mimbaruntan.com, Untan – Kabar kurang menyenangkan datang dari pernyataan pihak pengelola Arboretum Sylva mengenai penebasan tanaman milik arboretum di lahan yang kini telah berpindah tangan menjadi milik Fakultas Pertanian (Faperta) Untan berdasarkan SK Rektor No.3405/UN22/LK/2020. Imbas penebasan tersebut merusak anakan dari spesies tanaman yang dilindungi dan tanaman endemik Kalimantan.
Arboretum Sylva merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terletak di tengah Kota Pontianak. Berusia lebih dari 30 tahun, Arboretum Sylva mengoleksi hampir 1.000 spesies tumbuhan di lokasi yang berada di dalam kawasan Universitas Tanjungpura. Arboretum Sylva memiliki luas wilayah mencapai 3,48 hektar. Arboretum Sylva Untan difungsikan sebagai tempat penelitian, koleksi tanaman, serta sebagai tempat rekreasi yang mendidik bagi masyarakat.
Namun dibalik rindang dedaunan yang menjadi wajah Arboretum Sylva saat ini, permasalahan batas wilayah antara arboretum dan Fakultas Pertanian (Faperta) Untan mencuat. Permasalahan tersebut dilatarbelakangi pada saat terjadi penggalian parit sepanjang 100 meter oleh pihak arboretum.
Baca juga: Dekan Faperta: Kami Tidak Pernah Mengambil Lahan Arboretum
Menurut Faperta, penggalian tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan mereka sebagai pihak pengelola lahan. Hal itu bertolakbelakang dengan pernyataan Fakultas Kehutanan (Fahutan) yang tegas menyatakan bahwa lahan tersebut masih menjadi bagian dari arboretum. Sehingga untuk memperjelas batas lahan yang ada, Faperta memutuskan untuk mendirikan tembok pembatas demi keamanan dan kepentingan dalam kegiatan belajar mahasiswa. Kendati demikian, Fariz salah seorang Koordinator Lapangan Faperta menjelaskan jika tidak akan ada aktivitas penebangan pohon karena kawasan tersebut memang diperuntukkan sebagai agroforestri.
Keputusan pendirian tembok pembatas tersebut menuai kemelut yang berkepanjangan. Pihak Fahutan menyayangkan keputusan pendirian tembok tersebut karena tidak adanya koordinasi terhadap berbagai pihak termasuk Fahutan selaku pengelola arboretum. Terlebih karena ratusan tanaman di sekitar lokasi rancangan tembok menjadi terancam. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fahutan bersama Alumni kemudian bergerak menyampaikan aspirasi di area Bundaran Digulis dan dengan membentangkan spanduk #savearboretum sebagai penolakan atas tindakan yang dilakukan pihak Faperta, pada Selasa (16/2/2020). Upaya tersebut dilakukan untuk menuntut Untan melakukan peninjauan kembali dan melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait.
Terbitnya SK Rektor 2020
Pertemuan demi pertemuan dilakukan oleh kedua fakultas, Faperta dan Fahutan selaku pihak yang berkonflik. Pihak rektorat turut andil menengahi konflik keduanya. Namun, pertemuan demi pertemmuan tak menemui kata mufakat. Pihak Fahutan sempat melakukan Rapat Senat Fahutan dan memutuskan untuk mempertahankan arboretum sesuai kondisi keberadaan vegetasi di lahan 3,48 hektar. Usaha Kasubbag Rumah Tangga (RT) Untan dengan mengirimkan denah lahan pun ditolak oleh pihak Fahutan, sebab jika menyesuaikan dengan denah yang diajukan, lahan arboretum akan berkurang 0,7 ha atau setara dengan 1/3 lahan yang mereka miliki.
Surat Keputusan (SK) oleh Rektor yang mengatur batas lahan kemudian dipertanyakan. Dengan segala konflik yang tak selesai, SK Rektor diharapkan menjadi jawaban dari perkara tersebut. Sayangnya, pada SK Rektor No. 881/J22/LK/2002 tidak secara detail mencantumkan batas lokasi arboretum dengan titik koordinat. Sehingga per 2020, pihak Fahutan tetap menekankan bahwa lahan total arboretum tetap sebanyak 3,48 hektar. Dengan batas area sebelah barat Jalan Sosiologi, sebelah timur Pagar Batas Tanah Untan, sebelah utara Jalan Jend. Ahmad Yani dan sebelah selatan berbatasan dengan Fakultas Pertanian Untan.
Baca juga: Batas Panas antara Arboretum dan Faperta
Selama menunggu kepastian dari pihak rektorat, masing-masing fakultas terus melakukan audiensi sekaligus dialog bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak dengan harapan dapat menengahi konflik. Namun, dari pihak Pemkot mengembalikan permasalahan batas lahan arboretum ke internal Untan dengan alasan lahan yang masih berada di kawasan Universitas Tanjungpura. Sehingga untuk menyelesai konflik tersebut, pada 9 November 2020 Rektor kemudian menerbitkan SK Rektor No. 3405/UN22/LK/2020, dimana di SK tersebut berisikan batas lahan terbaru dari Arboretum Sylva.
Batas lahan sebelah barat berbatasan dengan Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi; sebelah timur berbatasan dengan pagar batas tanah Untan; sebelah utara berbatasan dengan Jl. Jend. Ahmad Yani; dan sebelah selatan berbatasan dengan Fakultas Pertanian (Y=-0,057011 ; X=109,349272). Adanya SK terbaru, menandakan batas lahan arboretum dapat diketahui secara pasti dengan menyesuaikan titik koordinat yang terlampir. Namun lain hal dengan tanggapan pihak Fahutan yang menilai SK terbit secara tiba-tiba dan akibatnya, Arboretum Sylva harus kehilangan wilayah pada blok Q, R dan S serta wilayah Bufferzone 3. Pengurangan lahan tersebut juga menyebabkan kehidupan sebanyak 592 tanaman menjadi terancam.
Realisasi Faperta setelah SK Rektor Terbaru
Dengan terbitnya SK Rektor 2020 sebagai acuan pengelolaan lahan, Faperta mulai bergerak dengan mendatangkan kontraktor dan memasang patok pembatas sesuai dengan aturan yang berlaku (19/11/20). Pihak Fahutan kembali meminta audiensi bersama Dekan Faperta, Denah Suswati untuk meninjau kembali pembagian lahan yang telah diatur di SK Rektor. Denah mengaku pihaknya sudah mundur 3 meter dari koordinat yang ditentukan, demi kenyamanan dan keamanan semua pihak. “Sebenarnya dengan berat hati kami melepas lahan itu,” ujar Denah, di ruangannya pada Senin (23/08/21).
Selanjutnnya Denah menambahkan bahwa tidak ada penebangan pohon seperti yang ditakutkan pihak arboretum selama ini. Karena berdasarkan rencana Faperta, lahan tersebut jelasnya akan diperkaya kembali dengan berbagai macam tanaman guna praktikum mahasiswa Faperta. Menurutnya tidak kurang dari 100 batang tanaman akan ditanam di lahan tersebut. “Faperta akan memperkaya lahan dengan tanaman perkebunan guna untuk praktikum mahasiswa seperti durian, langsat dan juga tanaman hortikula, semusim dan tahunan. Kami juga menambah koleksi tanaman hutan seperti ulin dan trembesi,” jelasnya.
Penebasan Tanaman di Batas Panas Arboretum dan Faperta
Selebaran oleh pihak Arboretum Sylva pada Minggu (15/8/21) berjudul “Kronologis Kejadian Penjarangan Di Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Pontianak” kemudian menjadi tanda tanya besar. Banyak pihak menyayangkan pihak Faperta yang menebas belasan jenis anakan tanaman yang dikelola oleh pihak arboretum sebelum adanya SK Rektor terbaru, berupa tanaman yang dilindungi bahkan endemik Kalimantan. Berikut jenis-jenis tanaman yang berhasil didata oleh pihak arboretum.
Klarifikasi Pihak Faperta
Hendrikus Renonaldi, selaku ketua BEM Fahutan memberikan kabar terbaru terkait penebasan yang terjadi di Arboretum Sylva. Pria yang akrab disapa Reno tersebut mengatakan bahwa perwakilan dari Faperta yakni seorang dosen sudah mendatangi arboretum seminggu setelah terbitnya selebaran pada Minggu (15/8). Perwakilan dari pihak Faperta yang mendatangi arboretum mengonfimasi bahwa penebasan itu murni dari ketidaktahuan dari pihak pelaksana dan menyampaikan bahwa kegiatan yang sedang mereka lakukan di area RTH Pontianak adalah hasil dari hibah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Pontianak, “Nantinya lahan akan digunakan sebagai kawasan argoforesti,” jelasnya Reno via WhatsApp (24/8).
Adapun untuk daftar tanaman yang terlanjur ditebas, sambung Reno, pihak arboretum telah meminta agar diganti dengan tanaman yang sama. Namun, untuk beberapa jenis tanaman tersebut bibitnya sangat sulit didapatkan sehingga tidak mungkin untuk diganti. “Ada beberapa jenis yang tidak mungkin diganti, seperti tanaman endemik Kalimantan Upuna bornensis,” lanjut Reno.
Baca juga: Terkait Petisi Penolakan Perambahan Arboretum, Ini Kata Dekan Fahutan
Dekan Pertanian, Denah Suswati turut memberikan klarifikasi bahwa penebasan tersebut bertujuan untuk membersihkan lahan dari semak-semak dengan tinggi 40-50 cm. Ia pun kembali menegaskan bahwa Faperta tak memiliki keinginan untuk menebang pohon yang sudah ada di lahan tersebut. “Pohon-pohon yang ada di sini tidak akan ditebang, sudah begitu perjanjiannya. Kalau pun ada yang ditebang, harus ada persetujuan dari Rektor,” pungkasnya.
Denah menambahkan bahwa ia mengira bahwa permasalahan lahan sudah selesai begitu SK Rektor 2020 dikeluarkan. Jika pihak arboretum merasa masih memiliki tanaman di lokasi lahan Faperta, ia juga mempersilahkan tanaman dipindahkan ke lahan milik Arboretum Sylva dan menawarkan bantuan untuk pemindahan.
Selain memberikan klarifikasi, Denah berharap pihak Fahutan mengikuti alur pengaduan jika menemukan hal serupa. Ia juga kembali mempertegas batas lahan yang telah ditetapkan SK Rektor 2020 dan meminta agar pihak arboretum menghargai keputusan yang sudah ada.
Tulisan ini telah terbit di Majalah Mimbar Untan Edisi XIV
Penulis: Rahma Ning Tyas