Mimbaruntan.com, Universitas Tanjungpura—Dengan berkembangnya zaman, banyak orang yang lebih memilih menjadi peminta-minta, mungkin dengan alasan tersebut bisa mendapat penghasilan dengan cara yang mudah. Namun berbeda dengan Afifud bin Siregar pria yang berasal dari Medan yang berdomisili di Bengkulu. Beliau yang sehari-hari lebih senang dipanggil Opung tersebut bekerja sebagai penyedia jasa tambal ban di sekitaran lingkungan kampus Universitas Tanjungpura Pontianak.
Usaha untuk mencari nafkah sehari-hari dengan bekerja sebagai penambal ban sudah dilakukannya hampir enam tahun. Opung sempat bercerita bawahwa pada awalnya menumpang kapal illegal tujuan luar negeri dengan maksud untuk bekerja disana (luar negeri), tetapi kapal tersebut malah menurunkannya di wilayah Sentete, Kabupaten Sambas. Opung tinggal sebatang kara dan memilih untuk menyambung hidup dengan mengadu nasib di Kota Pontianak. Sampai kemudian beliaupun tinggal di kost Jl. Adisucipto Gg. Busri.
Selain bekerja sebagai penambal ban, lelaki paruh baya tersebut juga bekerja sebagai mengayuh sepeda di sekitaran Masjid Muhtadin, Aula UKM dan Auditorium Untan. Menurutnya penghasilan yang didapat tidak menentu. Meski saat ini ia mengidap sakit tetapi tetap kegigihan untuk bekerja tidak pernah padam dalam semangat Opung “sekarang ini Opung sudah darurat, ini Opung sekarang kalau mau kencing sudah pake selang” ungkapnya (29/8).
Sebelumnya opung sudah pernah berobat dirumah sakit, namun karena terkendala biaya ia harus dikeluarkan pihak rumah sakit. “Opung pernah 10 hari kerumah sakit namun karena tidak ada yang membiayai jadi Opung disuruh keluar meski ada bantuan dari bantuan sosial (bansos) tetapi karena persyaratan Opung dianggap tidak lengkap jadi Opung terkatung-katung” ujarnya.
Saat ini Ia tetap bekerja meski dengan keadaan yang memprihatinkan karena kesehatan yang terganggu, “kalau tidak dioperasi secepatnya, Opung tidak tahu bagaimana nyawa Opung kedepannya” ungkapnya dengan nada sedih. Dia mengatakan walaupun hidupnya sebatang kara, dia tetap semangat untuk menjalani hari-harinya. “Opung tidak mencari hidup, tetapi Opung menjalani hidup dan inilah jalan Tuhan jadi Opung harus jalani” tutupnya.
Penulis : Isa Oktaviani dan Tarida Manullang
Editor: Riko Saputra