“Ribuan konflik agraria lama dan baru masih menunggu di pinggiran jalan, kalah terhormat dengan proyek investasi milyaran yang diberikan tempat di tengah-tengah jalan bebas hambatan. Cerminan situasi ekonomi dan politik agraria Indonesia sepanjang tahun ini menandakan bahwa perjalanan perjuangan Reforma Agraria belum berakhir,” sebut Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam kata pengantar Catatan Akhir Tahun 2017 KPA.
mimbaruntan.com, Untan – Terkait catatannya, konflik agraria yang dimaksud KPA merupakan konflik struktural, terjadi akibat dari kebijakan pejabat publik (pusat dan daerah), melibatkan banyak korban, menimbulkan dampak yang mencakup dimensi sosial, ekonomi, dan politik. Sedangkan kata agraria sendiri mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)1960 yang meliputi bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan laporannya itu, KPA mencatat sepanjang tahun 2017 telah terjadi 659 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia dengan total luas 520.491,87 hektar.Konflik tersebut melibatkan 652.738 kepala keluarga dan bahkan terjadi kriminalisasi terhadap petani. Catatan ini menunjukkan kenaikan jumlah konflik yang signifikan dibanding tahun 2016.
Secara spesifik, perkebunan menjadi sektor penyumbang konflik agraria yang tertinggi dengan jumlah 208. Disusul sektor properti, 199 konflik agraria diposisi kedua. Jika ditinjau dari komoditas, perkebunan kelapa sawit yang menjadi salah satu penyumbang tertinggi devisa negara justru menyimpan catatan buruk terhadap melonjaknya konflik agraria.
Untuk di Kalimantan, permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM ini tersebar di seluruh provinsi dengan jumlah 142 konflik. Di Kalbar sendiri, berdasarkan data Komnas HAM Perwakilan Kalbar, isu konflik agraria tahun 2017 berjumlah 12 laporan, satu tingkat di bawah isu keadilan dalam proses hukum yang berjumlah 23 laporan.
Sebelumnya, Komnas HAM RI juga pernah merilis laporan tahunan pada 2016. Salah satu bagian laporan tersebut berisi penanganan laporan masyarakat Desa Olak-Olak Kubu. Pada saat itu, warga mendatangi Komnas HAM RI Perwakilan Kalbar. Mereka meminta perlindungan atas penangkapan beberapa warga Desa Olak-Olak Kubu lainnya oleh pihak kepolisian daerah terkait laporan dari PT. Sintang Raya atas pencurian buah kelapa sawit. Catatan ini merupakan gambaran atas kenyataan yang terjadi di Kalbar.
Terkait masalah pertanahan, reporter Mimbar Untan juga mencoba menelusuri data dari BPN RI Wilayah Kalbar. Hasilnya, sepanjang tahun 2016 dan 2017 tidak ditemui adanya konflik. Hanya pada tahun 2015 terdapat satu konflik tanah. Untuk kasus sengketa tanah, tahun 2017 terjadi 67 kasus. Selain itu, BPN RI Wilayah Kalbar juga mencatat 150 perkara tanah terjadi tahun 2017.
Wahyu Setiawan, ketua AGRA Kalbar membenarkan bahwa umumnya permasalahan dan ancaman yang dihadapi petani saat ini terkait akses terhadap tanah.
“Jadi secara umum persoalan petani di Kalbar itu soal tanah, terancamnya itu soal perampasan tanah. Di masyarakat adat itu tidak ada bentuk pengakuan atas hak ulayat mereka. Di samping itu, petani juga tidak mendapatkan jaminan soal penguasaan mereka,” katanya saat ditemui di Kantor AGRA Kalbar, Jumat (15/12/2017).
“Itu soal penguasaan (tanah), belum lagi soal proses produksi. Sama, hasil input output dimonopoli mengakibatkan proses produksi petani juga mengalami kegagalan. Karena satu, petani tidak mendapatkan subsidi pupuk, kalaupun harus memupuk mereka beli pupuknya mahal,” tambahnya.
Wahyu menjelaskan banyak pula persoalan yang dihadapi petani sekitar konsesi perkebunan kelapa sawit, mulai dari penetapan upah yang sangat rendah (melalui sistem tonase) hingga penetapan target panen yang memberatkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar 2017 mencatat, sektor primer khususnya pertanian memberi kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, sekitar 50,86%. Namun di sisi lain, hingga Maret 2016, penduduk miskin di Kalbar tercatat sebanyak 347,88 jiwa. Sebagian besar (78,62%), penduduk miskin berada di pedesaan dengan pekerjaan utama sebagian besar di sektor pertanian.
Penulis: M. Arif Rahman
Editor: Adam
Baca Berita Selengkapnya di Majalah Mimbar Untan Edisi XI yang Terbit Mei 2018 !