Ratna Sarumpaet kembali membuat heboh. Kabar beredar, ia dikeroyok. Dihembuskan dulu oleh dirinya sendiri, lalu disebarkan oleh orang-orang dekatnya. Foto wajah Ratna yang bonyok, sepertinya ingin dijadikan penguat bahwa kabar itu memang benar.
Kalau di kronologikan dengan sederhana, ini hanya cerita bualan domestik yang go nasional. Berawal dari Ratna Sarumpaet yang pulang dari operasi plastik. Ia melihat bakpao-bakpao di wajahnya. Bakpao ini lebih banyak dari Setya Novanto saat nabrak tiang listrik. Bingung dan malu mengakui kepada anak-anaknya bahwa bakpao itu adalah dampak dari sedot lemak, Ratna Sarumpaet mengarang cerita.
Lalu berceritalah Ratna Sarumpaet bahwa ia habis dipukuli di bandara daerah Bandung. Anaknya pun percaya. Lalu datang sahabat dan kolega yang menjenguk juga disuguhi cerita yang sama. Tanggung basah, sekalian nyebur aja. Mungkin belum terlintas di kepalanya bahwa dampaknya akan demikian besar saat membohongi anak-anaknya. Namun, saat ia menceritakan kebohongan kepada Prabowo dan Amien Rais, jelas dia sudah tahu ini akan menjadi isu nasional.
Nasi sudah menjadi basi, yang ada tinggal penyesalan. Ratna Sarumpaet meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Maafnya juga terutama ia tujukan kepada Prabowo Subianto, sosok yang dicita-citakannya memimpin Indonesia.
Tak penting apa tanggapan Prabowo setelah tahu dibohongi, yang jelas hoaks nasional yang diciptakan oleh Ratna Sarumpaet ini hasil racikan yang sempurna. Berbahan utama humor yang receh, dicampuri keinginan untuk cantik abadi, dan dibumbui politik, serta disajikan dengan drama yang memukau, berhasil membuat Ratna Sarumpaet lebih terkenal dari sebelumnya.
Untuk mengetahui lebih dalam sepak terjang Ratna Sarumpaet dalam dunia yang fana ini, sepertinya akan lebih mudah jika dikupas satu persatu bagian dari hidupnya. Mulai dari latar belakang sampai cara berpikirnya, serta dibarengi dengan analisis dangkal.
Baca Juga: Ketika Wakil Rakyat Mengajarkan Tentang Gotong Royong
Seniman dan Aktivis
Ratna Sarumpaet sudah akrab dengan dunia kesenian, terutama teater. Kata kabar-kabar beredar di dunia maya, Ratna yakin untuk terjun berkesenian di dunia teater setelah menyaksikan Kasidah Berzanji yang dipentaskan oleh W.S. Rendra dan kelompoknya.
Berawal dari berkesenian sebagai media untuk mengkritik penguasa, lalu menjadi lebih lantang dan berganti sebutan menjadi aktivis buruh dan perempuan. Berkesenian sudah jarang dilakukan, namun tetap aktif meneriaki pemerintah.
Tahun 90-an, Ratna getol menyuarakan penyelesaian kasus Marsinah melalui monolog Marsinah Menggugat. Lalu, dia juga menjadi penyambung lidah rakyat Aceh yang terjebak dalam peperangan antara TNI dan GAM. Sampai sekarang, Ratna Sarumpaet sering terlihat di forum-forum nasional yang membahas perihal Demokrasi dan HAM, perdagangan anak, sampai dengan isu-isu pluralisme dan toleransi.
Menjadi tim kampanye, saya haqqul yaqin tidak mengurangi jatah bicaranya di TV, forum-forum, sampai jalan raya. Bedanya, sekarang bicaranya dengan tujuan yang lebih jelas.
Anak dan Ayah
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah ini, meskipun klise, nampaknya masih layak disematkan untuk hubungan antara Saladin Sarumpaet dan Ratna Sarumpaet.
Sama-sama kritis terhadap pemerintah. Ayahnya getol mengkritisi pemerintahan Soekarno. Sampai pada titik nadir ketidakpuasannya terhadap pemerintahan Soekarno, ia bergabung dengan PRRI di Sumatera. Tak tanggung-tanggung, ia Menteri Pertanian dan Perburuhan. Ya meskipun tak terlalu dapat dibanggakan, karena PRRI dicap gerakan separatis.
Sedangkan Ratna asyik mencari salahnya pemerintahan, mulai dari jenderal bintang lima Soeharto sampai pemebel Jokowi. Ia pernah ditahan di penghujung masa Orde baru karena tuduhan makar, sebab menjadi salah satu orang yang berani secara lantang meminta Soeharto ditengah represi yang sangat ketat waktu itu.
Ayah dan anak ini memang searah sejalan. Namun, Ratna sedikit lebih pemaaf. Dulu era Soeharto pernah menahannya selama 70 hari. Namun, sekarang dia anggota tim kampanye menantu Soeharto.
Ratna Sarumpaet mengajarkan dua hal. Jangan menyimpan dendam dan salurkanlah dendam dan amarah pada orang yang tepat. Kalau ada yang tidak setuju karena melihat sepak terjang Ratna Sarumpaet selama ini, aku cuma berpesan, lihatlah sesuatu dari sudut pandang terbaik.
Baca Juga: Gagal Paham Seminar Sakti
Hoaks
Banyak yang berkata bahwa Ratna Sarumpaet adalah pencipta hoaks yang berhasil dan banyak dipercaya. Namun saya tidak setuju. Sangat-sangat tidak setuju. Sejatinya pencipta hanyalah Tuhan. Manusia hanya menemukan. Alatnya adalah akal pikiran, yang membuat manusia bisa menemukan hal-hal yang sudah Tuhan ciptakan. Demikian tausiah singkat saya tentang Tuhan Sang Pencipta.
Kembali lagi bicara hoaks, sepak terjang Ratna sarumpaet cukup bisa diperhitungkan. Mulai isu yang dihembuskannya pada 3 Mei 2018 terkait Jokowi menjual PT Dirgantara Indonesia ke Tiongkok. Empat bulan kemudian, Ratna juga pernah menyebar cerita soal dana 23 triliun rupiah dari Union Bank of Switzerland (UBS) yang ditransfer ke BNI, Mandiri, BCA untuk donasi pembangunan Papua. Dana tersebut diklaim Ratna, disembunyikan pemerintahan Jokowi. Hoaks selanjutnya yang diproduksi Ratna ialah soal uang kertas pecahan 200 ribu rupiah.
Terakhir, objeknya adalah dirinya sendiri. Ia dikabarkan dihajar orang hingga bonyok. Ternyata bonyok setelah operasi plastik, yang biasa disebut hematoma. Jangan tanya saya soal itu, coba tanya Tompi, pasti tahu. Jelas, hoaks terakhir yang diproduksinya agaknya menjadi yang terbaik dan mendapatkan atensi paling banyak. Ini membuktikan kemampuannya tak kalah mumpuni dari Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto.
Hoaks terbaru yang diluncurkan Ratna Sarumpaet ternyata bisa dijelaskan secara ilmiah. Biasa disebut Sindrom Manchausen, yakni kondisi seseorang menipu orang lain dengan menunjukkan bahwa dia sakit, cacat, atau terluka dengan berpura-pura, sengaja sakit, atau melukai diri sendiri. Ya intinya gangguan mental.
Pakar Teknologi Informasi dan Media Sosial Nukman Luthfie, seperti yang dikutip dari Tirto.id tanggal 4 Oktober 2018, menjelaskan bahwa seseorang umumnya kecanduan menyebar kabar hoaks karena pengetahuannya yang dangkal. Faktor lainnya ialah, karena penyebarnya mengidap bias berupa sentimen atau keberpihakan pada aktor politik tertentu.
Baca Juga: REKTOR KAMEK, BAPAK BANGSA
Dari cara bicaranya di forum, faktor pertama agaknya tak terlalu tepat dijadikan alasan mengapa Ratna Sarumpaet hobi menyebarkan berita bohong. Alasan kedua, bisa jadi.
Saatnya memetik hikmah. Setidaknya, kasus Ratna Sarumpaet berhasil disejajarkan dengan gampa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Sama-sama mengetuk sisi kemanusiaan, meski dari sisi yang berbeda. Ratna semakin menyadarkan orang bahwa hoaks bisa berdampak luar biasa. Terima kasih kepada Ratna Sarumpaet, karena telah menggerakkan Tompi untuk mendermakan perawatan medis sampai memberi bahan hujatan hingga ke dengkul, lalu ditransfer jempol netizen yang kejam.
Penulis: Aris Munandar