“Perjuangan mahasiswa bukan sekedar menurunkan harga bensin, tapi juga menegakkan keadilan dan kejujuran. Jika mahasiswa mundur dalam pergulatan sekarang, maka akan kalah untuk selama-lamanya”
Penggalan kalimat di atas dikutip dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Seorang tokoh pergerakan mahasiswa tahun 1965. Dalam kalimat tersebut Gie seolah ingin menyadarkan kembali peran penting seorang mahasiswa dalam mengawal jalannya negara ini.
Ada pemandangan yang menarik saat tahun ajaran baru dibuka. Ribuan mahasiswa Universitas Tanjungpura berpakaian putih dan berambut cepak khas mahasiswa baru menyesaki halaman Rektorat. Berkumpulnya mahasiswa yang tersebar disembilan fakultas ini, hanya terjadi satu tahun sekali. Lucunya mahasiswa yang dikawal mahasiswa senior ini tidak diperkenan untuk berkenalan satu sama lain atau sekadar bertegur sapa. Mereka seolah serdadu. Hanya berbaris, diam dan mendengarkan ocehan Rektor saat menyampaikan pidato sambutannya.
Melihat hal ini penulis beranggapan, Mahasiswa baru sedari awal sudah dikotak-kotakan. Belum lagi warna yang berbeda setiap Fakultas yang seharusnya menjadi indah apabila disatukan, namun warna tersebut malah menunjukan pembeda. Hal ini seperti sudah menjadi sebuah tradisi turun-temuru yang harus dilestarikan.
Ada efek buruk yang dihasilkan dalam budaya ini. Mahasiswa Untan kini sangat sulit untuk melebur dan berdiskusi disatu meja untuk membicarakan permasalahan kampus dan permasalahan yang dialami masyarakat hari ini. Padahal Untan sebagai perguruan tinggi tersohor di Kalbar harusnya memberikan contoh bagaimana mahasiswa harusnya berperan dalam membangun negara.
Ribuan mahasiswa Untan kini berjalan di jalannya masing-masing. Tidak peduli biaya kuliah yang semakin meroket, transparansi keuangan kampus yang tidak jelas dan kebijakan-kebijakan pejabat kampus yang menyengsarkan mahasiswa. Adanya Badan Eksekutif dan legislatif disetiap fakultas juga semakin memperparah perpecahan. Akibat salah satu pemimpin eksekutif yang berbeda cara pandang saja, pemimpin eksekutif lainnya enggan duduk bersama.
Sungguh ironi melihat kondisi mahasiswa kini. Idealisme mahasiswa kini sudah mati terkubur diliang lahat.Mahasiswa yang selalu memperjuangkan keadilan untuk rakyat-rakyat kecil kini menjadi babu-babu kecil dosen di kampus untuk sebuah nilai akademik.
Catatan kecil ini bukan hanya untuk dibaca saja. Pikirkan dan lakukanlah aksi. Mahasiswa yang berkelana jauh-jauh untuk merawat IPK tinggi tentu adalah mahasiswa paling merugi. Dan janganlah merugi mulai saat ini. Lawan.
Penulis: Prabangsa, mahasiswa Untan angkatan 2013.