mimbaruntan.com, Untan — Dalam rangka penutupan History Fest 2023, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (Himsera) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan) mengadakan seminar umum bertemakan “Sejarah Lokal sebagai Bagian dari Nilai-Nilai Pancasila” pada, Kamis (22/6) di Aula FKIP Untan.
Seminar umum tersebut dihadiri dua pemateri, Drs. Basuki Wibowo, M.Pd, selaku Dosen Pendidikan Sejarah di Institut Keguruan dan Pendidikan (IKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pontianak yang menjabat sebagai Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kalimantan Barat, serta Rio Pratama, S.Pd, seorang Guru Sejarah di SMAN 1 Pontianak dan Ketua Satu dalam Perbedaan (SADAP) Indonesia.
Dalam penyampaiannya, Basuki menjelaskan mengenai pentingnya sejarah lokal sebagai bagian dari keberagaman budaya masyarakat Indonesia yang mengandung nilai-nilai Pancasila itulah alasan diusungnya tema tersebut.
“Sejarah lokal juga merupakan elemen penting dari keberagaman budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain, nilai-nilai Pancasila merupakan aset negara yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, tema hari ini membahas tentang sejarah lokal yang dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa memahami sejarah lokal sebagai sumber nilai-nilai Pancasila dapat memperkuat persatuan serta memberi kontribusi dalam karakter anak bangsa hari ini.
“Generasi 90-an dan 2000-an meskipun terdapat perbedaan ini tidak mencolok ,lain halnya dengen generasi Z dan generasi selanjutnya lonjakan sangat terasa sehingga bagaimana karakter kita? Sejarah lokal yang ada di Kalimantan Barat itu sangat banyak, baik terkait budaya, politik, dan lain-lain. Sebenarnya selain membentuk karakter kita sebagai masyarakat Indonesia, mempelajari sejarah lokal kita bisa meningkatkan jiwa yang inovatif dan cinta tanah air,” imbuhnya.
Baca juga: Temu Pemuda Lintas Iman (Tepelima): Cara Orang Muda Merawat Toleransi dan Keberagaman di Kalbar
Basuki menjelaskan mahasiswa sebagai agen perubahan, sebagai kaum muda yang harusnya sangat luar biasa dalam melihat perubahan, mengamati perubahan, serta menunda kelahiran perubahan. Mahasiswa harus jeli dalam mengamati sejarah lokal yang dimiliki.
Ia turut menekankan bahwa karakteristik sejarah lokal sesuai dengan nilai Pancasila. Sebagai mana Ketuhanan Yang Maha Esa, keragaman agama di suatu tempat bukan sebagai pemecah belah melainkan pemersatu bangsa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab berkaitan dengan perjuangan Hak Asasi Manusia, Persatuan Indonesia dalam peristiwa sejarah lokal yang diperkuat adalah antar masyarakat lintas agama, lintas suku, dan lintas budaya, Keadilan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan terbesit konsep sejarah lokal untuk nilai-nilai demokrasi serta tata cara pengambilan keputusan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia tentang perjuangan masalah lokal dalam mencapai kesetaraann sosial dan ekonomi atau melindungi hak sosial rakyat di suatu daerah.
“Ternyata masih saya temukan antara si miskin dan si kaya di beberapa daerah, yang ternyata kemiskinan itu memang diwariskan dari masa ke masa istilahnya kemiskinan struktural, kalau bapaknya miskin kemungkinan anaknya juga miskin mungkin karena tingkat pendidikan bapaknya. Ini pasti terjadi di beberapa daerah, juga terjadi di kasus tertentu yang bisa saja lain-lain. Ketika kita dalam pengkajian dari perspektif sejarah mungkin akan menarik, sehingga kita bisa menggali sebuah peristiwa itu, kita memaknai peristiwa itu dan kita bisa belajar dari peristiwa itu, ” paparnya.
Pemahaman akan sejarah lokal menjadi PR bersama ungkap Basuki. Sejarah lokal juga merujuk pada peristiwa dan komunitas, namun sebagai mahasiswa jangan pernah takut berbeda dan ditentang untuk mengkaji hal ini.
“Kita tidak harus sempurna, yang penting berguna, kadang kita selalu berpikir, kita harus ini itu sehingga kita tidak melakukan apapun karena kita takut kemudian ditentang,” tegas Basuki.
Baca juga: Helm Kerap Dicuri, Untan Tak Kunjung Punya Solusi
Rio turut menjelaskan banyak lingkup dan karakteristik dari sejarah yang bisa kita jadikan sebagai bahan pembelajaran. Ia juga membahas sebuah kutipan tentang belajar sejarah.
“Sebuah kutipan dari Tuwardi yang mengatakan bahwa ketika kita belajar tentang sejarah, sebenarnya sejarah ini bisa dijadikan sebagai sebuah penyadaran. Penyadaran akan ada di proses perubahan, perkembangan dalam masyarakat, kemudian perspektif,” sambungnya.
Ia juga menyampaikan harapan terhadap siapapun yang hendak mempelajari sejarah dan pentingnya mengembangkan karakter dari prinsip lokal yang ada.
“Harapannya, kesadaran akan sejarah ini dapat digunakan untuk menemukan, memenuhi, dan menjelaskan jati diri bangsa kita. Terlebih lagi, jika kita membahas konteks lokal, dapat menciptakan kebanggaan dan mengembangkan karakter dari prinsip lokal yang telah ada,” jelasnya.
Penulis: Judirho dan Rachmad
Editor: Mira