Diterimanya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) No.14 Tahun 2008 pada 30 April 2008membawa angin segar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pada hari bersejarah itu, Indonesia menjadi negara ke-76 di dunia yang menyusun hakatas informasi melalui perundang-undangan. Hal ini pun untuk menjamain hak warga negaranya dalam mengakses informasi dari organisasi atau badan publik.
Di sisi lain, hal ini dapat dipandang sebagai pembeda yang cukup jelas antara era reformasi dengan masa orde baru yang penuh dengan kerahasiaan. Keterbukaan menjadi pembeda antara pemerintahan demokratis dengan rezim yang otoriter. Sebenarnya, hakatas informasi juga diakui sebagai hak asasi dalam hukum internasional. UUD 1945 pasal 27 F juga telah melindungi hal ini. Hak untuk mendapatkan informasi, secara konsep dapat dipahami sebagai manifestasi pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya.
Tertulis dalam buku “Implementasi Hak Atas Informasi Publik: Sebuah Kajian dari Tiga Badan Publik Indonesia” oleh Kristian Erdianto dkk bahwa dalammasyarakat yang demokratis, hak mendapat informasi begitu fundamental dalam menjunjung kedaulatan. Dikarenakan hal ini memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk memantau para pejabatnya dan mendorong partisipasi populer dalam pemerintahan. Selain itu, memajukan tujuan untuk pemerintahan yang transparan, efektif, efisien dan bertanggungjawab.
Berdirinya Komisi Informasi untuk memastikan terpenuhinya hak atas informasi. Komisi ini bertugas dalam membuat perencanaan peraturan, memberlakukan panduan teknis mengenai standar pelayanan informasi publik dan penyelesaian sengketa infromasi. Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi telah memberlakukan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik (Perki SLIP).
Profesionalisme Pejabat Publik
Beberapa waktu lalu Komisi Informasi Kalbar mengadakan penialaian dan pemeringkatan terhadap badan publik yang ada di Kalbar. Tujuan dari pemeringkatan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan keterbukaan informasi, menilai kepatuhan badan publik dalam menjalankan kewajiban mengumumkan dan menyediakan informasi publik serta melayani permohonan informasi sesuai dengan ketentuan UU KIP dan Perki SLIP. Selain itu, sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Ada empat indikator yang digunakan daalam penilaian yaitu mengumumkan, menyediakan dan pelayanan permohonan informasi publik serta pengelolaan informasi dan dokumentasi. Tentu keempat indikator tersebut sesuai dengan UU KIP dan Perki SLIP. Jika dilihat dari Petunjuk Umum Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2017, alur kegiatan mulai dari pengiriman Self Assessment Questionnaire (SAQ)hingga ke tahap pemeringkatan, cukup panjang dan ketat.
Di Kalbar sendiri, dilansir dari Pontianak Post, ada 200 badan publik yang dinilai pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan berbagai kategori. Namun nyatanya hingga batas akhir yang ditentukan, tidak sampai 50% badan publik yang mengembalikan dokumen penilaian. Hal ini, menurut Ketua Komisi Informasi Kalbar Rospita Vici, disinyalir karena adanya ketidakpahaman badan publik tentang tata cara pengisian yang benar, adanya proses administrasi dalam upaya melengkapi data yang dibutuhkan dan atau badan publik tidak patuh terhadap keterbukaan informasi.
Berdasarkan data dari Komisi Informasi Kalbar, untuk kategori perguruan tinggi, dari 17 yang menerima Kuesioner Penilaian Mandiri, hanya tiga perguruan tinggi yang mengembalikan dokumen dan mengikuti seluruh proses tahapan penilaian sesuai dengan yang ditentukan. Untan sebagai universitas terbesar di Kalbar mendapati peringkat pertama dengan nilai 85,53, diikuti Universitas Muhammadiyah Pontianak 66,55 dan IAIN Pontiakak dengan nilai 64,46.
Terlihat, Untan unggul 18,98 poin dari peringkat dua dan 21,07 dari posisi ketiga. Artinya, sementara ini Untan merupakan perguruaan tinggi yang terbaik soal keterbukaan informasi publik. Prestasi ini patut diapresiasi. Jika dicermati, website yang dimiliki Untan memang menyediakan banyak kategori data. Meskipun saat ini masih ada beberapa yang belum terisi, setidaknya ini menjadi langkah yang baik. Selain itu, Untan tampak telah melaksanakan amanah dari Perki SLIP tentang kewajiban badan publik poin B yaitu membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien.
Namun pertanyaan yang perlu dikedepankan, apakah informasi-informasi yang tersedia itu dapat dipahami dengan baik dan mudah oleh berbagai kalangan? Atau mungkin kapasitas kita dalam memahami data masih tergolong rendah? Selain itu, apakah informasi yang tersedia sudah mewakili realitas dan jujur? Sebagai bagian dari civitas akademika, kita perlu berperan aktif. Dalam hal ini menjawab dan mengawal bersama agar Untanyang juga badan publikmenjadi lebih baik lagi.
Di atas kertas kampus ini memang meraih peringkat pertama. Tapi prestasi tersebut harus bisa juga dibuktikan dengan profesionalisme para pejabat publik atau birokrat dalam merespon pemohon informasi publik. Profesionalisme pejabat publik di lapangan perlu selaras dengan prestasi ini. Berdasarkan UU KIP No.14 Tahun 2008, pejabat publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk meduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
Nyatanya di lapangan, masih saja ditemui kesulitan yang dihadapi pemohon informasi publik (mahasiswa). Pemohon informasi masih didapati mondar-mandir karena pejabat publik yangsaling lempar. Jika mereka keliru dalam tujuan permohonan, ada baiknya diarahkan secara benar dan langsung ke pejabat publikyang bisa membuka akses informasi.
Padahal UU KIP telah mengamanahkan pejabat publikharus bersikap proaktif dalam merespon permohonan informasi. Pasal 21 BAB VI UU KIP menjelaskan bahwa mekanisme untuk memperoleh informasi publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan. Keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pun perlu meningkatkan mutu layanan. Karena adanya PPID bukan hanya sebatas formalitas.
Selain itu, masih terdapat kesan keengganan dari pihak birokrat dalam memberikan informasi. Saat ini, dengan adanya hak untuk mengakses informasi, seluruh informasi dari badan publik menjadi subjek untuk pengungkapan. Kecuali informasi tersebut bersifat rahasia dan dijustifikasi dengan alasan pengungkapan informasi dapat merugikan kepentingan yang dilindungi secara hukum dan lain sebagainya sesuai dengan BAB V tentang informasi yang dikecualikan UU KIP. Tentang tata cara pengecualian informasi juga telah diatur dalam Perki SLIP.
Saat ini, Untan sebabagi perguruan tinggi ranking pertama soal keterbukaan nfromasi publik perlu segera meningkatkan profesionalisme setiap lapisan pejabat publik. Di samping itu,Perki SLIP merupakan peraturan yang seharusnya dijadikan referensi bagi birokrat bagaiamana menjamin hak warga negara untuk mengakses dan mengungkap informasi dengan benar.
Partisipasi Aktif Mahasiswa
Di era keterbukaan infromasi publik ini, mahasiswa sebagai warga negara dan bagian dari civitas akademika kampus perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengakses informasi publik. Selain dalam rangka pemenuhan hak, hal ini bertujuan agar keterbukaan informasi di Indonesia, khususnya Untan, dalam praktiknya dapat lebih transparan dan berjalan secara tepat sesuai dengan UU KIP. Apalagi saat ini Untan talah berubah status atau menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
Ketika mahasiswa sudah berperan aktif dan melek akan kebutuhan informasi dari kampus, maka secara tidak langsung para birokrat akan bersikap lebih bertanggung jawab. Hal ini karena aktivitas mereka merupakan subjek pengamatan publik. Hak untuk mendapatkan informasitampaknya memang dapat dijadikan upaya yang efektif dalam melawan korupsi, pelanggaran HAM, sistem dan kebijakan yang tidak efisien.
Penulis
A.Rahman
Anggota LPM Mimbar Untan