“Kira-kira bakal diapain ya ospek kali ini?”
Kalimat tersebut selalu melintas di benak ketika mendengar kata ospek. Yang menjadi pertanyaan, mengapa harus kalimat tersebut yang terlintas di benak, bukannya pertanyaan seperti “kira-kira ilmu apa ya yang didapat dari kegiatan ospek kali ini?”
Ospek sendiri sejatinya adalah kegiatan yang memiliki tujuan agar mahasiswa baru (maba) dapat mengenal lingkungan kampus dengan baik. Saya pikir tidak ada yang salah dari tujuan kegiatan ini. Namun, mengapa kegiatan ospek seringkali menjadi perbincangan bahkan perdebatan di kalangan mahasiswa?
Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu 2024: Indonesia Diambang Cacat Demokrasi
Tidak sedikit maba yang berusaha menghindar dari kegiatan ini. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan, apa penyebab para maba menghindar, apa alasannya?
Dibentak-bentak, dikerjain, kekerasan, senioritas. Kurang lebih empat hal itu yang menjadi alasan bagi saya sendiri untuk menghindari kegiatan ini. Kembali ke tujuan ospek, yaitu mengenalkan lingkungan kampus kepada maba. Lalu, dimana letak dibentak, dikerjain, kekerasan, dan senioritas tersebut?
Mirisnya, seringkali dalam pelaksanaan ospek terjadi hal-hal seperti yang saya sebut di atas. Hal ini membuat saya berpikir bahwa kegiatan ini sudah menyimpang dari tujuannya.
Faktanya, di lapangan justru para senior dengan gaya premannya menindas para maba. Kalau saya gambarkan gaya preman mungkin seperti para senior berdiri dengan dada membusung, dagu diangkat, tangan di pinggang, dan mata yang melotot. Tidak lupa dengan suara lantangnya meneriaki maba.
Yang membuat saya bertanya, “mengapa mereka harus bergaya seperti itu, apa tujuannya?” Saya berasumsi bahwa mungkin mereka bergaya seperti itu agar para maba takut dan segan terhadap mereka. Kemudian, saya bertanya lagi kepada diri sendiri, “kenapa juga harus takut?”
Saya kira kata yang lebih tepat itu menghormati. Para senior ingin dihormati oleh maba. Ya, hal ini sebenarnya tidak salah, tetapi bagi saya sendiri, cara yang mereka pakai agar maba hormat terhadap mereka itu salah. Rasa hormat dan segan itu akan muncul dengan sendirinya bila orang yang berbicara itu memiliki wibawa, bukannya marah-marah, bentak, dan lain sebagainya.
Senior menuntut junior menghormati mereka. Namun, mereka sendiri bahkan tidak menghormati junior. Apakah rasa hormat hanya untuk orang yang lebih tua? Tentu tidak, bukan? Oleh sebab itu, saya merasa kesal dengan perlakuan para senior yang sangat menjunjung senioritas.
Salah satu contoh yang saya alami, senior meneriakki maba dengan kata “woi.” Saya pikir kata tersebut merupakan sebuah kata yang tidak seharusnya dilontarkan karena tidak sopan. Bagaimana bisa senior menuntut maba untuk sopan jika senior sendiri memperlakukan maba dengan tidak sopan?
Banyak senior yang merasa bahwa mereka tidak melakukan kekerasan dalam kegiatan ospek ini. Akan tetapi, kekerasan yang mereka maksud adalah kekerasan secara fisik. Mereka mungkin lupa bahwa ada yang namanya kekerasan verbal.
“Melatih mental” kata senior ketika ditanya alasan membentak maba. Mungkin hal ini perlu dievaluasi, apakah hal tersebut melatih mental atau merusak mental seseorang?
Banyak juga senior yang memanfaatkan kegiatan ospek sebagai ajang pembalasan dendam. Hal ini karena senior pun pada saat menjadi maba diperlakukan secara tidak baik sehingga mereka merasa bahwa maba kali ini juga harus merasakan hal yang sama. Bagi saya sendiri, alasan tersebut sudah tidak relevan lagi dengan majunya perkembangan teknologi dan pemikiran manusia.
Jadi sebenarnya apa tujuan ospek ini? Pengenalan kampus, pelatihan mental, atau pembalasan dendam?
Penulis: Vanessa