mimbaruntan.com, Untan – Pulau Lemukutan merupakan sebuah kawasan pariwisata yang berlokasi pada Kecamatan Kepulauan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Wilayah ini terdiri dari Pulau Lemukutan dan Pulau Randayan. Dengan keindahan perairannya, pemerintah menetapkan Pulau Randayan dan sekitarnya sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bengkayang Nomor 220 Tahun 2004.
Tertera dalam Jurnal “Kondisi Komunitas Terumbu Karang di Teluk Palembang Pulau Lemukutan Kalimantan” menyebutkan, tingginya interaksi manusia dengan lingkungan berpotensi menurunkan daya dukung lingkungan ekosistem terumbu karang. Masifnya aktivitas yang tidak bertanggung jawab, terumbu karang mulai rusak seperti di Teluk Palembang, Pulau Lemukutan. Wisata snorkeling adalah salah satu aktivitas yang paling mudah merusak terumbu karang. Akibatnya kualitas perairan di Teluk Palembang kurang baik karena nilai dari salinitas, kecerahan, dan arus masih belum memenuhi nilai optimal untuk pertumbuhan terumbu karang tersebut.
Terumbu karang seharusnya menjadi jantung kehidupan laut di perairan ini, kini menghadapi ancaman serius. Persebaran terumbu karang terbagi menjadi tiga wilayah, Teluk Cina, Teluk Melano, dan Tanjung Palembang masyarakat sekitaran pesisir belum menerata terjamah sosialisasi tentang pentingnya menjaga terumbu karang. Andi, seorang pemandu wisata di wilayah Tanjung Palembang yang telah berpengalaman selama lebih dari satu dekade, mengungkapkan keprihatinannya.
“Dari tahun ke tahun, kondisi terumbu karang di Tanjung Palembang tidak mengalami peningkatan. Ini sangat memprihatinkan karena kami tidak pernah dilibatkan dalam penanaman terumbu karang atau kegiatan konservasi lainnya” katanya saat diwawancarai pada Sabtu, (09/08).
Andi juga berbicara tentang pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi. Katanya warga lokal yang mengerti kondisi nyata perairan di sana.
“Kami sering merasa terabaikan dalam program konservasi. Tanpa keterlibatan kami, banyak masalah tidak bisa diatasi dengan efektif. Kami tahu kondisi di lapangan dan bisa memberikan kontribusi yang berarti jika diberikan kesempatan,” jelasnya.
Baca Juga: Penyelamat Pesisir Ketapang: Kalau Bukan Sekarang, Kasihan Anak Cucu Kami Nanti
Dilansir dari theconversation.com, lebih dari separuh kawasan terumbu karang akan mengalami pemutihan massal sekitar 20 tahunan mendatang akibat pemanasan suhu laut. Pada infografis artikel tersebut, dinyatakan KKLD Bengkayang yang juga termasuk Pulau Lemukutan akan alami pemutihan terumbu karang pada 2048. Pemutihan terumbu karang adalah proses karang berubah warna menjadi putih akibat stress. Jika karang mengalami stress maka zooxanthellae, alga yang hidup menempel di karang akan lepas. Akibatnya karang menjadi sekarat lantaran tidak mendapatkan cukup makanan seperti glukosa, asam amino, dan gliserol yang berasal dari alga sehingga karang memutih. Pemutihan ini membuat terumbu karang binasa dan mengancam kelangsungan hidup biota laut yang berhabitat di sana.
Kelestarian terumbu karang merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat lokal Pulau Lemukutan yang menggantungkan kehidupannya pada laut. Seperti yang dialami Kantri, perempuan yang bekerja di pembudidayaan mutiara. Dengan rutinitasnya sebagai pemantau, Kantri membersamai setiap tugas pekerja yang lain.
“Masing-masing pekerja ada kelompoknya. Ada yang membersihkan kerang kecil dan kerang besar. Yang kecil kan banyak ukuran, itu dipilih dulu dari yang berukuran 6 cm sampai 10 cm. diangkat satu-satu kerangnya. Bersihkannya juga setiap hari, harus rutin”, jelasnya selepas menyelesaikan pekerjaannya.
Baca Juga: Kawal Pembatalan RUU Pilkada, DPRD Kalbar Tak Berani Ambil Sikap
Kerang mutiara memerlukan kondisi lingkungan yang sangat spesifik untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan dan produktivitas kerang mutiara meliputi kualitas air, arus laut, dan kedalaman tempat mereka hidup. Air harus memiliki kadar garam yang stabil dan cukup, serta bebas dari polusi dan kontaminan. Selain itu, kerang mutiara membutuhkan arus laut yang moderat untuk memastikan pertukaran nutrisi dan oksigen yang cukup.
Kerang mutiara memperoleh makanannya dari plankton, yaitu organisme mikroskopis yang melayang di kolom air laut. Dalam ekosistem terumbu karang, plankton seperti fitoplankton (alga mikroskopis) dan zooplankton (hewan mikroskopis) berkembang biak dalam jumlah besar berkat kondisi lingkungan yang kaya nutrisi dan cahaya matahari. Kerang mutiara menyaring plankton dari air menggunakan organ khusus di dalam mantel mereka, yang memungkinkan mereka mengumpulkan makanan sambil tetap berada di tempat. Ekosistem terumbu karang sangat penting karena menyediakan lingkungan yang ideal untuk plankton ini berkembang, dengan keberagaman spesies plankton yang mendukung pertumbuhan dan kesehatan kerang mutiara.
Kantri mengungkapkan bahwa cuaca buruk sering menjadi kendala utama dalam pekerjaannya. Menurutnya, ketika cuaca tidak mendukung, mereka tidak bisa bekerja dan harus menghadapi tantangan memantau kerang setiap hari untuk memastikan kondisinya tetap baik.
“Cuaca buruk sering menjadi kendala utama kami. Ketika cuaca tidak mendukung, kami tidak bisa bekerja. Kami harus membersihkan kerang setiap hari dan memastikan mereka dalam kondisi baik. Ini pekerjaan yang tidak mudah. Bersihkannya dikikis menggunakan pisau. Kalau tidak dibersihkan, nanti kerangnya tidak besar, jadi belum siap untuk berkembang,” ungkapnya
Selain ancaman pemanasan laut yang mengintai di masa depan, cuaca ekstrem telah menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang saat ini. Ketika terumbu karang terganggu oleh gelombang kuat atau cuaca ekstrem, ekosistem di sekitarnya juga terdampak, termasuk ketersediaan plankton yang menjadi sumber makanan utama bagi kerang mutiara. Dengan terganggunya terumbu karang, jumlah plankton menurun, yang secara langsung mempengaruhi kesehatan dan produktivitas kerang mutiara. Oleh karena itu, kondisi terumbu karang tidak hanya penting untuk kelestarian ekosistem laut, tetapi juga krusial bagi keberhasilan budidaya mutiara yang sangat bergantung pada keberadaan plankton di lingkungan terumbu karang.
Dalam ungkapan Kantri yang terlibat langsung dalam budidaya, tampak jelas bagaimana perempuan berjuang dengan keterbatasan. Di Pulau Lemukutan, tidak banyak perempuan yang bekerja langsung menghadapi laut. Sumardi, selaku Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nusa Impian mengatakan pemberdayaan perempuan di wilayahnya masih sedikit.
“Kami tidak hanya menghadapi tantangan dari lingkungan, tetapi juga dari keterbatasan pengetahuan dan sumber daya,. Penting bagi kami untuk mendapatkan pelatihan dan akses ke sumber daya agar bisa lebih mandiri dan efektif dalam budidaya mutiara,” katanya saat diwawancarai di wilayah Teluk Melanau, Jumat (08/08).
Dalam konteks ini, Sumardi menyampaikan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan. Ia berharap dukungan dari pihak luar dapat membantu peningkatan pengetahuan perempuan lokal.
“Memberikan pelatihan kepada perempuan pesisir tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup mereka tetapi juga dapat memperbaiki kondisi lingkungan sekitar. Kami butuh dukungan agar bisa berperan lebih aktif dalam konservasi dan budidaya,” tutupnya
Penulis: Putri Permatasari
https://www.masterplandesa.com/wisata/belajar-dari-wisata-terumbu-karang-di-lemukutan/
Bagaimana Coral Bleaching Dapat Terjadi? (kompas.com)
Suhu_Permukaan_Laut_Perairan_Indonesia_dan_Hubunga.pdf
Bagaimana perubahan iklim memperparah ketimpangan gender di kawasan pesisir? (theconversation.com)
https://www.youtube.com/watch?v=6e_Hb_1iBLU&t=2shttps://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ijoce/article/view/14308/7248