sipil serta kebutuhan operasional untuk manajemen.
“Tidak boleh digunakan untuk pembangunan gedung baru, yang diperbolehkan itu pemeliharaan gedungnya,” timpalnya.
Dasar yang digunakan untuk mengalokasikan BOPTN pada perguruan tinggi, mempertimbangkan beberapa kriteria, yakni pertama adalah biaya pendidikan yang dibutuhkan untuk mahasiswa program diploma dan program sarjana. Kedua, jumlah Penerimaan Negara BukanPajak (PNBP) yang bersumber dari mahasiswa program diploma dan program Sarjana. Ketiga, kinerja perguruan tinggi. Keempat, jumlah mahasiswa program diploma dan program sarjana.
BOPTN berperan sebagai penunjang untuk menutupi selisih kekurangan dari BKT yang telah di tetapkan universitas. Untan sendiri menilai, anggaran BOPTN yang dikucurkan pemerintah untuk tahun 2016 masih kurang.
“Selama ini, konsepnya seperti itu, cuma ternyata BOPTN yang diberikan oleh kemenristek itu tidak sama, artinya gini. Mungkin kita perlunya, katakanlah 100 miliyar selisihnya, tapi ternyata negara hanya bisa membantu khusus Universitas Tanjungpura itu palingan 20 miliar pertahun, jadi duitnya masih banyak kekurangan,”jelasnya.
Menilik kekurangan dari BOPTN, ternyata Untan memiliki sumber dana lain yakni Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yakni operasional fakultas masing-masing yang bersumber dari biaya kuliah mahasiswa. “BOPTN hanya penunjang, jadi kalau kita membebankan kegiatan pada BOPTN ngak akan pernah cukup, karena relatif kecil,” tuturnya.
Ketika di singgung terkait pendapatan Untan selain BOPTN dan PNBP, ia mengungkapkan bahwa tidak ada sumber lain pendapatan Untan untuk menunjang operasional selain itu. “Tahun 2016 yang berkaitan langsung dengan mahasiswa itu hanya BOPTN, dan itu pun tidak semua untuk mahasiswa,” tutupnya.
Transparansidana BOPTN
Bedasarkan data yang diperoleh reporter Mimbar Untan, untuk tahun 2016 Untan mendapat jatah BOPTN dari pemerintah sebesar Rp. 22.127.959.000, namun dari data tersebut, Untan tidak merincikan alokasi dana tersebut untuk apa saja, Untan hanya memberikan secara umum terkait pengalokasiannya.
Dari data tersebut pula terlihat bahwaUntan hanya mampu merealisasikan sebesar Rp. 21. 789.942.305 dari total yang sudah di anggarkan atau dalam perhitungan persentase yakni 98,47 % dan menyisakan dana sekitar Rp. 338.116.695. Padahal dana BOPTN untuk Untan relatif kecil, namun dalam pengalokasiannya masih belum maksimal.
BOPTN sebagai pelengkap biaya kuliah mahasiswa yang kurang, namun dalam pengalokasiannya masih jauh dari harapan. Masih ada mahasiswa yang mengeluhkan fasilitas kampus yang kurang memadai baik itu sarana dan prasarana maupun layanan perkuliahan.
Hal ini dirasakan oleh Ulfa, seorang mahasiswi angkatan 2015 yang sedang kuliah di Fakultas Teknik (FT) Untan. Ia mengatakan bahwa biaya kuliah di FT terbilang cukup mahal, terutama pada program studi (prodi) baru, kemudian sarana penunjang pada beberapa prodi juga masih kurang memadai sehingga kurang maksimal dalam proses perkuliahan.
“Beberapa prodi di FT masih ada yang tidak memiliki gedung, jadi harus menumpang keprodi lain,” ungkap mahasiswi prodi Teknik Informatika itu, Kamis (6/4).
Ia menambahkan untuk proses pembelajaran di FT sendiri sudah cukup baik, akan tetapi pada waktu tertentu ada dosen yang jarang masuk. “Terkadang tenaga pengajar jarang masuk, sehingga materi yang dipelajari selama satu semester sangat sedikit dan merugikan mahasiswa,” jelasnya.
Meskipun ada fasilitas yang diberikan oleh pihak fakultas berupa jaringan internet (wifi), namun tetap saja hal ini masih dirasa kurang maksimal oleh mahasiswa untuk menunjang kegiatan perkuliahan di kampus. “Ada sinyal wifi di kampus, tapi tidak mencakup seluruh area di Fakultas Teknik, hanya dibeberapa tempat saja,” pungkasnya.
Memang selain mengeluhkan biaya kuliah yang mahal, mahasiswa juga mengeluhkan sarana prasarana penunjang pekuliahan yang mereka dapat. Hal tersebut disampaikan oleh Fajar Agung, seorang mahasiswa yang juga kuliah di FT Untan. Ia mengatakan bahwa untuk prodi baru ada yang belum memiliki laboratorium sendiri, pembangunan yang dilakukan pihak universitas juga masih kurang merata.
“Belum ada lab untuk prodi baru, karena universitas selalu melakukan pembangunan pada fakultas lain,” keluhnya.
Beberapa fakultas di Untan memang ada yang tidak melakukan penambahan gedung, tetapi ada juga fakultas yang gencar melakukan penambahan gedung guna mencukupi jumlah mahasiswa yang semakin banyak. Namun penambahan gedung tersebut tetap saja tidak diimbangi dengan penambahan fasilitas penunjang kuliah. Hal ini dirasakan Irma Deva, mahasiswi prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Untan.
Deva mengatakan untuk penambahan sarana dan prasarana yang ada hanya gedung baru saja. “Yang baru terasa hanya gedung baru, untuk penunjang lainnya belumada, masih seperti biasa,” ungkapnya.
Sarana perlengkapan perkuliahan, lanjut dia, dirasakan juga masih kurang oleh mahasiswa .“Untuk yang masih kurang yaitu perlengkapan penunjang perkuliahan, seperti infokus serta ruangan yang kurang layak,” pungkasnya.
Dalam hal ini Presiden Mahasiswa (Presma) Untan, Kamarullah pun mengungkapkan, saat ini realisasi Untan dalam mengaloakasikan dana untuk penunjang mahasiswa belum maksimal. “Dilihat dari dana yang dianggarkan lebih dari 3 miliyar, namun realisasi kelapanganny atuh masihkurang,” Selasa (11/4).
Ia juga menilai, pihak birokrat Untan masih belum transparansi terkait sumber pendanaan Untan sendiri. “Untan kurang tranparasi tentang pendanaan, Untan ini hasil-hasil dari kerjasama dengan diluar tidak pernah di publish, sehingga para mahasiswa kurang tahu berapa pendapatan Untan dari luar dan bantuan-bantuan Untan,” tambahnya.
Penulis : Septi Dwisabrina dan M. Firdaus